Menghadang Truk Untuk Konten Berakhir Meregang Nyawa (Pertanggungjawaban Pengemudi Truk Dari Sudut Pandang Hukum Pidana)

Hari Jumat tanggal 7 Juni 2022, sekelompok remaja menghadang truk yang sedang melaju, akibatnya salah satu dari remaja tersebut meninggal dunia karena tertabrak dan terlindas truk, sayangnya tindakan para remaja tersebut diduga dilakukan untuk konten di media sosial.[1]. Hal serupa juga terjadi di beberapa daerah lainnya, dimana remaja-remaja melakukan hal yang ekstrem untuk mengisi konten mereka. Tidak jarang tindakan remaja tersebut pada akhirnya merugikan baik pihak remaja itu sendiri, keluarganya, maupun pihak lainnya. Pada kejadian tanggal 3 Juni 2022, pihak kepolisian telah melakukan penangkapan terhadap sopir truk dan remaja-remaja yang lain yang turut melakukan penghadangan kepada truk.[2]. Hal tersebut guna dilakukan pemeriksaan lebih lanjut terkait aksi para remaja dan peristiwa tabrakan tersebut.

Berkaitan dengan kejadian remaja-remaja yang menghadang truk yang akhirnya membuat timbulnya peristiwa kecelakaan tersebut, maka untuk menentukan apakah sopir truk dapat dipidana atau tidak haruslah terlebih dahulu mencermati ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (selanjutnya disebut UU 22/2009). Pasal 1 butir 24 UU LLAJ menyatakan:

“Kecelakaan Lalu Lintas adalah suatu peristiwa di Jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan Kendaraan dengan atau tanpa Pengguna Jalan lain yang  mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta benda.”

Pasal 229 ayat (1) UU 22/2009 mengklasifikasikan kecelakaan dalam tiga golongan yaitu kecelakaan lallu lintas ringan, kecelakaan lalu lintas sedang, dan kecelakaan lalu lintas berat. Kecelakaan yang mengakibatkan meninggal dunia atau luka berat termasuk dalam kecelakaan lalu lintas berat. Adapun Pasal 229 ayat (5) UU 22/2009 mengatur bahwa kecelakaan lalu lintas yang dimaksud pada Pasal 229 ayat (1) UU 22/2009 dapat disebabkan oleh kelalaian Pengguna Jalan, ketidaklaikan Kendaraan, serta ketidaklaikan Jalan dan/atau lingkungan.

Selanjutnya, berkaitan dengan kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan adanya korban, terdapat ketentuan yang mengharuskan pengemudi, pemilik kendaraan bermotor, dan/atau perusahaan angkutan umum untuk memberikan ganti rugi sebagaimana diatur dalam Pasal 234 ayat (1) UU 22/2009 yang menyatakan:

“Pengemudi, pemilik Kendaraan Bermotor, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh Penumpang dan/atau pemilik barang dan/atau pihak ketiga karena kelalaian Pengemudi.”

Berdasarkan ketentuan tersebut, pengemudi dan/atau pemilik kendaraan bermotor memiliki kewajiban untuk mengganti rugi. Namun demikian, Pasal 234 ayat (3) mengatur:

“Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku jika:

  1. adanya keadaan memaksa yang tidak dapat dielakkan atau di luar kemampuan Pengemudi;
  2. disebabkan oleh perilaku korban sendiri atau pihak ketiga; dan/atau
  3. disebabkan gerakan orang dan/atau hewan walaupun telah diambil tindakan pencegahan.”

Meski demikian, dalam hal korban meninggal dunia maka berlakulah ketentuan dalam Pasal 235 ayat (1) UU 22/2009 yang menyatakan:

“Jika korban meninggal dunia akibat Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (1) huruf c, Pengemudi, pemilik, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum wajib memberikan bantuan kepada ahli waris korban berupa biaya pengobatan dan/atau biaya pemakaman dengan tidak menggugurkan tuntutan perkara pidana.”

Pasal tersebut tidak memberikan pengecualian layaknya Pasal 234 ayat (3) UU 22/2009, sehingga secara normatif apabila terdapat korban dalam suatu kecelakaan lalu lintas, baik itu kesalahan pengemudi atau kesalahan korban sendiri, maka pengemudi, pemilik kendaraan, dan/atau perusahaan angkutan umum haruslah memberikan bantuan kepada ahli waris korban. Dengan demikian, pengemudi truk atau pemilik kendaraan truk harus memberikan bantuan kepada ahli waris korban.

Pasal 235 ayat (1) UU 22/2009 tersebut juga mengatur bahwa apabila terdapat korban meninggal dunia dari kecelakaan lalu lintas, maka pengemudi dapat dipidana. Ketentuan pidana atas kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan adanya korban meninggal dunia diatur dalam Pasal 310 ayat (4) yang menyatakan sebagai berikut:

“Dalam hal kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).”

Berdasar pasal tersebut, tindak pidana yang dimaksud bukanlah pelanggaran melainkan kejahatan sebagaimana dikarenakan pidananya yang berupa pidana penjara. Tindak pidana tersebut tidak lagi memandang kesengajaan dari terduga pelaku tindak pidana, sehingga delik tersebut adalah delik yang didasarkan pada kesengajaan ataupun delik culpa, sehingga pengemudi yang menabrak remaja yang sesungguhnya kesalahan remaja itu sendiri dapat dipidana penjara.

Tidak hanya mengambil nyawa bagi remaja yang menghadang truk tersebut dan memberikan kedukaan bagi keluarganya, tapi tindakan remaja-remaja saat ini yang tanpa pikir panjang tersebut ternyata juga dapat merugikan pihak lain yang sesungguhnya sedang mencari nafkah bagi keluarganya. Oleh karena itu, marilah kita bijak dalam bertindak dan memilah kembali tren yang akan diikuti.

 

[1] https://megapolitan.okezone.com/read/2022/06/07/338/2607201/viral-remaja-terlindas-truk-karena-sengaja-menghadang

[2] https://www.kompas.tv/article/295828/marak-aksi-hadang-truk-demi-konten-remaja-usia-18-tahun-tewas-di-tempat-akibat-tertabrak

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.