Masa Tunggu Atau Masa Iddah

Masa Tunggu Atau Masa Iddah merupakan istilah bagi waktu untuk seorang janda dapat menikah lagi. Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (selanjutnya disebut UU Perkawinan) mengatur

Bagi seorang wanita yang putus perkawinannya berlaku jangka waktu tunggu

Selanjutnya, Pasal 11 ayat (2) UU Perkawinan menyatakan bahwa masa tunggu tersebut akan diatur dalam Peraturan Pemerintah.

 

Peraturan Pemerintah yang terbit dan mengatur lebih lanjut tentang masa tunggu atau masa iddah adalah Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (selanjutnya disebut “PP Perkawinan”). Masa tunggu atau masa iddah yang berlaku dalam Hukum Islam yang tertuang dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam (selanjutnya disebut “KHI”), berbeda dengan masa tunggu atau masa iddah dalam PP Perkawinan.

 

Masa Tunggu Dalam PP Perkawinan

Pasal 39 ayat (1) PP Perkawinan mengatur tentang Masa Tunggu sebagai berikut:

Waktu tunggu bagi seorang janda sebagai dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) Undang-undang ditentukan sebagai berikut :

  1. Apabila perkawinan putus karena kematian, waktu tunggu ditetapkan 130 (seratus tiga puluh) hari
  2. Apabila perkawinan putus karena perceraian, waktu tunggu bagi yang masih berdatang bulan ditetapkan 3 (tiga) kali suci dengan sekurang-kurangnya 90 (sembilan puluh) hari dan bagi yang tidak berdatang bulan ditetapkan 90 (sembilan puluh) hari ;
  3. Apabila perkawinan putus sedang janda tersebut dalam keadaan hamil, waktu tunggu ditetapkan sampai melahirkan.”

Selanjutnya, Pasal 39 ayat (2) PP Perkawinan mengatur:

Tidak ada waktu tunggu bagi janda yang putus perkawinan karena perceraian sedang antara janda tersebut dengan bekas suaminya belum pernah terjadi hubungan kelamin.

Perhitungan jangka waktu tunggu atau masa tunggu bagi perkawinan yang putus karena perceraian dihitung sejak putusan pengadilan dimaksud berkekuatan hukum tetap.

 

Masa tunggu dalam KHI

Masa Iddah dalam KHI diatur dalam Pasal 153 ayat (2) yang menyatakan:

Waktu tunggu bagi seorang janda ditentukan sebagai berikut :

  1. Apabila perkawinan putus karena kematian, walaupun qobla al dukhul, waktu tunggu ditetapkan 130 (seratus tiga puluh) hari:
  2. Apabila perkawinan putus karena perceraian,waktutunggubagi yang masih haid ditetapkan 3 (tiga) kali suci dengan sukurang-kurangnya 90 (sembilan puluh) hari, dan bagi yang tidak haid ditetapkan 90 (sembilan puluh) hari;
  3. Apabila perkawinan putus karena perceraian sedang janda tersebut dalam keadaan hamil, waktu tunggu ditetapkan sampai melahirkan;
  4. Apabila perkawinan putus karena kematian, sedang janda tersebut dalam keadaan hamil, waktu tunggu ditetapkan sampai melahirkan.

Adapun jika perkawinan putus dalam keadaan Qobla al dukhul, maka tidak ada masa tunggu bagi janda dimaksud.

 

 

Berdasarkan uraian di atas, maka pada dasarnya perbedaan antara masa tunggu dalam PP Perkawinan dan KHI tidak jauh berbeda.

 

 

Penulis: Robi Putri J., S.H., M.H., CTL., CLA.

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.