Mengenal Actio Pauliana Dalam Hukum Perdata

Actio pauliana adalah hak yang diberikan kepada kreditur untuk mengajukan dibatalkannya segala perbuatan yang tidak diwajibkan untuk dilakukan oleh debitor tersebut, sedangkan debitor mengetahui bahwa dengan perbuatannya itu kreditor dirugikan. Hak tersebut merupakan perlindungan yang diberikan oleh hukum bagi kreditor atas perbuatan debitor yang dapat merugikan kreditor.[1] Actio Pauliana diatur dalam ketentuan Pasal 1341 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yang menyatakan bahwa:
Meskipun demikian, kreditur boleh mengajukan tidak berlakunya segala tindakan yang tidak diwajibkan yang dilakukan oleh debitur, dengan nama apa pun juga yang merugikan kreditur; asal dibuktikan bahwa ketika tindakan tersebut dilakukan, debitur dan orang yang dengannya atau untuknya debitur itu bertindak, mengetahui bahwa tindakan itu mengakibatkan kerugian bagi para kreditur.
Hak-hak yang diperoleh pihak ketiga dengan itikad baik atas barang-barang yang menjadi obyek dan tindakan yang tidak sah, harus dihormati.
Untuk mengajukan batalnya tindakan yang dengan cuma-cuma dilakukan debitur, cukuplah kreditur menunjukkan bahwa pada waktu melakukan tindakan itu debitur mengetahui bahwa dengan cara demikian dia merugikan para kreditur, tak peduli apakah orang yang diuntungkan juga mengetahui hal itu atau tidak.
Actio Pauliana adalah suatu upaya hukum untuk membatalkan transaksi yang dilakukan oleh debitor untuk kepentingan debitor tersebut yang dapat merugikan kepentingan kreditornya. Misalnya menjual barang-barangnya sehingga barang tersebut tidak dapat lagi disita, dijaminkan oleh pihak kreditor.[2] Ada satu unsur penting yang menjadi patokan dalam pengaturan actio pauliana dalam Pasal 1341 KUH Perdata, yaitu unsur itikad baik (good faith). Pembuktian ada atau tiadanya unsur itikad baik menjadi landasan dalam menentukan perbuatan tersebut termasuk perbuatan yang tidak diwajibkan atau diwajibkan.
Ketentuan actio pauliana dalam Pasal 1341 KUH Perdata ini berkaitan dengan ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata yang mengatur mengenai prinsip paritas creditorium yang menyatakan bahwa:
Segala barang-barang bergerak dan tak bergerak milik debitur, baik yang sudah ada maupun yang akan ada, menjadi jaminan untuk perikatan-perikatan perorangan debitur itu.
Hal ini karena dengan Pasal 1131 KUH Perdata ditentukan bahwa semua harta kekayaan Debitur demi hukum menjadi jaminan atas utang-utang Debitur. Dengan demikian, maka Debitur sebenarnya tidak bebas terhadap harta kekayaannya ketika ia memiliki utang kepada pihak lain, dalam hal ini kepada Kreditur.[3] Jika dilihat dari Pasal 1341 di atas, dapat diketahui bahwa ada 2 (dua) macam perbuatan hukum yang tidak diwajibkan, antara lain sebagai berikut:
- Perbuatan hukum yang bersifat timbal balik, artinya perbuatan hukum yang bersifat timbal balik adalah suatu perbuatan hukum dimana ada dua pihak yang saling berprestasi. Contohnya: perjanjian jual beli, perjanjian sewa menyewa, dan lain-lain.
