Korupsi Pesawat Garuda: Laporan Erick Thohir ke Kejaksaan Agung, Ada Apa dengan KPK?

Seiring berjalannya waktu, satu per satu kasus dugaan adanya tindak pidana korupsi terkuak, salah satunya yaitu kasus dugaan korupsi di Garuda Indonesia. Dugaan tindak pidana korupsi tersebut dilaporkan oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara, Erick Thohir pada hari Selasa, 11 Januari 2022 ke Kejaksaan Agung.[1] Erick Thohir melaporkan dugaan adanya tindak pidana korupsi dalam pembelian pesawat terbang ATR 72-600. Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengatakan bahwa proses pengungkapan dugaan korupsi pada perusahaan maskapai milik negara tersebut sudah dimulai sejak bulan November 2021 yang lalu.[2] Diduga bahwa korupsi di Garuda Indonesia terkait dengan 2 (dua) kasus, yaitu mengenai pembelian dan sewa pesawat serta menyangkut dugaan penipuan dalam pelaporan penggunaan bahan bakar pesawat. Kasus tersebut diduga terjadi pada periode pengelolaan Garuda Indonesia sejak tahun 2013 sampai dengan tahun 2021.

Erick Thohir mengatakan bahwa dalam pelaporannya kali ini ia membawa hasil audit investigasi dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), namun ia belum memberikan pernyataan pasti mengenai nilai kerugian negara. Tuturnya bahwa dalam proses penyelidikan dugaan korupsi di Garuda Indonesia bukan untuk menargetkan orang-orang tertentu yang selama ini mengelola perusahaan, melainkan hal ini merupakan salah satu upaya pemerintah dan penegak hukum untuk memastikan perusahaan-perusahaan BUMN dalam status bersih dan bebas dari praktik korupsi.[3] Namun, dalam kesempatan ini Erick Thohir tidak melaporkan dugaan kasus tindak pidana korupsi kepada Komisi Pemberantas Korupsi (KPK), melainkan kepada Kejaksaan Agung. Hal ini menjadi sorotan beberapa media, sehingga Erick Thohir buka suara untuk menyatakan alasan dirinya melaporkan melalui Kejaksaan Agung. Erick Thohir mengatakan bahwa setelah melakukan koordinasi dengan berbagai pihak, kemudian diputuskan bahwa kasus dugaan korupsi tersebut lebih tepat dilaporkan ke Kejaksaan Agung, terlebih lagi KPK saat ini memiliki sistem dan format sendiri yakni lebih kepada pencegahan korupsi,

Berkaitan dengan hal tersebut, maka perlu diketahui bahwa pihak yang dapat melakukan penyelidikan dan penyidikan atas kasus dugaan korupsi yaitu Polisi, Jaksa dan KPK. Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut UU KPK) menyatakan bahwa KPK adalah lembaga negara dalam rumpun kekuasaan eksekutif yang melaksanakan tugas pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sesuai dengan undang-undang. Sedangkan kejaksaan merupakan lembaga negara yang kewenangannya yaitu menjadi penuntut umum, dimana dalam hal kasus Tipikor juga dapat menjadi penyelidik dan penyidik. Hal yang membedakan antara peran KPK dengan Kejaksaan dalam hal penyidikan dan penyelidikan diatur dalam ketentuan Pasal 11 UU KPK yang menyatakan sebagai berikut:

  1. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf e, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap Tindak Pidana Korupsi yang:
    1. melibatkan aparat penegak hukum, Penyelenggara Negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau Penyelenggara Negara; dan/atau
    2. menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
  2. Dalam hal Tindak Pidana Korupsi tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Komisi Pemberantasan Korupsi wajib menyerahkan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan kepada kepolisian dan/atau kejaksaan.
  3. Komisi Pemberantasan Korupsi melakukan supervisi terhadap penyelidikan, penyidikan, dan/atau penuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

Berdasarkan ketentuan tersebut, maka kewenangan KPK dalam hal melakukan penyelidikan dan penyidikan dibatasi ketentuan dalam Pasal 11 UU KPK.

Kemudian berkaitan dengan kasus yang terjadi mengenai dugaan korupsi dalam perusahaan Garuda Indonesia, dimana Menteri BUMN Erick Thohir memutuskan untuk melaporkan dugaan tersebut kepada Kejaksaan Agung, maka terdapat dua kemungkinan, yaitu;

  1. Korupsi yang terjadi pada Garuda Indonesia kurang dari Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah);atau
  2. Dugaan tindak pidana sulit pembuktiannya sebagaimana ketentuan dalam Pasal 27 UU Tipikor yang menyatakan sebagai berikut:

“Dalam hal ditemukan tindak pidana korupsi yang sulit pembuktiannya, maka dapat dibentuk tim gabungan di bawah koordinasi Jaksa Agung.”

Namun, dalam hal ini tentu tidak dapat dilakukan spekulasi tanpa adanya pernyataan resmi dari para pihak terkait. Berkaitan dengan hal tersebut, tentu masyarakat mempercayakan sepenuhnya kepada siapapun pihak penegak hukum yang melakukan penyelidikan dan penyidikan atas dugaan korupsi tersebut agar jika dugaan tersebut terbukti, maka dapat diadili dengan seadil-adilnya.

 

[1] https://www.republika.co.id/berita/r5jql9370/bersihbersih-bumn-erick-thohir-lapor-dugaan-korupsi-garuda

[2] Ibid.

[3] Ibid.

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.