Kontrak Nominat dan Innominat

Perjanjian adalah peristiwa dua orang atau lebih saling berjanji untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan tertentu. Para pihak yang bersepakat mengenai hal-hal yang diperjanjikan, berkewajiban untuk menaati dan melaksanakannya, sehingga perjanjian tersebut menimbulkan hubungan hukum yang disebut perikatan. Perjanjian ini juga sering disebut dengan kontrak. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1319 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUHPer) kontrak dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu kontrak nominat (bernama) dan kontrak innominat (tidak bernama).

 

A. Kontrak Nominat

 

Kontrak nominat dalam bahasa Belanda yaitu benoemd overeenkomst yang diartikan sebagai  perjanjian yang memiliki nama sendiri. Kontrak nominat merupakan kontrak yang sudah dikenal dalam KUHPer. Jenis-jenis kontrak nominat diatur dalam ketentuan Bab V sampai dengan Bab XVII Buku III KUHPer. Perjanjian-perjanjian yang termasuk dalam kontrak nominat yaitu diantaranya :

  1. Jual Beli yang diatur dalam Bab V Buku III KUHPer;
  2. Tukar Menukar yang diatur dalam Bab VI Buku III KUHPer;
  3. Sewa Menyewa yang diatur dalam Bab VII Buku III KUHPer;
  4. Perjanjian Kerja yang diatur dalam Bab VIIA Buku III KUHPer;
  5. Perseroan Perdata yang diatur dalam Bab VIII Buku III KUHPer;
  6. Badan Hukum yang diatur dalam Bab IX Buku III KUHPer;
  7. Penghibahan yang diatur dalam Bab X Buku III KUHPer;
  8. Penitipan Barang yang diatur dalam Bab XI Buku III KUHPer;
  9. Pinjam Pakai yang diatur dalam Bab XII Buku III KUHPer;
  10. Pinjam Pakai Habis yang diatur dalam Bab XIII Buku III KUHPer;
  11. Bunga Tetap atau Bunga Abadi yang diatur dalam Bab XIV Buku III KUHPer;
  12. Persetujuan Untung-Untungan yang diatur dalam Bab XV Buku III KUHPer;
  13. Pemberian Kuasa yang diatur dalam Bab XIV Buku III KUHPer;
  14. Penanggung Utang yang diatur dalam Bab XVII Buku III KUHPer;
  15. Perdamaian yang diatur dalam ketentuan Pasal 1851 KUHPer;

 

B. Kontrak Innominat

 

Kontrak Innominat adalah kontrak yang ada dalam kehidupan masyarakat namun tidak dikenal dalam KUHPer. Timbulnya kontrak innominat yaitu karena adanya asas kebebasan berkontrak sebagaimana ketentuan dalam Pasal 1338 KUHPer. Asas kebebasan berkontrak adalah kebebasan bagi setiap orang untuk memilih dan membuat kontrak, kebebasan untuk membuat dan tidak membuat kontrak, dan kebebasan para pihak untuk menentukan isi dan janji mereka, kebebasan menentukan syarat-syarat perjanjian, kebebasan memilih subjek perjanjian, dan kebebasan menentukan perjanjian baik secara tertulis maupun lisan. Namun, dalam penerapan asas kebebasan berkontrak, setiap orang tidak sebebas-bebasnya membuat dan menyusun perjanjian, melainkan dibatasi oleh kepentingan orang lain serta ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. Akibat adanya asas kebebasan berkontrak itulah yang memunculkan adanya kontrak innominat, dimana kontrak tersebut belum diatur dalam KUHPer. Contoh kontrak innominat adalah :

  1. Perjanjian Sewa Beli (Hire Purchase), dalam perjanjian ini terdapat dua tahap perbuatan hukum, yaitu sewa dan beli. Sejauh ini tidak ada peraturan baru yang mengatur mengenai perjanjian sewa beli, peraturan lama yang mengatur mengenai perjanjian sewa beli ini adalah Keputusan Menteri Perdagangan Dan Koperasi Nomor 34/KP/II/80 Tahun 1980 tentang Perizinan Kegiatan Usaha Sewa Beli (Hire Purchase) Jual Beli Dengan Angsuran, dan Sewa (Renting) yang telah dicabut oleh Peraturan Menteri Perdagangan Republik IndonesiaNomor 21/M-DAG/PER/10/2005 Tahun 2005 tentang Pencabutan Beberapa Perizinan Dan Pendaftaran Di Bidang Perdagangan;
  2. Perjanjian Sewa Guna (Leasing), yaitu kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara Sewa Guna Usaha dengan hak opsi (Finance Lease) maupun Sewa Guna Usaha tanpa hak opsi (Operating Lease) untuk digunakan oleh Penyewa Guna Usaha (Lessee) selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara angsuran sebagaimana ketentuan dalam Pasal 1 angka 5 Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan (selanjutnya disebut Perpres Lembaga Pembiayaan);
  3. Perjanjian Anjak Piutang (factoring), yaitu kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian piutang dagang jangka pendek suatu Perusahaan. Dasar hukum yang mengatur mengenai perjanjian anjak piutang (factoring), yaitu Perpres Lembaga Pembiayaan;
  4. Perjanjian Waralaba, yaitu perjanjian yang dilakukan dengan memberikan hak khusus kepada orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain. Dasar hukum yang mengatur mengenai waralaba ini yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba (selanjutnya disebut PP Waralaba).

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.