Memberikan Wasiat Kepada Selingkuhan

Berbicara mengenai wasiat, maka erat kaitannya dengan harta warisan. Menurut pemberlakuannya, dalam peraturan perundang-undangan wasiat dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu wasiat berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) dan Kompilasi Hukum Islam (KHI). Berkaitan dengan tema artikel kali ini, maka pemberian wasiat terhadap selingkuhan akan dibahas lebih rinci sebagai berikut:

  1. Memberikan Wasiat Kepada Selingkuhan Berdasarkan KUHPer

Pasal 875 KUHPer menyatakan bahwa surat wasiat atau testamen adalah sebuah akta berisi pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya terjadi setelah ia meninggal, yang dapat dicabut kembali olehnya. Wasiat dibuat oleh seseorang semasa hidupnya yang erat kaitannya dengan pembagian harta miliknya. Wasiat dalam KUHPer dapat dilakukan dengan hibah wasiat atau dengan pengangkatan ahli waris sebagaimana ketentuan dalam Pasal 876 KUHPer. Namun, dalam pemberian harta warisan seseorang melalui wasiat tidak boleh melebihi legitime portie. Secara hukum jika wasiat melanggar legitieme portie, maka wasiat tersebut akan mejadi batal demi hukum. Namun, Mahkamah Agung membuat kaidah bahwa jika ada pelanggaran terhadap legitime portie ahli waris, jika ahli waris tersebut merasa tidak dirugikan maka sifatnya menjadi dapat dibatalkan, jika ahli waris tidak menuntut bagiannya ke pengadilan maka akta tersebut dapat dianggap sah.[1] Hal ini sejalan dengan ketentuan dalam Pasal 881 KUHPer yang menyatakan sebagai berikut:

“Dengan pengangkatan ahli waris itu atau pemberian hibah wasiat secara demikian, pewaris tidak boleh merugikan para ahli waris, yang berhak atas suatu bagian menurut undang-undang.”

Berdasarkan hal tersebut, maka wasiat yang diberikan oleh pewaris tidak boleh merugikan hak ahli waris sebagai orang yang paling berhak atas warisan tersebut.

Pada dasarnya pewaris dapat mewasiatkan harta warisan miliknya kepada siapapun, kecuali yang tidak diperkenankan dalam undang-undang. Pihak-pihak yang tidak diperkenankan oleh undang-undang untuk mendapat keuntungan dari wasiat yaitu sebagai berikut:

    1. Dokter, ahli penyembuhan, ahli obat-obatan dan orang-orang lain yang menjalankan ilmu penyembuhan ketika merawat pewaris (Pasal 906 KUHPer);
    2. Pengabdi agama yang membantu pewaris ketika sakit (Pasal 906 KUHPer);
    3. Notaris yang membuat wasiat (Pasal 907 KUHPer);
    4. Pelaku perzinaan atau kawan berzina pewaris (Pasal 909 KUHPer);
    5. Orang yang tidak cakap untuk mendapatkan warisan (Pasal 911 KUHPer); dan
    6. Orang yang dijatuhi hukuman karena telah membunuh pewaris, orang yang telah menggelapkan, memusnahkan atau memalsukan surat wasiat pewaris, atau orang yang dengan paksaan atau kekerasan telah menghalangi pewaris untuk mencabut atau mengubah surat wasiatnya, serta isteri atau suaminya dan anak-anaknya (Pasal 912 KUHPer).

Berdasarkan ketentuan tersebut, maka pelaku perzinaan atau kawan berzina pewaris dapat diartikan sama halnya dengan selingkuhan tidak diperkenankan untuk mendapatkan warisan melalui wasiat yang dibuat oleh Pewaris. Apabila hal tersebut diketahui setelah pewaris meninggal maka wasiat tersebut batal demi hukum karena tidak diperbolehkan oleh undang-undang.

  1. Memberikan Wasiat Kepada Selingkuhan Berdasarkan KHI

Pasal 171 huruf f KHI menyatakan bahwa wasiat adalah pemberian suatu benda dari pewaris kepada orang lain atau lembaga yang akan berlaku setelah pewaris meninggal dunia. Pada dasarnya dalam KHI, wasiat dapat diberikan kepada siapapun oleh orang-orang sebagaimana ketentuan dalam Pasal 194 KHI yaitu :

    1. Orang yang telah berumur sekurang-kurangnya 21 tahun, berakal sehat dan tanpa adanya paksaan dapat mewasiatkan sebagian harta bendanya kepada orang lain atau lembaga;
    2. Harta benda yang diwasiatkan harus merupakan hak dari pewasiat;
    3. Pemilikan terhadap harta benda seperti dimaksud dalam ayat (1) pasal ini baru dapat dilaksanakan sesudah pewasiat meninggal dunia.

Berbeda halnya dengan ketentuan dalam KUHPer, wasiat yang dibuat oleh Pewaris dapat diberikan kepada siapapun dengan ketentuan bahwa wasiat yang diberikan kepada orang lain yang bukan ahli waris yaitu maksimal 1/3 (sepertiga) dari harta warisan kecuali semua ahli waris menyetujui sebagaimana ketentuan dalam Pasal 195 ayat (2) KHI. Apabila wasiat melebihi sepertiga dari harta warisan sedangkan ahli waris ada yang tidak menyetujui, maka wasiat hanya dilaksanakan sampai sepertiga harta warisnya sebagaimana ketentuan dalam Pasal 201 KHI. Dalam KHI juga tidak menyebutkan mengenai larangan pemberian harta warisan melalui wasiat kepada selingkuhan sebagaimana ketentuan dalam KUHPer. Berdasarkan hal tersebut, maka secara hukum Islam pemberian wasiat kepada selingkuhan yang dilakukan oleh pewaris diperbolehkan atau tidak ada larangan dengan syarat sebagaimana ketentuan dalam Pasal 195 dan Pasal 201 KHI.

[1] Yanuar Suryadini dan Alifiana Tanasya Widiyanti, Akibat Hukum Hibah Wasiat yang Melebihi Legitime Portie, Jurnal Media Iuris, Vol. 3, No. 2, Surabaya : Universitas Airlangga, hal. 251

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.