Overspel

Manusia secara kodrati diciptakan untuk berpasang-pasangan dalam sebuah perkawinan dengan tujuan membentuk suatu kehidupan bersama dan mendapatkan keturunan untuk kelangsungan hidupnya. Dalam sebuah perkawinan, baik suami maupun istri dilarang melakukan hubungan badan dengan orang lain yang bukan suami atau istrinya, atau dalam hal ini dapat dikatakan sebagai perselingkuhan. Perselingkuhan yang dilakukan oleh seorang suami atau istri dengan orang lain disebut sebagai perzinahan. Perzinahan dapat disebut dengan overspel sebagaimana ketentuan dalam Pasal 284 ayat (1) KUHP yang menyatakan sebagai berikut:
- Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan:
- a. seorang pria yang telah kawin yang melakukan gendak (overspel), padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya;
b.seorang wanita yang telah kawin yang melakukan gendak, padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya,
- a. seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahuinya bahwa yang turut bersalah telah kawin;
b. seorang wanita yang telah kawin yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahui olehnya bahwa yang turut bersalah telah kawin dan pasal 27 BW berlaku baginya;
Pasal 27 Burgerlick Wetboek (BW) sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 284 ayat (1) KUHP menyatakan sebagai berikut :
“Pada waktu yang sama, seorang lelaki hanya boleh terikat perkawinan dengan satu orang perempuan saja; dan seorang perempuan hanya dengan satu orang lelaki saja.”
Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 284 ayat (1) KUHP tersebut, maka dapat dikatakan bahwa perzinahan (overspel) merupakan sebuah tindak pidana. Unsur-unsur yang harus dipenuhi untuk dapat dikatakan seseorang melakukan tindak pidana perzinahan (overspel), yaitu diantaranya :
- Adanya subjek hukum,
- Subjek hukum dalam hal ini adalah seorang wanita atau pria yang berstatus sebagai suami atau istri atau dapat dikatakan pula orang yang sudah terikat dalam perkawinan;
- Melakukan perbuatan gendak/perzinahan (overspel) dengan orang lain yang bukan suami atau istrinya dan/atau melakukan perbuatan yang turut serta dalam perbuatan gendak/perzinahan (overspel);
- Sanksi pidana atas perbuatan tersebut yaitu ancaman pidana penjara paling lama 9 (sembilan) bulan.
Terkait dengan ketentuan dalam Pasal 284 ayat (1) KUHP tersebut, Mahkamah Agung juga mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 8 Tahun 1980 (selanjutnya disebut SEMA 8/1980) untuk mempertegas unsur-unsur yang dimaksud dalam Pasal 284 ayat (1) KUHP sebagaimana kasus dalam Putusan Mahkamah Agung tanggal 26 Desember 1980 No. 349 K/Kr/1980 yang menyatakan hal sebagai berikut :
“…laki-laki yang beristri dan perempuan yang bersuami telah melakukan persetubuhan/perzinahan yaitu pada waktu dan tempat tersebut diatas tersangka II Cecep Iskandar bin Ajun sering datang ke rumahnya tersangka I Nyi Aminah Mariyani bt Obon sehingga timbul hubungan antara tersangka II dengan tersangka I menjadi erat dan saling berkirim surat serta saling jatuh cinta akibat hubungan ini tersangka II sering datang kerumahnya tersangka I dan menginap terus mengadakan atau berbuat melakukan persetubuhan/perzinahan yang dilakukan sebanyak 6 kali berturut-turut atau setidak-tidaknya lebih dari satu kali di tempat tidur tersangka I dan perbuatan persetubuhan/perzinahan tersebut dilakukan oleh mereka dengan sempurna sehingga mengeluarkan air mani, sedangkan mereka tersangka mengetahui bahwa masing-masing tersangka I sedang mempunyai suami dan tersangka II sedang mempunyai istri.”
Kemudian ketentuan-ketentuan yang dinyatakan dalam SEMA 8/1980, yaitu :
- Dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dianut azas monogami sebagaimana tertera pada Pasal 3 undang-undang tersebut dan menurut Pasal 4 dan 5 seorang suami hanya dapat berisitri lebih dari seorang bila diizinkan oleh Pengadilan Agama, sedangkan izin termaksud hanya dapat diberikan dalam keadaan dan bila dipenuhi syarat-syarat tercantum dalam pasal-pasal ini;
- Dengan demikian terhadap seorang suami (yang tidak tunduk pada Pasal 27 BW) yang tidak diizinkan beristri lebih dari seorang, berlaku pula azas monogami yang terdapat pada Pasal 27 BW;
- Maka Pasal 284 ayat (1) a KUHP berlaku pula terhadap para suami yang tidak tunduk pada Pasal 27 BW dan tidak ada izin dari Pengadilan Agama untuk beristri lebih dari seorang, yang melakukan perzinaan sesudah berlakunya Undang-Undang Pokok Perkawinan;
- Oleh karena itu, seorang suami yang berzinah, baik hal tersebut dilakukan dengan seorang wanita yang telah maupun yang tidak kawin, melakukan perzinahan ini sebagai “pelaku” (dader);
- Maka dalah hal seorang suami berzinah dengan sorang wanita yang kawin, seperti halnya kasus dalam Putusan Mahkamah Agung tersebut, ia dapat dipersalahkan sebagai “pelaku” perzinahan sebagaima dimaksudkan oleh Pasal 284 ayat (1) 1 a KUHP.
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka memperjelas bahwa yang dimaksud perzinahan (overspel) dalam Pasal 284 ayat (1) KUHP merupakan perbuatan persetubuhan yang dilakukan oleh laki-laki/perempuan dengan lawan jenis yang bukan merupakan pasangan kawinnya.
Tindak pidana gendak/perzinahan (overspel) merupakan delik aduan, yaitu para pelaku tidak dapat dipidanakan tanpa adanya aduan dari suami/istri yang merasa dirugikan atas perbuatan tersebut, sehingga pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku hanya dapat dilakukan berdasarkan aduan dari pihak yang dirugikan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 284 ayat (2) KUHP yang menyatakan sebagai berikut:
“Tidak dilakukan penuntutan melainkan atas pengaduan suami/istri yang tercemar, dan bilamana bagi mereka berlaku pasal 27 BW, dalam tenggang waktu tiga bulan diikuti dengan permintaan bercerai atau pisah-meja dan ranjang karena alasan itu juga.”
Namun, terhadap suatu perbuatan gendak/perzinahan (overspel) yang telah dilaporkan ke Polisi sebagai tindak pidana dapat ditarik kembali selama pemeriksaan dalam sidang pengadilan belum dimulai sebagaimana ketentuan dalam Pasal 284 ayat (4) KUHP.
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim PertanyaanPenyerahan Data Pribadi dari Aplikasi WhatsApp ke Facebook
Kewajiban Orang Tua Kepada Anak Dari Sudut Pandang Hukum

hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.