Pembagian Warisan Apabila Lebih Dari Satu Pernikahan Atau Lebih Dari Satu Istri Dalam Hukum Islam

Berbicara mengenai warisan maka pembahasannya tak akan jauh dari pembahasan harta kekayaan. Warisan yang dimaksud dalam hal ini yaitu harta kekayaan dalam perkawinan atau syirkah yang dalam Pasal 1 huruf f Kompilasi Hukum Islam (selanjutnya disebut KHI) diartikan sebagai harta yang diperoleh baik sendiri-sendiri atau bersama suami istri selama dalam ikatan perkawinan berlangsung. Pembagian warisan dalam hukum islam di Indonesia diatur dalam Buku II KHI yang terdiri dari Pasal 171 sampai dengan Pasal 214 KHI. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 171 huruf a KHI hukum waris diartikan sebagai berikut :

“Hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing

Dalam artikel sebelumnya telah dibahas mengenai pembagian harta warisan dalam Hukum Islam, namun dalam pembahasan kali ini akan lebih spesifik terhadap pembagian warisan apabila lebih dari satu kali pernikahan, baik karena perceraian atau kematian sebelumnya maupun pernikahan lebih dari satu Istri (Poligami). Pasal 174 ayat (1) KHI menyatakan bahwa kelompok-kelompok ahli waris terdiri dari dua yaitu menurut hubungan darah dan menurut hubungan perkawinan. Menurut hubungan darah terdiri dari golongan laki-laki dan golongan perempuan. Golongan laki-laki terdiri dari ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman dan kakak, sedangkan golongan perempuan terdiri dari ibu, anak perempuan, saudara perempuan dari nenek. Kemudian menurut hubungan perkawinan terdiri dari duda dan janda.

A. Pembagian warisan dalam pernikahan yang berakhir karena perceraian

Suatu perkawinan yang diakui sah menurut hukum negara yaitu perkawinan yang dilangsungkan menurut agama dan kepercayaan kedua mempelai dan tercatat di kantor pencatatan perkawinan. Seseorang yang telah melangsungkan pernikahan maka ia dapat diakui sebagai ahli waris sebagaimana ketentuan dalam Pasal 174 ayat (1) KHI. Diantara kedua belah pihak baik dari pihak istri maupun suami masing-masing masih memiliki hubungan kewarisan diantara keduanya.

Apabila karena satu dan lain hal dikemudian hari terjadi perceraian diantara keduanya, maka hubungan kewarisan diantara keduanya juga terputus. Akan tetapi, sebelum diputus cerai, diantara keduanya masih berhak atas harta bersama atau yang disebut dengan harta gono gini. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 97 juncto Pasal 157 KHI disebutkan bahwa janda atau duda cerai masing-masing berhak mendapatkan seperdua dari harta bersama sepanjang  tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan. Sedangkan terhadap harta bawaan masing-masing suami dan istri dan harta yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah dibawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain dalam perjanjian perkawinan sebagaimana ketentuan Pasal 87 ayat (1) KHI.

Apabila sepasang suami istri bercerai setelah memiliki anak, maka pemeliharaan terhadap anak dibawah umur 12 (dua belas) tahun adalah hak Ibunya, apabila anak berumur lebih dari 12 (dua belas) tahun, maka anak diberikan hak untuk memilih diantara ayah atau ibunya sebagaimana ketentuan Pasal 105 huruf a dan b KIH. Biaya terhadap pemeliharaan anak tersebut ditanggung oleh ayahnya sebagaimana ketentuan Pasal 105 huruf c. Bercerainya orang tua dari anak, lantas tidak memutus hubungan kewarisan diantara keduanya. Anak tersebut berhak atas hak waris dari ayah maupun ibunya sebagaimana ketentuan dalam Pasal 176 KIH yang menyatakan jika ia anak perempuan sendirian maka ia mendapat warisan separoh bagian dari ayah dan ibunya, sedangkan apabila anak perempuan lebih dari satu orang, maka mendapat dua per tiga bagian dari ayah dan ibunya, apabila anak perempuan bersama-sama dengan anak laki-laki, maka bagian anak laki-laki adalah dua berbanding satu dengan anak perempuan.

