Kuasa Hukum Keluarga Brigadir J Dilarang Masuk Dalam Proses Rekonstruksi

Kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yoshua atau Brigadir J, saat ini masuk tahap rekonstruksi. Namun, pengacara keluarga Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak dan Johnson Panjaitan, dilarang mengikuti proses rekonstruksi di rumah Ferdy Sambo pada 30 Agustus 2022. Rekonstruksi atau reka ulang pada kasus penembakan Brigadir J dilakukan dengan total 78 adegan. Dari jumlah itu, 35 adegan dilakukan di rumah pribadi Eks Kadiv Propam Ferdy Sambo di Saguling, Jakarta Selatan.[1] Proses rekonstruksi pembunuhan Brigadir J hanya melibatkan penyidik, Kejaksaan, kelima tersangka, kuasa hukum tersangka yang disaksikan serta diawasi oleh Kompolnas, Komnas HAM dan LPSK.[2] Proses rekonstruksi atau reka ulang ini untuk kepentingan penyidikan dan penuntutan yang dihadiri oleh para tersangka dan saksi beserta kuasa hukumnya dan tidak ada ketentuan proses rekonstruksi atau reka ulang wajib menghadirkan korban yang sudah meninggal atau kuasa hukumnya.[3] Keduanya pun meninggalkan lokasi karena kecewa atas perlakuan polisi tersebut.  Johnson Panjaitan mempertanyakan transparansi kepolisian karena melarang kuasa hukum pelapor melihat rekonstruksi dan hanya ingin memastikan rekonstruksi berlangsung transparan dan tidak ingin menghalangi proses hukum.[4]

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Rekonstruksi adalah pengembalian seperti semula. Kata rekonstruksi juga bisa berarti penyusunan atau penggambaran kembali. Rekonstruksi adalah salah satu teknik dalam metode pemeriksaan yang dilakukan oleh penyidik kepada saksi, ahli, dan tersangka dalam kasus tersebut. Pengaturan mengenai rekonstruksi ialah terdapat dalam Undang-Undang No 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana atau KUHAP, serta Peraturan Kapolri (Perkap) No 14 Tahun 2012 Tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana dan Surat Keputusan Kapolri No. Pol.Skep/1205/IX/2000 tentang Revisi Himpunan Juklak dan Juknis Proses Penyidikan Tindak Pidana, khususnya dalam bagian Buku Petunjuk Pelaksanaan tentang Proses Penyidikan Tindak Pidana (Bujuklak Penyidikan Tindak Pidana).

Dalam ketentuan KUHAP, tidak menyebutkan secara sepesifik mengenai rekonstruksi, namun yang menjadi dasar pelaksanaan rekonstruksi menurut KUHAP yakni Pasal 5 ayat 1 huruf b dan Pasal 7 ayat 1 huruf j, dijelaskan bahwa penyidik bisa melakukan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. Selain dalam KUHAP, rekonstruksi diatur juga dalam Perkap No 14 Tahun 2012, Pasal 68 yang berbunyi sebagai berikut:

  • Untuk kepentingan pembuktian, Penyidik/Penyidik Pembantu dapat melakukan rekonstruksi dan membuat dokumentasi.
  • Penyidik/penyidik pembantu wajib membuat berita acara rekonstruksi

Berdasarkan Surat Keputusan Kapolri No. Pol.Skep/1205/IX/2000 tentang Revisi Himpunan Juklak dan Juknis Proses Penyidikan Tindak Pidana, khususnya dalam bagian Buku Petunjuk Pelaksanaan tentang Proses Penyidikan Tindak Pidana (Bujuklak Penyidikan Tindak Pidana). Bab III tentang Pelaksanaan, angka 8.3.d Bujuklak Penyidikan Tindak Pidana menyebutkan bahwa, metode pemeriksaan dapat menggunakan teknik:

  • Interview,
  • Interogasi,
  • Konfrontasi,
  • Rekonstruksi

Berdasarkan ketentuan tersebut, rekonstruksi merupakan bagian tahapan dari proses penyidikan yang dilakukan oleh Polri sebagai langkah terakhir untuk melengkapi dan menyempurnakan berkas perkara kasus tindak pidana.

