Konser NCT Dibubarkan, Bagaimana Hak Penonton Sebagai Konsumen?

Pembubaran konser boyband asal Korea NCT 27 dipicu karena adanya keadaan tidak aman yang mengancam keselamatan. Hal ini diawali dengan aksi dorong-dorongan antara penonton, yang akhirnya menyebabkan 30 orang penonton pingsan. Polisi yang bertugas untuk menjaga keamanan sempat melakukan pengarahan kepada penonton agar tetap kondusif, namun tidak diindahkan. Akhirnya pihak kepolisian membubarkan konser NCT 27.[1]

Tentunya pihak kepolisian selaku pihak yang bertugas menjaga keamanan mempunyai andil besar dalam pembubaran konser NCT 27. Hal tersebut tidak terlepas dari bentuk pelaksanaan wewenang kepolisian sesuai amanat Pasal 15 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia, bahwa kepolisian berwenang “memberikan izin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan kegiatan masyarakat lainnya.” Sesuai ketentuan pasal tersebut, ada dua peranan kepolisian dalam kegiatan keramaian umum, yakni memberikan izin dan melakukan pengawasan. Penyelenggaraan konser merupakan suatu kegiatan yang membutuhkan izin dari kepolisian sebab menimbulkan keramaian sebagaimana dimaksud dari pasal tersebut. Mengenai prosedur dan kelengkapan berkas dalam pengajuan izin diatur dalam Pasal 5 sampai 11 Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2017 tentang Tata Cara Perizinan dan Pengawasan Kegiatan Keramaian Umum, Kegiatan Masyarakat Lainnya, dan Pemberitahuan Kegiatan Politik (PP No.60/2017). Sedangkan tindakan pengawasan diatur spesifik dalam Pasal 12 sampai 15 PP No.60/2017.

Pembubaran konser NCT 27 adalah bagian dari bentuk pengawasan yang diatur dalam PP No.60/2017. Pasal 14 PP No.60/2017 menegaskan bahwa “Pejabat Polri Yang Berwenang dapat melakukan tindakan kepolisian berupa pembubaran terhadap kegiatan keramaian umum dan kegiatan masyarakat lainnya yang memiliki izin tetapi pelaksanaannya tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”  Namun yang perlu ditekankan adalah pihak kepolisian harus mampu membuktikan frasa “pelaksanaannya tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.” Sebab frasa tersebut menjadi kausa yang melegitimasi tindakan pembubaran yang dilakukan oleh kepolisian.

Selain sisi legitimasi tindakan pembubaran yang dilakukan oleh kepolisian, bentuk pertanggungjawaban penyelenggara kegiatan dan perlindungan konsumen adalah hal yang perlu diperhatikan. Kedua hal tersebut merupakan sesuatu yang inheren dan diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU PK). Dyandra Global Edutainment yang merupakan promotor konser NCT 27 berada di bawah naungan PT. Dyandra Global Edutainment. Penyelenggara kegiatan konser atau sering disebut promotor merupakan bagian dari pengertian pelaku usaha menurut Pasal 1 angka 3 UU PK.

Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian penyelenggaraan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.

Dyandra Global Edutainment yang berstatus sebagai pelaku usaha, tentunya memiliki kewajiban  dan tanggung jawab yang harus dipenuhi dalam penyelenggaraan konser NCT 27. Hal tersebut diatur dalam Pasal 7 j.o Pasal 19 ayat (1) dan (2) UU PK. Salah satu kewajiban pelaku usaha adalah memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian. Pelaku usaha memiliki tanggung jawab sesuai Pasal 19 ayat (1) dan (2) sebagai berikut.

(1) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.

(2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku

Tentunya dalam perkara a quo hal yang berpotensi dimaksud “tidak sesuai dengan perjanjian”  adalah penghentian konser NCT 27 di tengah konser atau tidak pada waktu yang seharusnya yang sebelumnya telah disampaikan. Hal tersebut patut diduga melanggar hak konsumen sebagaimana yang diatur dalam Pasal 4 huruf b j.o Pasal 4 huruf h UU PK bahwa konsumen mempunyai hak sebagai berikut.

hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;” dan “hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.”