B. Pembagian warisan dalam pernikahan yang berakhir karena kematian

Pembagian warisan pernikahan karena terjadinya kematian perhitungannya sama halnya dengan pembagian waris pada umumnya yang diatur dalam ketentuan Pasal 176 sampai dengan Pasal 191 KHI. Pembagian warisan terhadap pasangan karena kematian ditentukan sebagai berikut :

  1. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 179 KHI menyatakan bahwa apabila istri yang meninggal maka suami mendapat separoh bagian, apabila pewaris tidak meninggalkan anak, dan bila pewaris meninggalkan anak, maka suami mendapat seperempat bagian.
  2. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 180 KHI menyatakan bahwa apabila suami yang meninggal, maka istri mendapat seperempat bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, dan bila pewaris meninggalkan anak maka istri mendapatkan seperdelapan bagian.

Terhadap meninggalnya pewaris apabila ia meninggalkan anak perempuan seorang, maka ia mendapat separoh bagian, bila meninggalkan dua orang anak perempuan atau lebih maka masing mendapatkan dua pertiga bagian, apabila anak perempuan bersama-sama dengan anak laki-laki, maka bagian anak laki-laki adalah dua berbanding satu dengan dengan anak perempuan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 176 KHI. Sedangkan warisan terhadap Ayah dan Ibu pewaris ditentukan dalam ketentuan Pasal 177 dan 178 KHI. Pasal 177 KHI menyatakan bahwa Ayah mendapat sepertiga bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, bila ada anak maka Ayah mendapat seperenam bagian. Sedangkan warisan terhadap Ibu berdasarkan ketentuan dalam Pasal 178 KHI dinyatakan sebagai berikut :

  • Ibu mendapat seperenam bagian bila ada anak atau dua saudara atau lebih. Bila tidak ada anak atau dua orang saudara atau lebih, maka ia mendapat sepertiga bagian;
  • Ibu mendapat sepertiga bagian dari sisa sesudah diambil oleh janda (istri) atau duda (suami) bila bersama-sama dengan ayah.

C. Pembagian warisan dalam pernikahan yang apabila lebih dari satu Istri (Poligami)

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 190 KHI mengenai hukum waris terhadap seseorang yang melakukan poligami dinyatakan sebagai berikut :

“Bagi pewaris yang beristeri lebih dari seorang, maka masing-masing isteri berhak mendapat bagian atas gono-gini dari rumah tangga dengan suaminya, sedangkan keseluruhan bagian pewaris adalah menjadi hak para ahli warisnya”

Berdasarkan hal tersebut, maka istri-istri pewaris hanya berhak atas harta gono-gini atau harta bersama mereka selama melaksanakan perkawinan, sedangkan keseluruhan bagian dari harta pewaris merupakan hak dari ahli warisnya. Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 94 KHI yang menyatakan :

  1. Harta bersama dari perkawinan seorang suami yang mempunyai isteri lebih dari seorang,masingmasing terpisah dan berdiri sendiri;
  2. Pemilikan harta bersama dari perkawinan seorang suami yang mempunyai isteri lebih dari seorang sebagaimana tersebut ayat (1), dihitung pada saat berlangsungnya akad perkawinan yang kedua, ketiga atau keempat.

Apabila seorang suami mendapatkan harta setelah ia menikahi istri kedua, ketiga dan keempat, maka istri-istrinya tersebut memiliki hak atau bagian dari harta yang didapat masing-masing seperempat apabila suami tidak memiliki anak, namun apabila suami memiliki anak, maka bagian terhadap istri-istrinya berkurang menjadi seperdelapan sebagaimana dalam ketentuan Pasal 180 KHI. Namun apabila harta yang dimaksud didapat sebelum pernikahan dengan istri kedua, ketiga, dan keempat, maka yang memiliki bagian atas harta tersebut hanyalah istri pertama.

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.