Macam-Macam Kumulasi Pidana/Perbarengan/Concursus/Samenloop

Secara istilah kumulasi dapat diartikan sebagai penggabungan atau perbarengan. Perbarengan dalam hukum pidana disebut juga dengan Samenloop van Strafbare Feiten/concurcus.[1] Perbarengan pidana terjadi ketika seseorang dalam satu waktu melakukan beberapa tindak pidana. Dasar hukum yang mengatur mengenai perbarengan ini yaitu ketentuan dalam Bab VI Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (selanjutnya disebut KUHP) yang terdiri dari ketentuan Pasal 63 sampai dengan Pasal 71. Perbarengan dalam hukum pidana dibedakan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu :[2]

  1. Concurcus Idealis/Eendaadse Samenloop

           Menurut Satochid Kartanegara Concursus Idealis/Eendaadse Samenloop terjadi apabila seseorang melakukan perbuatan dan dengan dilakukannya suatu perbuatan itu, melanggar beberapa peraturan hukum pidana, dengan demikian ia melakukan beberapa delik.[3] Concursus Idealis/Eendaadse Samenloop diatur dalam ketentuan Pasal 63 KUHP yang menyatakan :

    1. Jika suatu perbuatan masuk dalam lebih dan satu aturan pidana, maka yang dikenakan hanya salah satu di antara aturan-aturan itu; jika berbeda-beda, yang dikenakan yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat.
    2. Jika suatu perbuatan masuk dalam suatu aturan pidana yang umum, diatur pula dalam aturan pidana yang khusus, maka hanya yang khusus itulah yang diterapkan.

Contoh ilustrasi kasus dalam Concursus Idealis/Eendaadse Samenloop yaitu missal seorang Ibu membunuh bayi yang baru dilahirkannya. Ibu tersebut diacam dengan dua unsur pasal yaitu Pasal 338 KUHP mengenai pembunuhan dan Pasal 341 KUHP mengenai pembunuhan bayi oleh Ibunya. Penjatuhan pidana terhadap terdakwa dalam kasus demikian yaitu berdasarkan ketentuan dalam Pasal 341 KUHP, karena Pasal 341 KUHP telah mengatur secara spesifik mengenai pembunuhan seorang Ibu terhadap anaknya yaitu dengan ancaman pidana 15 tahun.

  1. Concursus Realis/Meerdaadse Samenloop

           Utrecht mendefinisikan Concursus Realis/Meerdaadse Samenloop merupakan hal sebagai berikut[4] :

Concursus realis terjadi dalam hal fakta-fakta yang harus dipandang sebagai perbuatan sendiri-sendiri dan masing-masing merupakan tindak pidana, dilakukan oleh seseorang dan diantara waktu terjadinya masing-masing fakta itu tidak / belum diputuskan pidana terhadap salah satunya. Fakta-fakta itu tidak perlu merupakan fakta-fakta yang sejenis dan tidak perlu ada hubungan diantaranya.”

Dasar hukum yang mengatur mengenai Concurcus Realis/Meerdaadse Samenloop yaitu ketentuan Pasal 65 sampai dengan Pasal 71 KUHP. Penjatuhan pidana dalam Concurcus Realis/Meerdaadse Samenloop ini dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu :

    1. Kejahatan-kejahatan yang diancam dengan pidana pokok yang sejenis

Apabila kejahatan yang dilakukan merupakan pidana pokok yang sejenis, maka yang dijatuhkan hanya satu pidana dan tidak boleh melebihi jumlah maksimum pidana yang diancamkan ditambah sepertiga sebagaimana ketentuan Pasal 65 KUHP yang menyatakan :

      1. Dalam hal perbarengan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, yang diancam dengan pidana pokok yang sejenis, maka dijatuhkan hanya satu pidana;
      2. Maksimum pidana yang dijatuhkan ialah jumlah maksimum pidana yang diancamkan terhadap perbuatan itu, tetapi tidak boleh lebih dan maksimum pidana yang terberat ditambah sepertiga.

2. Kejahatan-kejahatan yang diancam dengan pidana pokok yang tidak sejenis

Apabila kejahatan yang dilakukan merupakan pidana pokok yang tidak sejenis, maka dijatuhkan pidana atas tiap-tiap kejahatan tetapi jumlahnya tidak boleh melebihi maksimum pidana yang terberat ditambah sepertiga sebagaimana ketentuan Pasal 66 KUHP yang menyatakan :

      1. Dalam hal perbarengan beberapa perbuatan yang masing-masing harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, yang diancam dengan pidana pokok yang tidak sejenis, maka dijatuhkan pidana atas tiap-tiap kejahatan, tetapi jumlahnya tidak boleh melebihi maksimum pidana yang terberat ditambah sepertiga;
      2. Pidana denda dalam hal itu dihitung menurut lamanya maksimum pidana kurungan pengganti yang ditentukan untuk perbuatan itu.