Menelaah lebih lanjut ganti rugi sebagai bentuk tanggung jawab pelaku usaha diberikan paling lambat 7 hari setelah tanggal transaksi. Namun apabila pelaku usaha tidak melakukan ganti rugi, maka konsumen dapat melakukan gugatan yang ditujukan kepada badan penyelesaian sengketa konsumen atau badan peradilan di tempat kedudukan konsumen. Hal tersebut diatur secara eksplisit dalam Pasal 23 UU PK sebagai berikut.

Pelaku usaha yang menolak dan/atau tidak memberi tanggapan dan/atau tidak memenuhi ganti rugi atas tuntutan konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 aya t(1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), dapat digugat melalui badan penyelesaian sengketa konsumen atau mengajukan ke badan peradilan di tempat kedudukan konsumen.

Suatu diskursus yang menarik pada perkara a quo adalah alasan pembubaran konser NCT 27 adalah faktor keamanan, yang juga merupakan bagian dari pemenuhan hak konsumen. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 4 huruf a UU PK bahwa konsumen mempunyai “hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan/atau jasa;” Apakah pemenuhan hak mendapatkan kompensasi atau ganti rugi dapat dikesampingkan, demi memenuhi hak atas keamanan? atau apakah hak-hak dalam Pasal 4 UU PK dapat saling menegasikan satu dengan yang lainnya? Hal tersebut sangat berkaitan dengan sifat kumulatif dan alternatif dalam perumusan pasal 4 UU PK. Pada penjelasan Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU P3) diuraikan bahwa tanda dari suatu tabulasi yang bersifat kumulatif adalah adanya kata “dan”  yang diletakkan di rincian kedua sebelum rincian akhir. Sedangkan untuk tabulasi yang bersifat alternatif kata yang ditambahkan adalah “atau”. Namun, UU PK yang lahir sebelum UU P3 jelas tidak menerapkan hal tersebut. Oleh sebab itu tidak dapat disimpulkan mengenai hak-hak tersebut dapat saling menegasikan atau tidak. Namun, perlu dilihat kembali bahwa salah satu asas dalam UU PK adalah adanya kemanfaatan, oleh sebab itu seyogianya semua hak terhadap konsumen diupayakan harus terpenuhi.

Meski demikian, dalam pembelian tiket atau tertera pada tiket itu sendiri, seharusnya telah terdapat ketentuan-ketentuan yang disepakati, yang tentunya bersifat klausula baku. Konsumen harus terlebih dahulu mengerti dan memahami haknya, dan perlu dicermati lebih dahulu apakah dalam ketentuan-ketentuan tersebut telah terdapat klausula yang mengatur akibat-akibat hukum manakala konser dihentikan karena keamanan.

Dari sudut pandang yang lain, pelaku usaha juga mendapatkan perlindungan atas kemungkinan kelalaian atau kesalahan yang dilakukan oleh konsumen. Hal ini diatur dalam Pasal 19 ayat (5) UU PK yang merupakan bentuk pengecualian dari Pasal 19 ayat (1) dan (2) UU PK, bahwa “ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.” Adanya kesalahan konsumen merupakan hal yang wajib dibuktikan untuk dapat melegitimasi keberlakuan pasal tersebut. Perkara a quo memberikan pembelajaran pentingnya perencanaan dan pelaksanaan yang matang dalam pengadaan suatu kegiatan. Oleh sebab itu, kebijakan untuk membuat standar operasional prosedur (SOP) yang direncanakan oleh Asosiasi Promotor Musik Indonesia (APMI) tentunya  mendapatkan dukungan. Selain itu, peranan dari setiap bagian yang terlibat dalam kegiatan juga perlu dioptimalkan. Hal tersebut demi memberikan perlindungan terhadap konsumen begitu juga bagi pelaku usaha.

[1] Kompas TV, (2022, November 5), “Kronologi Konser NCT 30 Orang Pingsan,” diakses dari https://www.kompas.tv/article/345236/kronologi-konser-nct-127-dibubarkan-karena-30-orang-pingsan, pada 7 November 2022.

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.