Merger, Akuisisi dan Konsolidasi

Merger, akuisisi, dan konsolidasi merupakan istilah yang tidak dapat ditemukan dalam undang-undang yang berlaku saat ini. Hal tersebut dikarenakan undang-undang mengenalnya dengan istilah, penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan.

A. Merger (Penggabungan)

Menurut Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) jo. Pasal 109 angka 1 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker), menjelaskan definisi penggabungan (merger) sebagai berikut.

Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan  oleh satu Perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Perseroan lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari Perseroan yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada Perseroan yang menerima penggabungan dan selanjutnya status badan hukum Perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum.

Berdasarkan ketentuan tersebut, maka diperoleh kesimpulan bahwa perbuatan hukum merger terjadi apabila terdapat perusahaan yang memutuskan diri untuk bergabung, dan terdapat perusahaan yang menerima penggabungan tersebut. Misalnya perusahaan A menginginkan bergabung dengan perusahaan B, maka perusahaan B sebagai penerima status badan hukumnya tetap ada, sedangkan perusahaan A status badan hukumnya telah berakhir. Secara teoritis, merger dapat dibagi menjadi dua, yaitu merger horizontal dan merger vertikal.  Merger horizontal adalah penggabungan dua perseroan atau lebih yang memiliki jenis usaha yang sama dan berada di daerah yang sama. Sedangkan merger vertikal, adalah penggabungan perseroan yang mempunyai kedudukan bertingkat, misalnya satu perseroan bergerak pada bidang produksi, sedangkan yang lainnya bergerak pada bidang pemasaran.[1]

Secara lebih spesifik pengaturan mengenai merger diatur dalam Pasal 122-123 UUPT. Pada Pasal 122 ayat (3) dijelaskan implikasi dari hilangnya status badan hukum dalam proses penggabungan tersebut.

Dalam hal berakhirnya Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),

  1. aktiva dan pasiva Perseroan yang menggabungkan atau meleburkan diri beralih karena hukum kepada Perseroan yang menerima Penggabungan atau Perseroan hasil Peleburan;
  2. pemegang saham Perseroan yang menggabungkan atau meleburkan diri karena hukum menjadi pemegang saham Perseroan yang menerima Penggabungan atau Perseroan hasil Peleburan; dan
  3. Perseroan yang menggabungkan atau meleburkan diri berakhir karena hukum terhitung sejak tanggal Penggabungan atau Peleburan mulai berlaku.”

 

Contoh merger yang terjadi di Indonesia adalah merger antara Tokopedia dan Gojek yang saat ini dikenal dengan GoTo.

B. Konsolidasi (Peleburan)

Konsolidasi adalah perbuatan hukum dua atau lebih perusahaan yang memutuskan untuk melakukan peleburan. Berbeda dengan merger yang hanya menghilangkan status badan hukum dari perusahaan yang memutuskan bergabung, dan tidak menghilangkan status hukum yang menerima penggabungan. Konsolidasi membuat status badan hukum setiap perusahaan yang memutuskan melebur itu hilang, dan digantikan dengan status badan hukum yang baru. Misal perusahaan A dan B melebur, maka hasil dari peleburan itu akan menghasilkan perusahaan baru yakni perusahaan C. Hal ini bersesuaian dengan dasar hukum konsolidasi dalam Pasal 1 angka 10 UUPT yang menguraikan sebagai berikut.

Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua Perseroan atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan satu Perseroan baru yang karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari Perseroan yang meleburkan diri dan status badan hukum Perseroan yang meleburkan diri berakhir karena hukum.

Kendati merger dan konsolidasi berbeda, namun ketentuan spesifik mengenai marger diatur secara bersama dalam Pasal 122 UUPT. Selain itu, ketentuan Pasal 123 UUPT yang berkaitan dengan merger berlaku mutatis mutandis terhadap konsolidasi. Hal ini secara eksplisit, diatur dalam Pasal 124 UUPT yang menentukan bahwa “Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123 mutatis mutandis berlaku bagi Perseroan yang akan meleburkan diri.” Adapun contoh konsolidasi perusahaan yang terjadi di Indonesia adalah Peleburan PT. Telecom Smart dan PT. Telecom Tbk Mobile-8 menjadi Smartfren.

C. Akuisisi (Pengambilalihan)

Selain merger dan konsolidasi, dalam hukum perusahaan dikenal adanya akuisisi. Istilah akuisisi dalam hukum disebut dengan pengambilalihan. Pasal 1 angka 11 UUPT j.o Pasal 109 angka 1 UU Ciptaker menjelaskan bahwa “Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih saham Perseroan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas Perseroan tersebut.” Berdasarkan hal tersebut, perbedaan yang paling mendasar antara akuisisi dengan konsolidasi ataupun marger, adalah akuisisi tidak menghilangkan status badan hukum perusahaan yang terlibat dalam akuisisi, melainkan hanya mengalihkan kekuasaan untuk mengendalikan perusahaan yang diakuisisi. Misalnya, perusahaan A melakukan akuisisi terhadap perusahaan B. Status hukum perusahaan B tetap ada, namun perusahaan A memiliki kekuasaan mengendalikan perusahaan B melalui saham yang telah dimilikinya (saham mayoritas). Selain itu, jika merger dan konsolidasi hanya dimungkinkan terhadap subjek hukum berupa badan hukum, akuisisi dapat dilakukan oleh orang perorangan. Hal tersebut diatur dalam Pasal 25 ayat (2) “Pengambilalihan dapat dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan.” Proses akuisisi yang pernah terjadi di Indonesia adalah akuisisi PT Freeport Indonesia oleh PT. Inalum.

[1] Zainal Azikin dan L. Wira Pria Suhartana, (2016), Pengantar Hukum Perusahaan, Jakarta: Kencana, hlm. 112-113.

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.