Larangan Peredaran Rokok Batangan

Pada akhir tahun 2022 lalu, beredar informasi terkait dengan larangan peredaran rokok batangan. Hal ini juga disampaikan oleh Presiden Joko Widodo saat kunjungannya ke Subang, Jawa Barat yang mengatakan bahwa larangan peredaran rokok batangan bertujuan untuk menjaga kesehatan masyarakat khususnya anak remaja.[1] Selain itu menurut keterangan Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi, sekitar 78% penjualan rokok di kawasan dekat sekolah mencantumkan harga ketengan (batangan) sehingga harganya lebih terjangkau. Inilah yang menurutnya menjadi pemicu prevalensi merokok dalam kelompok anak dan remaja terus meningkat dan diperkirakan akan tumbuh sekitar 15% pada 2024.[2]

Ketentuan peredaran rokok sebenarnya telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 109 tahun 2012 Tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan (PP 109/2012). Pasal 1 Angka 3 memberikan definisi terkait rokok yang berbunyi:

Rokok adalah salah satu Produk Tembakau yang dimaksudkan untuk dibakar dan dihisap dan/atau dihirup asapnya, termasuk rokok kretek, rokok putih, cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman nicotiana tabacum, nicotiana rustica, dan spesies lainnya atau sintetisnya yang asapnya mengandung nikotin dan tar, dengan atau tanpa bahan tambahan.

Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa rokok merupakan produk tembakau yang mengandung nikotin dan tar. Nikotin adalah zat, atau bahan senyawa pyrrolidine yang terdapat dalam nicotiana tabacum, nicotiana rustica dan spesies lainnya atau sintetisnya yang bersifat adiktif dapat mengakibatkan ketergantungan. Sementara, Tar adalah kondensat asap yang merupakan total residu dihasilkan saat Rokok dibakar setelah dikurangi Nikotin dan air, yang bersifat karsinogenik.[3] Akibat kandungan tersebut hal ini yang membuat Kementerian Kesehatan khawatir akan kesehatan anak dan remaja.

Hal ini berkaitan dengan keberadaan PP 109/2012, dalam penjelasannya disebutkan aturan tersebut bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi masyarakat tersebut, diselenggarakan berbagai upaya kesehatan di mana salah satu upaya dimaksud adalah pengamanan Zat Adiktif yang diatur dalam Pasal 113 sampai dengan Pasal 116 dan Pasal 199 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Dengan adanya kebijakan larangan peredaran rokok batangan yang bertujuan untuk menjaga kesehatan anak usia remaja yang masih di bawah 18 (delapan belas) tahun yang merupakan salah satu tujuan yang telah diatur dalam Pasal 2 Ayat (1) dan (2) PP 109/2012 yang berbunyi bahwa:

  • Penyelenggaraan pengamanan penggunaan bahan yang mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi kesehatan diarahkan agar tidak mengganggu dan membahayakan kesehatan perseorangan, keluarga, masyarakat, dan lingkungan.
  • Penyelenggaraan pengamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk:
  1. melindungi kesehatan perseorangan, keluarga, masyarakat, dan lingkungan dari bahaya bahan yang mengandung karsinogen dan Zat Adiktif dalam Produk Tembakau yang dapat menyebabkan penyakit, kematian, dan menurunkan kualitas hidup;
  2. melindungi penduduk usia produktif, anak, remaja, dan perempuan hamil dari dorongan lingkungan dan pengaruh iklan dan promosi untuk inisiasi penggunaan dan ketergantungan terhadap bahan yang mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau;
  3. meningkatkan kesadaran dan kewaspadaan masyarakat terhadap bahaya merokok dan manfaat hidup tanpa merokok; dan
  4. melindungi kesehatan masyarakat dari asap Rokok orang lain.

Kerugian yang ditimbulkan akibat konsumsi rokok sebenarnya bukan hanya dalam hal kesehatan, menurut pendapat Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menyampaikan bahwa saat ini konsumsi rokok menjadi pemicu utama didalam kemiskinan masyarakat, khususnya di rumah tangga miskin.[4] Mengacu pada data Kementerian Kesehatan, rokok menjadi salah satu penyumbang kemiskinan karena tingkat konsumsinya yang tinggi. Diketahui harga rokok berkontribusi terhadap faktor kemiskinan sebesar 11.38% di pedesaan dan 12.22% di perkotaan. Rumah tangga miskin menghabiskan rata-rata Rp.286.000 per bulan untuk rokok daripada untuk membeli bahan makanan bergizi bagi anak.[5]

Berkaitan dengan hal tersebut, upaya pemerintah melarang peredaran rokok batangan dengan harga yang murah dan dappat dijangkau oleh anak usia di bawah 18 (delapan belas) tahun atau anak remaja yang masih sekolah sebenarnya sudah diatur dalam Pasal 25 PP 109/2012 ini. Namun nyatanya tingkat konsumsi rokok batangan yang disampaikan oleh Kementerian Kesehatan semakin bertambah sehingga menjadi alasan untuk membatasi peredaran rokok batangan. Larangan peredaran rokok batangan ini dimuat dalam lampiran Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 2022 Tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah (Keppres 25/2020).

