Pasal 2 Ayat (1) dan 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dalam KUHP Baru

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau yang sering disebut dengan istilah ‘KUHP Baru’ telah diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023 walaupun Pasal 624 KUHP Baru menyatakan undang-undang tersebut akan berlaku setelah 3 (tiga) tahun sejak tanggal diundangkan. Terdapat beberapa tindak pidana-tindak pidana yang sebelumnya diatur di luar KUHP lama dicabut dan diubah pada KUHP Baru. Salah satu di antara tindak pidana tersebut adalah Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU 31/1999) sebagaimana telah diubah beberapa kali.

Istilah korupsi berasal dari bahasa latin ‘corruptio’ atau ‘corruptus’ yang kemudian disalin ke berbagai bahasa, di antaranya bahasa Inggris menjadi ‘corruption’ atau ‘corrupt’. Secara harfiah, istilah tersebut berarti segala macam perbuatan yang tidak baik.[1] Dalam peraturan perundang-undangan, istilah korupsi baru dikenal pertama kali pada Peraturan Penguasa Perang Pusat Kepala Staf Angkatan Darat tanggal 16 April 1958 No. Prt/Peperpu/013/1958, sedangkan tindak pidana korupsi pertama digunakan pada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1960 Tentang Pengusutan, Penuntutan dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi (Perpu 24/1960). Perpu 24/1960 kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU 3/1971). Selanjutnya, UU 3/1971 kemudian dinyatakan tidak berlaku berdasarkan UU 3/1999 yang juga selanjutnya diubah beberapa kali berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU 20/2001) dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU 30/2002). UU 30/2002 juga mengalami beberapa kali perubahan, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU 19/2019).

KUHP Baru mencabut dan menyatakan tidak berlaku Pasal 2 Ayat (1), Pasal 3, Pasal 5, Pasal 11 dan Pasal 13 UU 31/1999. Sebenarnya tidak begitu banyak perubahan terhadap bunyi Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 UU 31/1999, namun sanksi pidananya yang berubah sebagai berikut:

UU 31/1999Pasal 2 Ayat (1)

Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

Pasal 3

Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

KUHP BaruPasal 603

Setiap Orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau Korporasi yang menrgikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori II (Rp 10.000.000,-) dan paling banyak kategori VI (Rp 2.000.000.000,-).

Pasal 604

Setiap Orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau Korporasi menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan

pidana denda paling sedikit kategori II dan paling banyak

kategori VI.

 

Berdasarkan bunyi pasal-pasal tersebut yang hampir seluruhnya sama antara yang lama dan yang baru, hanya saja sanksi pidananya yang berbeda, maka baik Pasal 2 Ayat (1) UU 31/1999 dengan Pasal 603 KUHP baru dan Pasal 3 UU 31/1999 dengan Pasal 604 KUHP Baru memiliki unsur-unsur yang sama. Unsur-unsur tersebut berdasarkan pendapat dari Adami Chazawi dalam bukunya berjudul Hukum Pidana Materiil dan Formil Korupsi di Indonesia, dapat diuraikan sebagai berikut:

  1. Pasal 2 Ayat (1) UU 31/1999 dan Pasal 603 KUHP Baru
  • Perbuatannya: memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi

Hal ini dapat dihubungkan pada norma Pasal 18 Ayat (2) UU 31/1999 yaitu adanya sumber kekayaan yang tidak seimbang dengan penghasilannya atau sumber penambahan kekayaannya.

  • Dengan cara melawan hukum

Melawan hukum berasal dari istilah ‘wederrechtelijk’ yang dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai ‘melawan hukum’. Melawan hukum menggambarkan sifat tercelanya atau sifat terlarangnya suatu perbuatan. Berkaitan dengan unsur memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi maka memperkaya ini dilakukan dengan cara-cara yang sifatnya tercela atau terlarang bukan dengan cara yang dibenarkan hukum.

  • Yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara

Kerugian keuangan negara atau perekonomian negara bukan merupakan syarat terjadinya tindak pidana korupsi. Tindak pidana korupsi yang dapat membawa kerugian negara bukanlah tindak pidana materiil, melainkan tindak pidana formil. Terjadinya tindak pidana korupsi secara sempurna tidak perlu menunggu timbulnya kerugian negara. Asalkan dapat ditafsirkan secara akal sehat bahwa suatu perbuatan ‘dapat’ menimbulkan kerugian bagi negara, maka perbuatan tersebut sudah dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi.

