Pembangunan Pelabuhan & Reklamasi

A. Pembangunan Pelabuhan

Pasal 1 angka 16 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (selanjutnya disebut UU Pelayaran) menyatakan bahwa pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, naik turun penumpang, dan/atau bongkar muat barang, berupa terminal dan tempat berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra-dan antarmoda transportasi. Pelabuhan hanya dapat dibangun berdasarkan Rencana Induk Pelabuhan Nasional dan Rencana Induk Pelabuhan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 79 Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan yang telah mengalami perubahan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (selanjutnya disebut PP Kepelabuhanan).

Rencana Induk Pelabuhan Nasional adalah pengaturan ruang kepelabuhanan nasional yang memuat tentang kebijakan pelabuhan, rencana lokasi dan hierarki pelabuhan secara nasional yang merupakan pedoman dalam penetapan lokasi, pembangunan, pengoperasian, dan pengembangan pelabuhan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 1 angka 15 PP Kepelabuhanan. Rencana Induk Pelabuhan Nasional ditetapkan oleh Menteri Perhubungan untuk jangka waktu 20 (dua puluh)  tahun sebagaimana ketentuan dalam Pasal 8 ayat (2) PP Kepelabuhanan. Sedangkan Rencana Induk Pelabuhan adalah pengaturan ruang pelabuhan berupa peruntukan rencana tata guna tanah dan perairan di Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 1 angka 16 PP Kepelabuhanan. Rencana Induk Pelabuhan disusun oleh penyelenggara pelabuhan yang berpedoman pada hal-hal sebagaimana ketentuan dalam Pasal 20 ayat (2) PP Kepelabuhanan, yaitu:

  1. Rencana Induk Pelabuhan Nasional;
  2. rencana tata ruang wilayah provinsi;
  3. rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota;
  4. keserasian dan keseimbangan dengan kegiatan lain terkait di lokasi pelabuhan;
  5. kelayakan teknis, ekonomis, dan lingkungan; dan
  6. keamanan dan keselamatan lalu lintas kapal.

yang kemudian Rencana Induk Pelabuhan tersebut ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sebagaimana ketentuan dalam Pasal 28 PP Kepelabuhanan, yaitu:

  1. Menteri untuk pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul;
  2. Gubernur untuk pelabuhan pengumpan regional; atau
  3. Bupati/walikota untuk pelabuhan pengumpan lokal serta pelabuhan sungai dan danau.

Pembangunan pelabuhan laut dapat dilakukan setelah mendapatkan izin dari pihak yang berwenang. Pasal 80 ayat (2) PP Kepelabuhanan menyatakan bahwa pembangunan pelabuhan laut mengajukan izin kepada :

  1. Menteri untuk pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul;
  2. Gubernur untuk pelabuhan pengumpan regional; dan
  3. Bupati/walikota untuk pelabuhan pengumpan lokal.

Sedangkan pembangunan pelabuhan sungai dan danau diajukan kepada Bupati/Walikota. Pengajuan izin dalam pembangunan pelabuhan harus memenuhi persyaratan teknis dan kelestarian lingkungan. Persyaratan teknis kepelabuhanan tersebut meliputi hal-hal sebagaimana ketentuan dalam Pasal 82 PP Kepelabuhanan diantaranya:

  1. studi kelayakan yang sedikitnya memuat :
    1. kelayakan teknis; dan
    2. kelayakan ekonomis dan finansial.
  2. desain teknis yang sedikitnya memuat:
    1. kondisi tanah;
    2. konstruksi;
    3. kondisi hidrooceanografi;
    4. topografi; dan
    5. penempatan dan konstruksi Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran, alur-pelayaran, dan kolam pelabuhan serta tata letak dan kapasitas peralatan di pelabuhan.

Sedangkan persyaratan kelestarian yaitu berupa studi lingkungan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dibidang lingkungan hidup. Dalam mengajukan permohonan penyelenggara pelabuhan juga harus menyertakan dokumen sebagaimana ketentuan dalam Pasal 84 PP Kepelabuhanan yang terdiri atas:

  1. Rencana Induk Pelabuhan;
  2. Dokumen kelayakan;
  3. Dokumen desain teknis; dan
  4. Dokumen lingkungan.

Kemudian pejabat yang berwenang sesuai dengan kewenangannya masing-masing akan melakukan penelitian atas persyaratan permohonan pembangunan pelabuhan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterima permohonan secara lengkap sebagaimana ketentuan dalam Pasal 85 PP Kepelabuhanan. Apabila persyaratan belum terpenuhi, maka permohonan akan dikembalikan kepada penyelenggara pelabuhan guna melengkapi persyaratannya. Apabila persyaratan telah terpenuhi, maka akan ditetapkan izin pembangunan pelabuhan.