Dalam lampiran tersebut, disebutkan akan mengubah beberapa ketentuan mengenai peredaran rokok yang diatur dalam PP 109/2012 yang diprakarsai oleh Kementerian Kesehatan. Adapun beberapa pokok materi muatan perubahan tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Penambahan luas prosentase gambar dan tulisan peringatan kesehatan pada kemasan produk tembakau;
  2. Ketentuan rokok elektronik;
  3. Pelarangan iklan, promosi, dan sponsorship produk tembakau di media teknologi informasi;
  4. Pelarangan penjualan rokok batangan;
  5. Pengawasan iklan, promosi, sponsorship produk tembakau di media penyiaran, media dalam dan luar ruang, dan media teknologi informasi;
  6. Penegakan dan penindakan; dan
  7. Media teknologi informasi serta penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR).[6]

Kebijakan larangan peredaran rokok batangan ini ternyata menuai beberapa komentar, salah satunya dari Ketua Umum Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia Ali Mahsun yang menjelaskan bahwa penjualan rokok secara eceran selama ini merupakan salah satu penopang utama pendapatan para pedagang kaki lima. Oleh karenanya, wacana pelarangan ini bakal menggerus pendapatan pedagang kaki lima secara signifikan.[7] Namun di lain sisi kebijakan ini mendapatkan apresiasi dari CISDI yang merupakan organisasi nonprofit yang bertujuan untuk memajukan pembangunan sektor kesehatan.[8]

Meskipun kebijakan tersebut akan segera diberlakukan, hal yang penting ialah terkait dengan penegakan aturannya. Mengingat sebelumnnya sudah terdapat larangan dalam Pasal 25 PP 109/2012 untuk tidak menjual rokok kepada anak remaja di bawah 18 (delapan belas) tahun atau masih dalam kategori anak sekolah. Namun dalam PP 109/2012 tersebut tidak mengatur terkait dengan sanksi atau hukuman terhadap tindakan penjualan tersebut. Sehingga dalam hal ini seharusnya diperlukan suatu ketentuan khusus yang mengatur terkait dengan hukuman terhadap bagi penjualan rokok batangan kepada anak remaja di bawah 18 (delapan belas) tahun.

Selain perubahan aturan tersebut, juga seharusnya pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan membentuk semacam organ atau bidang yang bertugas untuk mengawasi peredaran rokok batangan bagi anak remaja di bawah 18 (delapan belas) tahun. Hal ini bertujuan agar dapat menilai sejauh mana efektivitas penerapan aturan tersebut terhadap masyarakat. Dengan demikian larangan peredaran rokok batangan dapat berjalan sebagaimana mestinya.

 

Penulis: Rizky Pratama J., S.H.

Editor: Mirna R., S.H., M.H. & R. Putri J., S.H., M.H.

 

 

[1]Ardito Ramadhan, Jokowi: Larangan Jual Rokok Batangan untuk Jaga Kesehatan Masyarakat, https://nasional.kompas.com/read/2022/12/27/15001351/jokowi-larangan-jual-rokok-batangan-untuk-jaga-kesehatan-masyarakat.

[2] Prihardani Ganda Tuah Purba, Menanti Implementasi Larangan Penjualan Rokok Batangan, https://www.dw.com/id/implementasi-larangan-penjualan-rokok-batangan/a-64237032#:~:text=Pemerintah%20berencana%20melarang%20penjualan%20rokok,Penyusunan%20Peraturan%20Pemerintah%20Tahun%202023.

[3] Peraturan Pemerintah Nomor 109 tahun 2012 Tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan

[4] Hanifah Dwijayanti, Larangan Penjualan Rokok Ketengan, YLKI: Barang Kena Cukai Tapi Penjualannya Diobral, https://bisnis.tempo.co/read/1687386/larangan-penjualan-rokok-ketengan-ylki-barang-kena-cukai-tapi-penjualannya-diobral?page_num=2

[5] Kementerian Kesehatan, Konsumsi Rokok Menyumbang Kemiskinan di Indonesia, https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/2066/konsumsi-rokok-menyumbang-kemiskinan-di-indonesia#:~:text=Rokok%20menjadi%20salah%20satu%20penyumbang,pedesaan%20dan%2012.22%25%20di%20perkotaan.

[6] Lampiran Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 2022 Tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah

[7] Debrinata Rizky, Larangan Penjualan Rokok Batangan Bikin Pedagang Kaki Lima Menjerit, https://www.trenasia.com/larangan-penjualan-rokok-batangan-bikin-pedagang-kaki-lima-menjerit

[8] Prihardani Ganda Tuah Purba., Op.Cit.

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.