Mahkamah Konstitusi Mengabulkan Permohonan Pengujian Undang-Undang Mahkamah Konstitusi

Tanggal 8 Juni 2022, Mahkamah Konstitusi menjatuhkan putusan terhadap putusan Register Perkara Nomor 56/PUU-XX/2022. Adapun permohonan tersebut diajukan terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi (salanjutnya disebut UU MK), yaitu terhadap Pasal 27A ayat (2) huruf b yang menyatakan sebagai berikut:

Untuk menegakkan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim Konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibentuk Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi yang beranggotakan terdiri atas:

  1. 1 (satu) orang hakim konstitusi;
  2. 1 (satu) orang anggota Komisi Yudisial;
  3. 1 (satu) orang akademisi yang berlatas belakang di bidang hukum;
  4. Dihapus; dan
  5. Dihapus

Ketentuan tersebut di atas, pada intinya mengatur bahwa salah satu unsur Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi adalah Komisi Yudisial. Sebagai informasi bahwa sebelumnya unsur dari Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi terdiri atas 5, yaitu 1 orang hakim konstitusi, 1 orang anggota Komisi Yudisial, 1 orang dari unsur pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum, dan 1 orang hakim agung.

Pada akhirnya, permohonan yang diajukan oleh Ignatius Supriyadi, S.H., LL.M., tersebut diputus oleh Mahkamah Konstitusi dengan amar putusan sebagai berikut:

  1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian.
  2. Menyatakan Pasal 27A ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 216, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6554) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa “1 (satu) orang anggota Komisi Yudisial” tidak dimaknai “1 (orang) dari unsur tokoh masyarakat yang memiliki integritas tinggi yang memahami hukum dan konstitusi serta tidak menjadi anggota dari partai politik manapun”.
  3. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.

Berdasar pada putusan tersebut, unsur dalam Majelis Kehormatan MK sudah tidak ada lagi unsur dari Komisi Yudisial.

Disamping itu Mahkamah Konstitusi juga baru saja menjatuhkan putusan terkait pengujian UU MK lagi pada tanggal 20 Juni 2022, yaitu Perkara Register Nomor 96/PUU-XVIII/2020. Permohonan pengujian kali ini adalah terkait dengan Pasal 87 huruf a yang menyatakan:

Hakim konstitusi yang saat ini menjabat sebagai Ketua atau Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi tetap menjabat sebagai Ketua atau Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi sampai dengan masa jabatannya berakhir berdasarkan ketentuan undang-undang ini.”

Atas permohonan yang diajukan oleh Dr. Ir. Priyanto, S.H., M.H., M.M., tersebut, Mahkamah Konstitusi menjatuhkan putusan sebagai berikut:

  1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian;
  2. Menyatakan Pasal 87 huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia  Tahun 2020 Nomor 216, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia  Nomor 6554) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik  Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
  3. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya;
  4. Menolak permohonan Pemohon untuk selain dan selebihnya.

Dengan demikian, jabatan Ketua Hakim Konstitusi harus tetap dipilih dan tidak boleh ditetapkan tanpa adanya pemilihan sebagaimana diatur dalam Pasal 87 huruf a UU MK meski pasal tersebut merupakan pasal peralihan.

Kedua putusan di atas merupakan putusan Mahkamah Konstitusi yang dijatuhkan atas permohonan pengujian terhadap UU MK itu sendiri. Beberapa orang mungkin bertanya-tanya mengapa Mahkamah Konstitusi memeriksa dan memutus permohonan pengujian undang-undang yang mengatur tentang dirinya sendiri, dan mempertanyakan independensi serta imparsialitas Majelis dalam memutus. Namun demikian, perlu diingat bahwa Mahkamah Konstitusi yang merupakan salah satu lembaga peradilan selain Mahkamah Agung, adalah satu-satunya lembaga yudisial yang dapat menguji undang-undang terhadap UUD 1945. Adapun Mahkamah Konstitusi sebenarnya telah pernah melakukan pengujian terhadap undang-undang yang mengatur tentang dirinya, diantaranya adalah dalam perkara Register Nomor 49/PUU-IX/2011 yang diputus tanggal 18 Oktober 2011, putusan mana yang pertimbangannya kembali dikutip dalam putusan Register Nomor  56/PUU-XX/2022. Diantara kutipan tersebut, dikutip alasan dapatnya Mahkamah Konstitusi memeriksa dan memutus pengujian undang-undang yang mangatur terkait Mahkamah Konstitusi, yaitu:

  1. Tidak ada forum lain yang bisa mengadili permohonan ini;
  2. Mahkamah tidak boleh menolak mengadili permohonan yang diajukan kepadanya dengan alasan tidak ada atau tidak jelas mengenai hukumnya;
  3. Kasus ini merupakan kepentingan konstitusional bangsa dan negara, bukan semata-mata kepentingan institusi Mahkamah itu sendiri atau kepentingan perseorangan hakim konstitusi yang sedang menjabat.

Pada dasarnya dalam peradilan dikenal asas nemo judex idoneus in propria causa atau nemo debet esse iudex in (propria) sua causa, yang jika diterjemahkan berarti hakim dilarang untuk memeriksa dan memutus perkara yang menyangkut kepentingan dirinya. Asas tersebut pula yang mengharuskan hakim untuk mundur dalam perkara perdata dan/atau pidana ataupun perkara TUN manakala hakim tersebut memiliki hubungan dengan pihak-pihak yang berperkara.

Meski demikian, sebagaimana yang telah diuraikan di atas, tidak ada lagi lembaga yang dapat menguji undang-undang terhadap UUD 1945. Di samping itu, dengan hakim Mahkamah Konstitusi yang pemilihannya berasal dari DPR, Presiden, dan Mahkamah Agung, diharapkan putusan yang diberikan merupakan perwakilan dari rakyat, dan lembaga peradilan yang dapat membawa keadilan, kepastian dan kemanfaatan dalam setiap undang-undang yang berlaku di Indonesia tanpa menyalahi UUD 1945.

 

 

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.