3. Pelanggaran-pelanggaran

Sedangkan terhadap pelanggaran-pelanggaran ini diatur dalam ketentuan Pasal 70 KUHP yang menyatakan :

      1. Jika ada perbarengan seperti yang dimaksudkan dalam pasal 65 dan 66, baik perbarengan pelanggaran dengan kejahatan, maupun pelanggaran dengan pelanggaran, maka untuk tiap-tiap pelanggaran dijatuhkan pidana sendiri-sendiri tanpa dikurangi;
      2. Mengenai pelanggaran, jumlah lamanya pidana kurungan dan pidana kurungan pengganti paling banyak satu tahun empat bulan, sedangkan jumlah lamanya pidana kurungan pengganti, paling banyak delapan bulan.

Contoh ilustrasi kasus dalam Concurcus Realis/Meerdaadse Samenloop ini misal si A melakukan kejahatan pencurian, penipuan, dan penggelapan yang dilakukan dalam waktu dan tempat yang berbeda, maka berdasarkan Concurcus Realis/Meerdaadse Samenloop, si A diancam pidana paling berat sebagaimana ketentuan Pasal 65 KUHP. Dalam hal ini pidana paling berat yaitu 5 tahun sebagaimana ketentuan Pasal 362 KUHP terkait pencurian, sedangkan Penggelapan dan Penipuna berdasarkan ketentuan Pasal 372 dan Pasal 378 KUHP ancaman pidanya hanya 4 tahun. Sebagaimana ketentuan Pasal 65 ayat (2) KUHP maka ancaman pidana terhadap si A yaitu 5 tahun ditambah sepertiga dari 5 tahun.

 

  1. Perbuatan Berlanjut/Voortgezette Handeling

Perbuatan berlanjut ini dapat dianggap sebagai sebuah perbuatan terus menerus, artinya perbuatan yang dilakukan secara terus menerus dimana setiap perbuatannya saling berkaitan. Hal ini diatur dalam ketentuan Pasal 64 KUHP yang menyatakan :

    1. Jika antara beberapa perbuatan, meskipun masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran, ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut, maka hanya diterapkan satu aturan pidana; jika berbeda-beda, yang diterapkan yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat;
    2. Demikian pula hanya dikenakan satu aturan pidana, jika orang dinyatakan bersalah melakukan pemalsuan atau perusakan mata uang, dan menggunakan barang yang dipalsu atau yang dirusak itu;
    3. Akan tetapi, jika orang yang melakukan kejahatan-kejahatan tersebut dalam pasal-pasal 364, 373, 379, dan 407 ayat 1, sebagai perbuatan berlanjut dan nilai kerugian yang ditimbulkan jumlahnya melebihi dari tiga ratus tujuh puluh lima rupiah, maka ia dikenakan aturan pidana tersebut dalam pasal 362, 372, 378, dan 406.

Dalam Buku Ajar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana yang disusun oleh Prof. Dr. I Ketut Rai Setiabudhi, S.H.,M.S hal. 9 menyatakan bahwa M.H. Tirtaamidjaya memberi contoh mengenai perbuatan berlanjut tersebut sebagai berikut :

    1. A hendak berzina dengan seorang perempuan B yang telah bersuami, A melaksanakan maksudnya itu dengan beberapa kali berzina dengan perempuan itu dalam selang waktu yang tidak terlalu lama.;
    2. A yang menguasai kas N.V. tempat ia bekerja,memutuskan untuk mengambil untuk dirinya sendiri sebagian dari isi kas itu. Untuk melaksanakan maksudnya, ia mengambil beberapa kali dalam interval waktu yang tidak lama suatu jumlah tertentu.

 

Contoh kasus yang terjadi di Indonesia terkait Perbarengan/Concurcus yaitu terkait pembunuhan mutilasi oleh Ryan seorang warga Jombang, Provinsi Jawa Timur. Bermula dari terungkapnya kasus mutilasi terhadap korban Heri Santoso di Jakarta, kemudian polisi meneruskan kasus ini hingga menemukan korban pembunuhan 10 orang lainnya dengan tersangka yang sama di daerah Jombang.  Pembunuhan yang dilakukan oleh Ryan disertai dengan penganiayaan dan mutilasi terhadap beberapa korbannya. Ryan diperiksa di Pengadilan Negeri Depok dan Pengadilan Negeri Jombang. Kuasa hukum Ryan kemudian mengajukan eksepsi meminta penggabungan perkara, namun kemudian diputus sela yaitu Pengadilan Negeri Depok menolak eksepsi tersebut, sehingga pemeriksaan tetap dilakukan secara terpisah.[1] Pada akhirnya Ryan diputus kasasi bersalah melakukan tindak pidana Pasal 341 KUHP dengan putusan pidana mati.

[1] https://nasional.tempo.co/amp/152464/sidang-si-jagal-ryan-digelar-di-dua-tempat

[1] I Ketut Rai Setiabudhi, dkk, Buku Ajar Hukum Pidana Lanjutan Fakultas Hukum Universitas Udayana, hal. 74 https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_dir/227ab4a8610065c88c1145bf92dbb9ec.pdf

[2] Ibid, hal. 79

[3] Ibid

[4] Ibid, hal 85

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.