- perbuatan hukum yang bersifat sepihak, artinya suatu perbuatan hukum dimana hanya ada satu pihak yang mempunyai kewajiban atas prestasi terhadap pihak lain. Contohnya: Hibah.[4]
Kreditur yang merasa dirugikan dapat mengajukan Actio Pauliana seperti yang dimaksud Pasal 1341 Ayat (3) KUH Perdata dengan menunjukkan bahwa pada waktu melakukan tindakan itu debitur mengetahui bahwa telah merugikan kreditur. Misalnya actio pauliana dalam perkara kepailitan, pengadilan berhak untuk mengangkat seorang Kurator yang bertugas mengurus dan membereskan harta kepailitan. Selain itu Kurator dapat mengajukan gugatan pembatalan atas segala perbuatan debitur yang dinilai merugikan pihak Kreditur kepada pengadilan. Actio Pauliana dalam perkara kepailitan diatur dalam Pasal 41 sampai Pasal 49 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang (UU KPKPU).
Secara umum, akibat hukum adanya pembatalan perjanjian yang disebabkan karena Actio Paulina, maka segala bentuk kewajiban perbuatan hukum dengan pihak siapa perbuatan hukum itu dilakukan. Dalam perkara kepailitan, apabila terdapat pembatalan actio pauliana, berdasarkan Pasal 49 UU KPKPU setiap orang yang telah menerima benda yang merupakan bagian dari harta pailit, maka pihak yang menerima barang berkewajiban hukum untuk
- Mengembalikan benda tersebut kepada Kurator. Selanjutnya benda tersebut dimasukkan ke dalam daftar harta pailit dengan membuat catatan atas asal usul barang tersebut dan melaporkannya pada hakim pengawas.
- Jika penerima barang tidak lagi dapat mengembalikannya dalam wujud benda yang diterimanya karena benda habis karena pemakaian atau hilang, penerima barang wajib mengganti dengan sejumlah uang senilai benda yang diterimanya terdahulu.
- Kurator wajib mengembalikan benda yang telah diterima oleh Debitor atau nilai penggantiannya sepanjang pengembalian tersebut menguntungkan harta pailit. Pihak yang menyerahkan barang dapat berkedudukan sebagai kreditor konkuren untuk kekurangan nilai barang yang dikembalikan oleh kurator.
Terdapat salah satu kasus yang telah diputus oleh Pengadilan Negeri Medan terkait gugatan actio pauliana yakni Putusan Nomor 07/PDT.SUS-ACTIO PAULIANA/2015/PN NIAGA MDN. Putusan tersebut menerima dan mengabulkan gugatan actio pauliana yang diajukan oleh Penggugat. Dalam putusan tersebut, hakim dalam pertimbangannya menyatakan bahwa penggugat dapat membuktikan peristiwa yang disengketakan yaitu perbuatanTergugat I mengalihkan dengan cara menjual aset kepada Tergugat II dan dana hasil penjualan boedel pailit ditransfer kepada tergugat VII dengan cara set off, sehingga menyebabkan tergugat I tidak mempunyai dana untuk melunasi kewajibannnya pada para kreditornya. Dan perbuatan itu dilakukan dalam kurun waktu 1 (satu) tahun sebelum pernyataan pailit Tergugat I diucapkan.[5]
Penulis: Rizky. P.J, S.H
Editor: Mirna. R, S.H., M.H., CCD & R. Putri. J, S.H., M.H., CTL., CLA
[1] Sutan Remy Syahdeini, Hukum Kepailitan, Grafiti, Jakarta, 2002, halaman 298
[2] Munir Fuady, Hukum Kepailitan, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 2002, halaman 93
[3] Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan: Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan, Prenada Media Group, Jakarta, 2009, halaman 175
[4] Jono, Hukum Kepailitan, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, halaman 134
[5] Mahkamah Agung, Direktori Putusan Pengadilan Niaga Medan Nomor 07/PDT.SUS-ACTIO PAULIANA/2015/PN NIAGA MDN, https://putusan3.mahkamahagung.go.id/direktori/putusan/783af1f04c02c4640b0e126d0ba5df5b.html
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim PertanyaanKehadiran Saksi Membuat Pengamanan Sidang Ketat Hingga Penasehat Hukum...
Gugatan Lain-Lain Dalam Kepailitan

hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.