Legalisasi Aborsi di Indonesia
Secara istilah kata aborsi merupakan kata serapan dari bahasa Inggris “abortion” dan bahasa latin “abortus” yang artinya keguguran kandungan.[1] Sedangkan secara hukum tidak ada definisi khusus mengenai aborsi yang dinyatakan oleh peraturan perundang-undangan. Dasar hukum mengenai aborsi diatur dalam ketentuan Pasal 75 sampai dengan Pasal 77 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (selanjutnya disebut UU Kesehatan) dan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi (selanjutnya disebut PP Kesehatan Reproduksi). Pasal 75 ayat (1) UU Kesehatan menyebutkan bahwa setiap orang dilarang melakukan aborsi, kecuali sebagaimana ketentuan dalam Pasal 75 ayat (2) UU Kesehatan yaitu :
- Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau
- Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.
Namun, tindakan pengecualian sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 75 ayat (2) UU Kesehatan hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang. Indikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 yata (2) UU Kesehatan dijelaskan lebih lanjut dalam Pasal 32 sampai dengan Pasal 34 PP Kesehatan Reproduksi. Pasal 32 ayat (1) PP Kesehatan Reproduksi menyatakan bahwa yang dimaksud dengan kedaruratan medis meliputi :
- kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan ibu; dan/atau
- kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan janin, termasuk yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan.
Sedangkan Pasal 34 ayat (1) PP Kesehatan reproduksi menyatakan bahwa kehamilan akibat perkosaan merupakan kehamilan hasil hubungan seksual tanpa adanya persetujuan dari pihak perempuan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang dibuktikan dengan hal-hal sebagaimana ketentuan Pasal 34 ayat (2) PP Kesehatan Reproduksi :
- usia kehamilan sesuai dengan kejadian perkosaan, yang dinyatakan oleh surat keterangan dokter; dan
- keterangan penyidik, psikolog, dan/atau ahli lain mengenai adanya dugaan perkosaan.
Pasal 76 UU Kesehatan menyebutkan bahwa aborsi hanya dapat dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut :
- sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis;
- oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri;
- dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
- dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
- penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri.
Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung jawab serta bertentangan dengan norma agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana ketentuan Pasal 77 UU Kesehatan. Orang yang melakukan aborsi bukan dengan alasan sebagaimana ketentuan Pasal 75 ayat (2) UU Kesehatan diaggap melalukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) sebagaimana ketentuan Pasal 194 UU Kesehatan. Selain ketentuan Pasal 194 UU Kesehatan, pidana terhadap aborsi juga telah diakomodir dalam ketentuan Pasal 299 ayat (1), Pasal 346, Pasal 347, Pasal 348, dan Pasal 349 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (selanjutnya disebut KUHP) yang menyatakan hal-hal sebagai berikut :
Pasal 299
Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat puluh lima ribu rupiah.
Pasal 346
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Pasal 347
- Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun;
- Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 348
- Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan;
- Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 349
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.
Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 2 huruf c juncto Pasal 4 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (selanjutnya disebut UU Anak) yang menyatakan bahwa setiap anak berhak untuk hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Sebagaimana ketentuan dalam Pasal 1 angka 1 UU Perlindungan anak bahwa yang dimaksud dengan anak adalah :
“Seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas)tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.”
Berdasarkan hal tersebut, maka ketentuan mengenai larangan aborsi sejalan dengan hak-hak anak sebagaimana yang dituangkan dalam UU Perlindungan Anak.
[1] Mufliha Wijayati, Aborsi Akibat Kehamilan yang tak Diinginkan (KTD) : Kontestasi antara Pro-Live dan Pro-Choice, Artikel Ilmiah, https://media.neliti.com/media/publications/57114-ID-aborsi-akibat-kehamilan-yang-tak-diingin.pdf
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim PertanyaanProtokol Kesehatan Ketika Ada Pandemi
Penahanan Pasien Karena Tidak Dapat Membayar Rumah Sakit
hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.