Pasal 87 ayat (1) PP Kepelabuhanan menyatakan bahwa pembangunan pelabuhan dilakukan oleh Otoritas Pelabuhan untuk pelabuhan yang diusahakan secara komersial dan Unit Penyelenggara Pelabuhan untuk pelabuhan yang belum diusahakan secara komersial atau dapat pula dilakukan oleh Badan Usaha Pelabuhan berdasarkan konsesi dari Otoritas Pelabuhan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 87 ayat (2). Pasal 1 angka 30 PP Kepelabuhanan menyatakan bahwa konsesi adalah pemberian hak oleh penyelenggara pelabuhan kepada Badan Usaha Pelabuhan untuk melakukan kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa kepelabuhanan tertentu dalam jangka waktu tertentu dan kompensasi tertentu. Kewajiban penyelenggara pelabuhan dalam hal akan dilaksanakannya pembangunan pelabuhan yaitu:

  1. Melaksanakan pekerjaan pembangunan pelabuhan paling lama 2 (dua) tahun sejak tanggal berlakunya izin pembangunan;
  2. Melaksanakan pekerjaan pembangunan pelabuhan sesuai dengan Rencana Induk Pelabuhan yang telah ditetapkan;
  3. Melaporkan pelaksanaan kegiatan pembangunan pelabuhan secara berkala kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya; dan
  4. Bertanggung jawab terhadap dampak yang timbul selama pelaksanaan pembangunan pelabuhan yang bersangkutan.

Kemudian pembangunan fasilitas di sisi darat pelabuhan yang dilakukan berdasarkan Rencana Induk Pelabuhan dapat dilakukan setelah memperoleh Izin Mendirikan Bangunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 88 ayat (1) PP Kepelabuhanan.

B. Reklamasi

Pasal 1 angka 53 UU Pelayaran menyatakan bahwa reklamasi adalah pekerjaan timbunan di perairan atau pesisir yang mengubah garis pantai dan/atau kontur kedalaman perairan. Reklamasi dilakukan guna menjamin keselamatan dan keamanan pelayaran.  Reklamasi dilakukan oleh perusahaan yang mempunyai kemampuan dan kompetensi dan dibuktikan dengan sertifikat yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan serta wajib mendapat izin dari pemerintah sebagaimana ketentuan dalam Pasal 197 UU Pelayaran. Kemudian ketentuan lebih lanjut mengenai reklamasi diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 125 Tahun 2018 tentang Pengerukan dan Reklamasi (selanjutnya disebut Permenhub 125/2018). Reklamasi harus mendapat persetujuan dari lembaga yang berwenang sebagaimana ketentuan dalam Pasal 21 Permenhub 125/2018:

  1. Menteri untuk kegiatan kerja Reklamasi di dalam Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan di wilayah perairan Pelabuhan Utama dan Pelabuhan Pengumpul serta terminal yang berada di luar Daerah Lingkungan Kerja atau Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan atau Terminal Khusus;
  2. gubernur untuk kegiatan kerja Reklamasi di Dalam Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan di wilayah perairan pelabuhan laut pengumpan regional; dan
  3. bupati/walikota untuk kegiatan kerja Reklamasi di Dalam Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan di wilayah perairan pelabuhan laut pengumpan lokal dan pelabuhan sungai dan danau.

Pasal 20 ayat (2) Permenhub 125/2018 menyatakan bahwa pelaksanaan reklamasi harus memenuhi persyaratan teknis meliputi:

  1. kesesuaian dengan Rencana Induk Pelabuhan bagi kegiatan kerja Reklamasi yang lokasinya berada di dalam Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan atau rencana umum tata ruang wilayah kabupaten/kota setempat bagi kegiatan pembangunan terminal yang berada di luar Daerah Lingkungan Kerja atau Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan atau Terminal Khusus;
  2. keselamatan dan keamanan berlayar;
  3. kelestarian lingkungan; dan
  4. desain teknis.

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.