Pasangan Prewedding Flare Bromo Berencana Laporkan TNBTS

Pasangan Prewedding Flare Bromo Berencana Laporkan TNBTS menjadi perhatian publik. Bagai melepas anjing terjepit, sudah diberi maaf, pasangan prewedding malah berniat melaporkan balik pihak Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS).
Setelah masyarakat dibuat geram oleh perbuatan rombongan prewedding di Gunung Bromo yang menyebabkan kebakaran hebat sampai menghanguskan rerumputan kering di sabana dan Bukit Teletubbies Bromo seluas 274 hektare.[1] Kali ini pasangan prewedding melalui kuasa hukumnya akan menuntut petugas TNBTS dengan alasan kelalaian pertugas yang tidak memasang papan peringatan area mudah terbakar, tidak menyiapkan fasilitas pemadam kebakaran, dan tidak melakukan pemeriksaan terhadap barang bawaan pengunjung.
Tidak ada asap tanpa api, tidak ada akibat jika tanpa sebab. Kebakaran hebat yang timbul di Gunung Bromo beberapa waktu lalu, tidak lain lantaran dipicu oleh flare yang dibawa rombongan prewedding sebagai konsep atau ide pemotretan prewedding tersebut. Terdapat pula rekaman video dari salah satu pengunjung yang menimbulkan dugaan bahwa rombongan prewedding tersebut tidak segera melakukan tindakan pemadaman api.
Sebagaimana kita ketahui bahwa wilayah Bromo Tengger Semeru merupakan Taman Nasional sebagai Kawasan Hutan Konservasi yang telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kehutanan No. 178/Menhut-II/2005 tanggal 29 Juni 2005. Berdasarkan Pasal 1 angka 14 Undang-Undang No. 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya dan Penjelasan Pasal 24 Undang-Undang No. 41/1999 tentang Kehutanan, menyebutkan definisi Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Kawasan hutan pelestarian alam tersebut salah satunya mencakup hutan konservasi, yaitu kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.[2]
Sehubungan dengan penjelasan di atas, maka taman nasional termasuk ke dalam kawasan pelestarian alam dan mencakup jenis hutan konservasi yang dilindungi oleh negara. Merujuk pada Pasal 36 angka 17 Undang-Undang No. 6/2023 tentang Penetapan PP Pengganti Undang-Undang No. 2/2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (UU Cipta Kerja) yang mengubah Pasal 50 ayat (2) huruf b UU Kehutanan, bahwa setiap orang dilarang membakar hutan. Dan bagi setiap orang yang dengan sengaja membakar hutan, dipidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp7.500.000.000,00 (tujuh miliar lima ratus juta rupiah).[3]
Sementara itu bagi setiap orang yang karena kelalaiannya membakar hutan dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp3.500.000.000,00 (tiga miliar lima ratus juta rupiah).[4] Lebih lanjut, dalam Pasal 36 angka 20 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 80 ayat (1) UU Kehutanan, memberikan sanksi lainnya berupa ganti rugi yakni:
“Setiap perbuatan melanggar hukum yang diatur dalam Undang-Undang ini, dengan tidak mengurangi sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 78, mewajibkan kepada penanggung jawab perbuatan itu untuk membayar ganti rugi sesuai dengan tingkat kerusakan atau akibat yang ditimbulkan kepada negara untuk biaya rehabilitasi, pemulihan kondisi Hutan, atau tindakan lain yang diperlukan.”
Selain itu, apabila kebakaran yang ditimbulkan menyebabkan kerusakan lingkungan hidup hingga dilampauinya kriteria baku kerusakan lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan/atau lahan yakni, baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, maka dapat diancam pidana berdasarkan Undang-Undang No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) dan perubahannya dalam UU Cipta Kerja, sebagai berikut:
- Pasal 98 ayat (1) : “Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).”
- Pasal 99 ayat (1) : “Setiap orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).”