Ada 4 kriteria terkait dengan kerugian keuangan negara:

  • Berkurangnya kekayaan negara atau bertambahnya kewajiban negara yang menyimpang dari peraturan perundang-undangan berlaku;
  • Tidak diterimanya sebagian atau seluruh pendapatan yang menguntungkan keuangan negara yang menyimpang dari peraturan perundang-undangan berlaku;
  • Sebagian atau seluruh pengeluaran yang menjadi beban keuangan negara lebih besar atau seharusnya tidak menjadi beban keuangan negara, yang menyimpang dari ketentuan peraturan perundang-undangan berlaku;
  • Setiap pertambahan kewajiban negara yang diakibatkan oleh adanya komitmen yang menyimpang dari peraturan perundang-undangan berlaku.
  1. Pasal 3 UU 31/1999 dan Pasal 604 KUHP Baru
  • Unsur obyektif
  • Perbuatannya: menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana;

Orang yang memiliki jabatan atau kedudukan memiliki kewenangan, kesempatan atau sarana untuk melakukan perbuatan-perbuatan tertentu berdasarkan jabatan atau kewenangannya itu. Apabila kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya itu digunakan untuk melakukan perbuatan lain yang seharusnya tidak dia lakukan dan justru bertentangan dengan tugas pekerjaannya dalam jabatan atau kedudukan yang dimilikinya, maka hal tersebut dapat dikategorikan sebagai menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada karena jabatan atau kedudukannya;

  • Yang ada padanya: karena jabatan atau kedudukan;

Kewenangan hanyalah dimiliki oleh subyek hukum orang pribadi, bukan untuk badan atau korporasi. Kewenangan erat hubungannya dengan jabatan atau kedudukan yang dimiliki oleh seseorang yang mana artinya subyek hukum orang pasal ini tidak berlaku untuk semua orang, tetapi hanya berlaku pada orang yang memiliki jabatan atau kedudukan tertentu atau orang yang memiliki kualitas pribadi tertentu;

  • Yang dapat merugikan: keuangan negara atau perekonomian negara.

Unsur ini adalah sama dengan unsur pada Pasal 2 Ayat (1) UU 31/1999 dan Pasal 603 KUHP Baru dan telah diuraikan pada poin 1.3 di atas.

  • Unsur subyektif

Dengan tujuan: menguntungkan diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi

Tujuan dalam pasal ini merupakan tujuan dekat yaitu tujuan yang menurut akal dapat dicapai dengan perbuatan tertentu, dalam hal ini tentunya dengan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada karena jabatan atau kedudukan yang dimilikinya. Menguntungkan artinya memperoleh atau menambah kekayaan dari yang sudah ada. Kekayaan ini tidak semata-mata berupa benda atau uang saja, tetapi segala sesuatu yang dapat dinilai dengan uang termasuk hak.

Baik Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 UU 31/1999 adalah pasal-pasal yang sering digunakan untuk mendakwa terduga pelaku tindak pidana korupsi, bahkan dalam satu dakwaan, dakwaannya dapat berupa alternatif atau subsider Pasal 2 Ayat (1) dengan Pasal 3 UU 31/1999. Perbedaan mendasar di antara unsur kedua pasal tersebut, termasuk pada Pasal 603 dan 604 KUHP Baru adalah pada subyek hukumnya, dimana pada Pasal 3 UU 31/1999 dan Pasal 604 KUHP Baru subyek hukum pelakunya bukanlah semua orang, melainkan adalah orang-orang yang memiliki jabatan atau kedudukan.

 

Penulis: Mirna R., S.H., M.H., CCD.

Editor: R. Putri J., S.H., M.H., CTL. CLA.

 

[1] Adami Chazawi, Hukum Pidana Materiil dan Formil Korupsi di Indonesia, Bayumedia, Malang, 2014, hlm. 1.

 

Sumber:

  1. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
  2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
  3. Adami Chazawi, Hukum Pidana Materiil dan Formil Korupsi di Indonesia, Bayumedia, Malang, 2014.

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.