Tujuan dari rekonstruksi yang termuat dalam Bab III angka 8.3.d jo. angka 8.3.a Bujuklak Penyidikan Tindak Pidana, menyebutkan bahwa tujuan rekonstruksi adalah:

“tindakan pemeriksaan untuk mendapatkan keterangan, kejelasan hingga keidentikan yang dilakukan kepada tersangka, saksi, dan barang bukti tentang tindak pidana yang telah terjadi. Sehingga peranan atau kedudukan seseorang maupun barang bukti di TKP tindak pidana menjadi jelas dan dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).”

Maksud diadakannya rekonstruksi ialah untuk memberikan gambaran tentang terjadinya suatu tindak pidana dengan memperagakan kembali cara tersangka melakukan tindak pidana untuk lebih meyakinkan pemeriksa tentang kebenaran tersangka atau saksi. Rekonstruksi dapat dilakukan ditempat kejadian perkara (TKP), yakni pada saat pelaksanaannya pada setiap peragaan perlu diambil foto-fotonya, yang kemudian dilakukan analisis terkait hasilnya dan apa dengan apa yang telah dituangkan dalam Berita Acara sebelumnya.

Prinsip dari adanya rekonstruksi ialah untuk dilakukan pengujian terhadap kebenaran keterangan tersangka maupun saksi. Maka dari itu, pihak yang wajib atau sangat dibutuhkan ialah Tersangka pelaku tindak pidana dan saksi. Berdasarkan Pasal 54 KUHP, disebutkan bahwa tersangka yang hadir dalam rekonstruksi wajib didampingi pengacaranya yang berbunyi:

“Guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang ini.”

Selain itu, penyidik juga menghadirkan JPU (jaksa penuntut umum) yang bertujuan untuk menentukan apakah tersangka memang benar melakukan tindak pidana. Ketentuan SOP (standar operasional prosedur) Pemeriksaan Bareskrim Polri menjelaskan bahwa pemeriksaan tersangka atau saksi tidak boleh dihadiri oleh orang yang tidak mempunyai kepentingan dengan pemeriksaan. Hal ini terdapat pada ketentuan angka 10 dan 11, yang menyebutkan:

(10). Dalam hal tersangka atau saksi pada prinsipnya tidak boleh dihadiri oleh orang yang tidak berkepentingan dengan pemeriksaan.

(11). Pemeriksaan tersangka atau saksi pada prinsipnya tidak boleh dihadiri oleh orang yang tidak berkepentingan dengan pemeriksaan

Mengenai kuasa hukum atau keluarga Brigadir J tidak diizinkan mengikuti proses rekonstruksi secara langsung tidak lain disebabkan pelaksanaan rekonstruksi hanya dilakukan oleh pihak-pihak yang mengetahui, mendengar, atau mengalami sendiri dan berada di lokasi pada saat kejadian. Di sisi lain, kuasa hukum Brigadir J tidak mengetahui secara pasti, tidak melihat atau mendengar sendiri dan/atau mengalaminya sendiri melainkan hanya mendengarkan kesaksian atau cerita terkait peristiwa pembunuhan Brigadir J, sehingga dirinya tidak diizinkan masuk ke lokasi rekonstruksi dirinya. Jika berdasarkan ketentuan yang berlaku dan berdasarkan SOP Pemeriksaan Bareskrim Polri, hal itu sudah jelas dan tepat demi kelancaran dan menghindari hambatan pada saat melakukan penyidikan.

 

[1] https://www.liputan6.com/news/read/5055736/alasan-polisi-larang-pengacara-brigadir-j-hadiri-rekonstruksi

[2] https://kabarpriangan.pikiran-rakyat.com/nasional/pr-1485399191/ternyata-ini-alasan-kenapa-kuasa-hukum-brigadir-j-kamaruddin-dilarang-masuk-ke-lokasi-rekonstruksi?page=2

[3] https://metro.tempo.co/read/1628449/larang-kuasa-hukum-brigadir-j-ikuti-rekonstruksi-dirtipidum-yang-boleh-hanya-kuasa-hukum-tersangka

[4] https://nasional.tempo.co/read/1628420/kuasa-hukum-brigadir-j-pulang-karena-tidak-diizinkan-lihat-rekonstruksi

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.