Terdapat beberapa isu dimana rombongan pengantin tersebut tidak mengantongi izin resmi untuk melakukan pemotretan prewedding atau bahkan tidak memiliki Surat izin masuk Kawasan Konservasi (Simaksi).[5] Namun demikian, dalam permintaan maafnya, pasangan calon pengantin tersebut membantah keras dan menyatakan memiliki izin untuk memasuki kawasan konservasi. [6] Menurut mereka, SOP pengawalan dan keamanan di tempat wisata Gunung Bromo tersebut lemah, sehingga para pengunjung tidak mengetahui resiko yang dapat ditimbulkan.[7]
Pada dasarnya suatu kawasan konservasi, terlebih alam terbuka, memiliki akses masuk legal yang dapat dilewati. Namun demikian, tidak jarang terdapat orang-orang yang memasuki jalur ilegal. Oleh karena itu, apabila pasangan pengantin tersebut masuk dengan ilegal, tentunya akan sulit untuk melakukan pengawasan. Namun sebaliknya, jika pasangan pengantin tersebut masuk dengan legal, maka perlu dipertanyakan pengawasan yang telah dilakukan di wilayah konservasi tersebut.
Merujuk pada tuduhan pasangan flare tersebut, maka terlebih dahulu harus diketahui tentang siapa yang berwenang dan apa saja yang menjadi tugas pihak yang berwenang tersebut. Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.03/Menhut-II/2017, BBTNBTS merupakan instansi pemerintah yang berbentuk organisasi yang memiliki pejabat fungsional dan bertugas melaksanakan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistem serta pariwisata di bawah naungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 71 UU PPLH, tugas pengawasan oleh menteri, gubernur, atau bupati/walikota adalah wajib melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan atas ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Pendelegasian kewenangannya dapat diberikan kepada pejabat/instansi teknis yang bertanggung jawab di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Dalam melaksanakan pengawasan, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota menetapkan pejabat pengawas lingkungan hidup yang merupakan pejabat fungsional.
BBTNBTS yang ditunjuk dan dibentuk berdasarkan peraturan menteri di atas untuk mengelola kawasan pelestarian alam dan mencakup jenis hutan konservasi yang dilindungi oleh negara, memiliki kewajiban dalam memikul tugas dan kewenangannya tersebut, yakni berdasarkan Pasal 112 UU PPLH menyebutkan bahwa:
“Setiap pejabat berwenang yang dengan sengaja tidak melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap peraturan perundang-undangan dan izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 dan Pasal 72, yang mengakibatkan terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan yang mengakibatkan hilangnya nyawa manusia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).”
Sehingga dalam hal ini, apabila petugas TNBTS terbukti melakukan kelalaian seperti dalih-dalih yang disebutkan oleh kuasa hukum pasangan prewedding tersebut, maka petugas TNBTS juga wajib mempertanggung jawabkan perbuatannya tersebut.
Penulis: Adelya Hiqmatul M., S.H.
Editor: Robi Putri J., S.H., M.H., CTL., CLA., & Mirna R., S.H., M.H., CCD
[1] Faiq Azmi, “274 Hektare Lahan Gunung Bromo Terbakar Imbas Flare Prewedding Pengunjung”, https://news.detik.com/berita/d-6924642/274-hektare-lahan-gunung-bromo-terbakar-imbas-flare-prewedding-pengunjung
[2] Pasal 7 huruf b dan Pasal 1 angka 9 Undang-Undang No. 41/1999 tentang Kehutanan
[3] Pasal 36 angka 19 Undang-Undang No. 6/2023 tentang Penetapan PP Pengganti Undang-Undang No. 2/2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang yang mengubah Pasal 78 ayat (4) UU Kehutanan
[4] Pasal 36 angka 19 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 78 ayat (5) UU Kehutanan
[5] Noviana Primaresti, “Sosok Pengantin yang Viral Foto Prewed di Gunung Bromo dan Picu Kebakaran, Ternyata Tak Punya Izin”, https://sulbar.tribunnews.com/2023/09/08/sosok-pengantin-yang-viral-foto-prewed-di-gunung-bromo-dan-picu-kebakaran-ternyata-tak-punya-izin
[6] Sym, “Rombongan Prewedding Bromo: Bersikukuh Punya Izin Masuk, Flare Tak Dicek”, https://travel.detik.com/travel-news/d-6938618/rombongan-prewedding-bromo-bersikukuh-punya-izin-masuk-flare-tak-dicek
[7] Maya. “Siap Lapor Balik, Pasangan Pemicu Kebakaran Bromo Salahkan Petugas Tak Periksa Barang Bawaan”. https://metro.suara.com/read/2023/09/16/120553/siap-lapor-balik-pasangan-pemicu-kebakaran-bromo-salahkan-petugas-tak-periksa-barang-bawaan
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim Pertanyaan
hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.