Memelihara Hewan Langka
Hewan langka merupakan satwa yang keberadaannya sudah hampir punah sehingga dilindungi dalam peraturan perundang-undangan. Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (selanjutnya disebut UU 5/1990) menyatakan bahwa satwa adalah semua binatang yang hidup di darat, dan atau di air, dan atau di udara. Sebagaimana telah dijelaskan dalam artikel sebelumnya yang berjudul “Jual Beli Hewan Langka” Pasal 20 UU 5/1990 membedakan hewan dan tumbuhan menjadi 2 (dua) golongan, yaitu:
- Tumbuhan dan satwa digolongkan dalam jenis:
- tumbuhan dan satwa yang dilindungi;
- tumbuhan dan satwa yang tidak dilindungi.
- Jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) digolongkan dalam:
- tumbuhan dan satwa dalam bahaya kepunahan;
- tumbuhan dan satwa yang populasinya jarang.
Ketentuan lebih lanjut mengenai hewan yang digolongkan sebagai hewan langka diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi (selanjutnya disebut Permenlhk 20/2018).
Dalam artikel sebelumnya juga telah disebutkan bahwa memelihara hewan atau satwa yang dilindungi pada dasarnya tidak diperbolehkan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 21 ayat (2) UU 5/1990 yang menyatakan sebagai berikut:
“Setiap orang dilarang untuk:
- Menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup;
- Menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati;
- Mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia;
- Memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh, atau bagian-bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia;
- Mengambil, merusak, memusnahkan, memperniagakan, menyimpan atau memiliki telur dan atau sarang satwa yang dillindungi.”
Dalam Pasal 40 ayat (2) dan (4) juga dinyatakan bahwa pelanggaran terhadap ketentuan dalam Pasal 21 ayat (2) dapat dikenakan ancaman pidana sebagai berikut:
Pasal 40 ayat (2)
Barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 33 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
Pasal 40 ayat (4)
Barang siapa karena kelalaiannya melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 33 ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Namun, peraturan tersebut hanya berlaku terhadap satwa langka yang diambil langsung dari habitatnya. Sedangkan apabila seseorang ingin memelihara atau ingin membuat penangkaran terhadap hewan tersebut, yang dapat dipelihara yaitu spesimen generasi kedua (F2) sebagaimana ketentuan dalam Pasal 18 ayat (2) Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.19/Menhut-II/2005 tentang Penangkaran Tumbuhan dan Satwa Liar (selanjutnya disebut Permenhut 19/2005).
Sejauh yang telah kami telusuri, tidak ditemukan adanya aturan atau prosedur secara nasional agar seseorang dapat memiliki izin memelihara hewan langka. Namun berdasarkan rangkuman hasil wawancara bersama Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati (KKH) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada tanggal 1 Maret 2016 dinyatakan bahwa berikut beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk dapat memelihara hewan langka atau hewan lindung, yaitu:[1]
- Mengajukan surat izin ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam dalam bentuk proposal izin menangkarkan atau memelihara hewan dilindungi.
- Salinan Kartu Tanda Penduduk (KTP) untuk individu atau perseorangan serta akta notaris untuk badan usaha.
- Surat Bebas Gangguan Usaha dari kecamatan setempat. Surat ini berisi keterangan bahwa aktivitas penangkaran dan pemeliharaan hewan tidak mengganggu lingkungan sekitar.
- Bukti tertulis asal-usul indukan. Bukti ini memuat syarat tentang indukan dari hewan yang dipelihara. Indukan hewan dilindungi yang akan dipelihara harus berasal dari hewan yang telah didaftarkan sebagai hewan yang dipelihara atau ditangkarkan secara sah pula. Artinya, hewan hasil tangkapan liar dilarang untuk dipelihara karena tidak memenuhi syarat ini. Di sini dapat diketahui syarat hewan yang akan dipelihara telah melewati tiga generasi penangkaran oleh manusia.
- Berita Acara Pemeriksaan kesiapan teknis, mencakup kandang tempat penangkaran atau pemeliharaan hewan dilindungi, kesiapan pakan dalam memelihara hewan dilindungi, perlengkapan memelihara hewan, dan lain-lain.
- Surat Rekomendasi dari kepala BKSDA setempat jika hewan tersebut berasal dari daerah lain.
Hal tersebut selaras dengan Standart Operational Procedure (SOP) yang dikeluarkan oleh Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Timur dalam Kode Dokumen SOP-SP.01.04 yang diterbitkan pada tanggal 9 September 2009.[2]
[1] https://www.greeners.co/berita/masyarakat-juga-bisa-memelihara-hewan-langka-dilindungi/
[2] https://bbksdajatim.org/wp-content/uploads/2012/07/SOP-SP2-01.04-Penangkaran-TSL.pdf
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim PertanyaanJual Beli Hewan Langka
Bagaimanakah Mengklaim Hak Atas Tanah Setelah Bertahun-tahun?
hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.