Konversi Hak Atas Tanah Belanda

Sebelum diberlakukannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), Indonesia menganut dualisme hukum pertanahan. Di satu sisi berlaku hukum-hukum tanah hak kolonial Belanda yamg diatur dalam hukum perdata barat yang sering disebut Tanah Barat atau Tanah Eropa misalnya tanah hak eigendom, hak opstal, hak erfpacht dan lain-lainnya. Di satu sisi lainnya, berlaku kepemilikan tanah berdasarkan hukum adat. Hak-hak atas tanah yang diatur menurut hukum adat disebut dengan Tanah Adat atau Tanah Indonesia misalnya tanah hak ulayat, tanah milik adat, tanah Yasan, tanah gogolan dan lainnya.

Pada tahun 1960, diundangkan dan dinyatakan berlakunya UUPA bagi seluruh wilayah Indonesia. berlakunya UUPA terjadi perubahan fundamental pada Hukum Agraria di Indonesia, terutama di bidang pertanahan,[1] menjadikan berakhirnya dualisme hukum tanah dan terselenggaranya unifikasi yaitu kesatuan hukum dilapangan hukum pertanahan di Indonesia. Ketentuan ini sekaligus mencabut Hukum Agraria yang berlaku pada zaman penjajahan antara lain Agrarische Wet (Stb. 1870 Nomor 55), Agrarische Besluit dan Kitab Undang-undang Hukum Perdata khususnya Buku II tentang Kebendaan, salah satunya yang mengatur tentang masalah hak atas tanah.

Dengan adanya UUPA diharapkan terciptanya kepastian hukum di Indonesia, sehingga dalam UUPA mengisyaratkan dilakukannya pendaftaran tanah di setiap wilayah Indonesia. Adapun objek pendaftaran tanah yang diatur dalam UUPA adalah sebagai berikut:

  1. Hak milik
  2. Hak guna usaha
  3. Hak guna bangunan
  4. Hak pakai
  5. Hak sewa untuk bangunan
  6. Hak membuka tanah dan memungut hasil hutan
  7. Hak guna air, pemeliharaan dan penangkapan ikan
  8. Hak guna ruang angkasa
  9. Hak-hak tanah untuk keperluan suci dan sosial

Di lain sisi, pada masa itu di dalam masyarakat masih terdapat hak eigendom, hak opstal, hak erfpacht serta hak penduduk asli atau bumi putera yang tunduk pada Hukum Adat dan tidak mempunyai bukti tertulis seperti tanah hak ulayat, tanah milik adat, tanah Yasan, tanah gogolan dan lainnya. Untuk mengatasi hal ini, UUPA mengatur terkait dengan konversi hak atas tanah. Dengan adanya konversi hak atas tanah dari hak-hak barat atau hukum adat bertujuan untuk tidak merugikan masyarakat, sebab setelah dikonversikan hak tersebut akan dapat didaftarkan. Tujuan pendaftaran konversi tanah untuk memberikan kepastian hukum, perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah atau menghasilkan Surat Tanda Bukti Hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.[2]

Rumusan konversi hak atas tanah diatur dalam Pasal I sampai dengan Pasal IX UUPA. Ada beberapa hak atas tanah yang tunduk dengan hukum Belanda dan hukum adat yang dikonversi dalam UUPA, diantaranya sebagai berikut:

  1. Hak Eigendom

Hak eigendom atas tanah yang ada saat mulai berlakunya UUPA ini menjadi hak milik. Hak eigendom kepunyaan Pemerintah Negara Asing, yang dipergunakan untuk keperluan rumah kediaman Kepala Perwakilan dan gedung kedutaan, sejak mulai berlakunya UUPA ini menjadi hak pakai, yang akan berlangsung selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tersebut di atas. Hak eigendom kepunyaan orang asing, seorang warga negara yang di samping kewarganegaraan Indonesianya mempunyai kewarganegaraan asing dan badan-badan hukum, yang tidak ditunjuk oleh Pemerintah, sejak mulai berlakunya UUPA ini menjadi hak guna bangunan dengan jangka waktu 20 tahun. Jika hak eigendom tersebut dibebani dengan hak opstal atau hak erfpacht, maka hak opstal dan hak erfpacht itu sejak mulai berlakunya UUPA ini menjadi hak guna bangunan selama sisa waktu hak opstal atau hak erfpacht, tetapi selama-lamanya 20 tahun.[3]

