Larangan dan Kewajiban Dalam Jaminan Fidusia

Pada artikel sebelumnya, Hukumexpert telah membahas mengenai Jaminan Fidusia.[1] Dalam pembahasannya disebutkan pembebanan benda dengan jaminan Fidusia dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia, yang berfungsi sebagai akta Jaminan Fidusia. Akta ini sekurang-kurangnya memuat identitas pemberi dan penerima Fidusia, uraian mengenai benda yang menjadi objek Fidusia, data perjanjian pokok yang dijamin Fidusia, nilai benda yang menjadi objek Fidusia dan nilai penjaminan

Definisi Jaminan Fidusia diatur dalam ketentuan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia (UU Jaminan Fidusia), yang menyatakan:

hak jaminan atas benda bergerak, baik yang berwujud maupun tidak berwujud, dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya.”

Dari pengertian jaminan Fidusia di atas, maka unsur-unsur Jaminan Fidusia, meliputi:

  1. Jaminan Fidusia merupakan lembaga hak jaminan kebendaan
  2. Obyek jaminan Fidusia adalah benda bergerak dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dibebani dengan hak tanggungan
  3. Benda yang menjadi objek jaminan Fidusia tersebut adalah sebagai agunan atau jaminan untuk pelunasan suatu utang tertentu
  4. Memberikan kedudukan yang diutamakan kepeda lembaga pembiayaan terhadap kreditur lainnya.

Tata cara pendaftaran jaminan Fidusia telah diatur didalam Peraturan Pemerintah Nomor 86 tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran  Jaminan Fidusia Dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia yang telah dirubah oleh Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2015 ientang Tata Cara Pendaftaran  Jaminan Fidusia Dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia (PP Pendaftaran Jaminan Fidusia). Permohonan pendaftaran jaminan Fidusia memuat:

  1. Identitas pihak Pemberi Fidusia dan Penerima Fidusia
  2. Tanggal, nomor akta Jaminan Fidusia, nama, dan tempat kedudukan notaris yang membuat akta Jaminan Fidusia
  3. Data perjanjian pokok yang dijamin Fidusia
  4. Uraian mengenai benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia
  5. Nilai penjaminan
  6. Nilai benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia. (pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2015 ientang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia Dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia).

Setelah mendaftarkan jaminan Fidusia tersebut, maka akan didapatkan bukti pendaftaran yang paling sedikit memuat:

  • Nomor pendaftaran
  • Tanggal pengisian aplikasi
  • Nama pemohon
  • Nama Kantor Pendaftaran Fidusia
  • Jenis permohonan
  • Biaya pendaftaran Jaminan Fidusia. (pasal 5 PP Pendaftaran Jaminan Fidusia).

Penjaminan objek benda atau barang sebagai bentuk jaminan pelunasan utang debitur dengan menggunakan jaminan Fidusia mempunyai kelebihan tersendiri dibandingkan dengan jaminan lainnya. Hal ini dipengaruhi karena benda atau barang yang dijadikan objek dari jaminan tersebut tetap berada dalam penguasaan Debitur, dan hanya hak kepemilikannya saja yang berpindah kepada Kreditur. Meski ketentuan Peraturan Perundang-undangan mengatur jaminan Fidusia berarti perpindahan hak kepemilikan, namun terdapat beberapa pendapat yang mempertanyakan perpindahan hak kepemilikan tersebut, mengingat hak jaminan berada di atas hak kepemilikan, sehingga tidak mengubah hak kepemilikannya itu sendiri.

Atas obyek jaminan tersebut, Pihak debitur tetap dapat menggunakannya untuk keperluan usahanya.[2] Namun demikian, pasal 23 ayat (2) UU Jaminan Fidusia, mengatur:

“Pemberi Fidusia dilarang mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan kepada pihak lain Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia yang tidak merupakan benda persediaan, kecuali dengan persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Penerima Fidusia”.

Maksudnya ialah melarang pemberi Fidusia mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan barang atau benda yang menjadi jaminan Fidusia, kecuali dengan persetujuan tertulis dari pihak penerima Fidusia. Pada Pasal 36 UU Jaminan Fidusia menyebutkan  apabila pemberi Fidusia melakukan Tindakan tersebut tanpa adanya persetujuan tertulis dari penerima Fidusia, maka dapat dikenakan sanksi pidana paling lama 2 (dua) tahun penjara dan denda paling banyak Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).

Pasal 17 UU Jaminan Fidusia menyebutkan:

Pemberi Fidusia dilarang melakukan Fidusia ulang terhadap benda yang menjadi objek jaminan Fidusia yang terdaftar”.

Maksud pasal tersebut adalah jika objek jaminan Fidusia tersebut sudah didaftarkan, maka objek tersebut tidak bisa lagi dibebani hak Fidusia yang baru karena objek tersebut telah di alihkan kepada kreditur. Dengan demikian, satu hak kebendaan tidak dapat dibebani 2 hak jaminan Fidusia.

Penghapusan Jaminan Fidusia diatur dalam Pasal 16 PP Pendaftaran Jaminan Fidusia yaitu kewajiban untuk melakukan penghapusan Jaminan Fidusia yang dilakukan oleh penerima Fidusia dalam hal ini adalah kreditur. Dengan dilaksanakannya penghapusan jaminan Fidusia maka benda tersebut sudah bukan objek jaminan suatu utang dan sertifikat jaminan Fidusia yang bersangkutan sudah tidak berlaku lagi.

 

[1] https://hukumexpert.com/jaminan-Fidusia/?detail=ulasan

[2] Djaja S.Meliala, Hukum Perdata Dalam Prespektif BW, Bandung: Nuansa Aulia,2012,Hlm.140

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.