Partai Politik

Partai Politik terbangun atas dua kata yakni partai dan politik. Partai merupakan kata yang berasal dari bahasa latin “partire” yang artinya membagi. Sedangkan, politik berasal dari kata “politic”, dalam bahasa Inggris yang artinya sifat pribadi atau perbuatan. Politik juga diidentikkan dengan kata “politicos” dalam bahasa Yunani, yang berasal dari kata “polis” yang berarti kota.[1] Hal ini tentunya tidak terlepas dari sejarah perkembangan awal politik di dunia yang bermuara pada zaman Yunani Klasik. Aristoteles mencerminkan politik dengan kehidupan sosial dalam negara kota atau yang disebut polis. Hal tersebut terlihat dari tulisan Aristoteles tentang politik berjudul “politikon” yang berarti berkenaan dengan negara polis.[2]
Menurut Miriam Budiardjo, partai politik merupakan sarana bagi warga negara untuk turut serta atau berpartisipasi dalam proses pengelolaan negara. Partai politik merupakan satu kelompok yang terorganisir untuk orientasi tujuan yang sama, dan menjadi sarana konstitusional untuk merebut kekuasaan dalam negara. Keterikatan antara partai politik dengan aspek konstitusional menunjukkan bahwa partai politik adalah instrumen legal yang diakui oleh hukum yang berlaku.
Sebagai sebuah instrumen yang legal, partai politik diakui eksistensinya dalam Pasal 6A ayat (2) UUD NRI 1945, “Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemulihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum” Peranan partai politik sebagai media mengusulkan calon presiden menunjukkan bukti bahwa partai politik adalah untuk merebut kekuasaan dalam negara. Secara lebih implementatif, definisi partai politik diatur dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 tahun 2008 j.o Undang-Undang Nomor 2 tahun 2011 tentang Partai Politik (UU Parpol)
Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Definisi tersebut menggambarkan bahwa meskipun partai politik merupakan instrumen untuk merebut kekuasaan, namun kedudukan partai politik bertujuan tidak hanya untuk membela kepentingan anggota, namun juga masyarakat, bangsa dan negara. Lebih spesifik tujuan partai politik dijelaskan dalam Pasal 10 ayat (1) dan (2) UU Parpol. Terdapat tujuan umum partai politik, yaitu:
- mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
- menjaga dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
- mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan
- mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Selain tujuan tersebut, secara khusus partai politik mempunyai tujuan untuk
- meningkatkan partisipasi politik anggota dan masyarakat dalam rangka penyelenggaraan kegiatan politik dan pemerintahan;
- memperjuangkan cita-cita Partai Politik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; dan
- membangun etika dan budaya politik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Terlihat secara implisit bahwa partai politik dibangun atas tujuan kepentingan nasional. Hal ini serupa yang disampaikan oleh Edmun Burke, bahwa hadirnya partai politik kendati pun itu dengan prinsip-prinsip dari kelompok tertentu dalam partai politik, namun tujuannya adalah untuk memperjuangkan kepentingan nasional.[3]
Selain mempunyai tujuan yang hendak dicapai, melekat juga fungsi yang harus dijalankan oleh partai politik. Fungsi tersebut diatur dalam Pasal 11 ayat (1) UU Parpol sebagai berikut:
- pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat luas agar menjadi warga negara Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;
- penciptaan iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia untuk kesejahteraan masyarakat;
- penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi politik masyarakat dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan negara;
- partisipasi politik warga negara Indonesia; dan rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender.
Fungsi dan tujuan tersebut menurut UU Parpol diwujudkan secara konstitusional. Hal tersebut menunjukkan bahwa selain secara kelembagaan diatur fungsi dan tujuan partai politik, diatur pula bahwa dalam menjalankan fungsi dan tujuan tersebut, harus didasarkan atas hukum yang berlaku. Jadi fungsi dan tujuan tersebut bukan sesuatu yang bebas ditafsirkan sesuai dengan kehendak partai politik, namun terikat akan aturan-aturan hukum yang berlaku.
Keterikatan pada hukum dalam mencapai tujuan dan menjalankan fungsi-fungsinya, tentu tidak terlepas dari bentuk tanggung jawab hukum dalam penyelenggaraan negara sesuai amanat Pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945. Selain itu, juga merupakan bukti bahwa demokrasi dan nomokrasi sebagaimana amanat Pasal 1 ayat (2) berjalan beriringan. Dimana hukum memberikan jaminan atas kebebasan berkumpul dan berserikat, salah satunya diimplementasikan dengan partai politik. Namun tentunya kebebasan berkumpul dan berserikat tersebut diatur dengan hukum. Hal ini tertuang dalam Pasal 2 UU Parpol menyangkut syarat dalam membentuk partai politik.
1. Partai Politik didirikan dan dibentuk oleh paling sedikit 30 (tiga puluh) orang warga negara Indonesia yang telah berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau sudah menikah dari setiap provinsi.
1a. Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didaftarkan oleh paling sedikit 50 (lima puluh) orang pendiri yang mewakili seluruh pendiri Partai Politik dengan akta notaris.
1b. Pendiri dan pengurus Partai Politik dilarang merangkap sebagai anggota Partai Politik lain.
2. Pendirian dan pembentukan Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyertakan 30% (tiga puluh perseratus) keterwakilan perempuan.
3. Akta notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1a) harus memuat AD dan ART serta kepengurusan Partai Politik tingkat pusat.
4. AD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memuat paling sedikit:
- asas dan ciri Partai Politik;
- visi dan misi Partai Politik;
- nama, lambang, dan tanda gambar Partai Politik;
- tujuan dan fungsi Partai Politik;
- organisasi, tempat kedudukan, dan pengambilan keputusan;
- kepengurusan Partai Politik;
- mekanisme rekrutmen keanggotaan Partai Politik dan jabatan politik;
- sistem kaderisasi;
- mekanisme pemberhentian anggota Partai Politik;
- peraturan dan keputusan Partai Politik;
- pendidikan politik;
- keuangan Partai Politik; dan
- mekanisme penyelesaian perselisihan internal Partai Politik.
5. Kepengurusan Partai Politik tingkat pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun dengan menyertakan paling sedikit 30% (tiga puluh perseratus) keterwakilan perempuan.
Keberadaan syarat-syarat tersebut jelas menggambarkan keselarasan antara demokrasi dan nomokrasi. Sebab demokrasi tanpa nomokrasi dapat menyebabkan anarki. Sedang nomokrasi tanpa demokrasi dapat menyebabkan tirani.
[1] Fajlurrahman Jurdi, (2020), Pengantar Hukum Partai Politik, Jakarta: Kencana, hlm. 2.
[2] Martin Suryajaya, (2016), Sejarah Pemikiran Politik Klasik: Dari Prasejarah Hingga Abad ke-4 M, Tangerang Selatan: Marjin Kiri, hlm. 2-3.
[3] Op.cit., hlm. 10
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim PertanyaanPemakzulan (Impeachment) Presiden dan/atau Wakil Presiden Menurut Hukum Tata...
Polisi Dilarang Menilang, ETLE Berjalan
hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.