  1. Hak Erfpacht dan Hak Opstal

Hak erfpacht untuk perusahaan kebun besar yang ada saat mulai berlakunya UUPA ini menjadi hak guna usaha selama sisa waktu hak erfpacht tersebut, tetapi selama-lamanya 20 tahun. Hak erfpacht untuk pertanian kecil yang ada saat mulai berlakunya UUPA ini dihapuskan.[4] Hak opstal dan hak erfpacht untuk perumahan, yang ada saat mulai berlakunya UUPA ini, menjadi hak guna bangunan selama sisa waktu hak opstal dan hak erfpacht tersebut, tetapi selama-lamanya 20 tahun.[5]

  1. Hak atas tanah hukum adat

Hak gogolan, pekulen atau sanggan yang bersifat tetap yang ada saat mulai berlakunya UUPA ini menjadi hak milik. Hak gogolan, pekulen atau sanggan yang tidak bersifat tetap menjadi hak pakai, dan memberi wewenang dan kewajiban sebagai yang dipunyai oleh pemegang haknya sejak mulai berlakunya UUPA ini.[6]

  1. Hak vruchtgebruik, gebruik, grant controleur, bruikleen, ganggam bauntuik, anggaduh, bengkok, lungguh, pituwas, dan hakhak lain dengan nama apapun juga, sejak mulai berlakunya UUPA ini menjadi hak pakai, yang memberi wewenang dan kewajiban sebagaimana yang dipunyai oleh pemegang haknya saat mulai berlakunya UUPA ini, sepanjang tidak bertentangan dengan UUPA.[7]
  2. Hak agrarisch eigendom, milik, yasan, andarbeni, hak atas druwe, hak atas druwe desa, pesini, grant Sultan, landerinjbezitrecht, altijddurende erfpacht, hak usaha atas bekas tanah partikelir dan hakhak lain dengan nama apapun juga sejak mulai berlakunya UUPA ini menjadi hak milik.[8]

Adanya konversi hak atas tanah yang telah diuraikan di atas memberikan kesempatan untuk menjamin adanya kepastian hukum bagi tanah-tanah yang telah ada sebelum diberlakukannya UUPA. Secara legal formal pendaftaran tanah menjadi dasar bagi status atau kepemilikan tanah bagi individu atau badan hukum selaku pemegang hak yang sah secara hukum. Pendaftaran tanah merupakan recht cadaster yang bertujuan memberikan kepastian hak, yakni untuk memungkinkan orang-orang yang mempunyai tanah dengan mudah membuktikan bahwa dialah yang berhak atas sebidang tanah, apa hak yang dipunyainya, letak dan luas tanah. Serta memungkinkan kepada siapapun guna mengetahui hal-hal yang ia ketahui berkenaan dengan sebidang tanah, misalnya calon pembeli, calon kreditur, dan sebagainya.[9]

Berkaitan dengan pelaksanaan konversi hak atas tanah, khususnya yang berasal dari hak atas tanah Belanda sebagaimana diatur dalam UUPA, pendaftaran tanah menjadi dasar bagi terselenggaranya konversi, karena konversi bukan peralihan hak secara otomatis, tetapi harus dimohonkan dan didaftarkan ke Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN). Jika dilihat ketentuan konversi, maka jelas bahwa prinsipnya hak-hak atas tanah sepanjang pemegang haknya pada saat ketentuan konversi berlaku adalah Warga Negara Indonesia tunggal maka hak itu akan dikonversikan menjadi hak milik menurut UUPA. Konsekuensi dari berlakunya ketentuan konversi dalam UUPA mengharuskan semua bukti kepemilikan sebelum berlakunya UUPA harus diubah status hak atas tanah menurut ketentuan konversi yang diatur dalam UUPA.

Dengan demikian apabila tanah-tanah yang berlaku sebelum berlakunya UUPA tidak dilakukan konversi hak atas tanah menurut UUPA, maka akan mempengaruhi status kepemilikannya sehingga tanah-tanah yang tidak dikonversi menjadi tanah yang kembali dikuasai oleh negara.

 

 

Penulis: Rizky Pratama J., S.H.

Editor: R Putri J., S.H., M.H., & Mirna R., S.H., M.H.

 

 

 

[1] Budi Harsono, Hukum Agraria Indonesia jilid I Hukum Tanah Nasional, Djambatan, Jakarta, 2007, halaman 1

[2] Agung Raharjo, Pendaftaran Konversi Tanah Hak Milik Adat oleh Ahli Waris, Tesis, Universitas Diponegoro, Semarang, 2010, halaman 14

[3] Pasal I Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

[4] Pasal III Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

[5] Pasal V Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

[6] Pasal VII Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

[7] Pasal VI Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

[8] Pasal II Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

[9] Bachtiar Effendi, Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Peraturan Pelaksanaannya, Alumni, Bandung, 1983, halaman 7

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.