Kompensasi Apabila Pesawat Delay

Secara istilah, arti “delay” adalah keterlambatan atau tertunda. Dalam artikel ini akan dibahas mengenai kompensasi bagi penumpang apabila pesawat mengalami keterlambatan atau tertundanya penerbangan. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1 angka 5 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 89 Tahun 2015 tentang Penanganan Keterlambatan Penerbangan (Delay Management) Pada Badan Usaha Angkutan Udara Niaga Berjadwal di Indonesia (selanjutnya disebut Permenhub 89/2015) yang dimaksud dengan penumpang adalah orang yang menggunakan jasa angkutan udara dan namanya tercantum dalam tiket yang dibuktikan dengan dokumen identitas diri yang sah dan memiliki pas masuk pesawat (boarding pass). Sedangkan keterlambatan penerbangan adalah terjadinya perbedaan waktu antara waktu keberangkatan atauu kedatangan yang dijadwalkan dengan realisasi waktu keberangkatan atau kedatangan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 1 angka 6 Permenhub 89/2015.

Tanggung jawab mengenai kerugian atas keterlambatan penerbangan secara umum diatur dalam ketentuan Pasal 146 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan yang kemudian mengalami perubahan dalam ketentuan Pasal 58 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (selanjutnya disebut UU Penerbangan) yang menyatakan sebagai berikut :

“Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita karena keterlambatan pada angkutan penumpang, bagasi, atau kargo, kecuali apabila pengangkut dapat membuktikan bahwa keterlambatan tersebut disebabkan oleh faktor cuaca dan teknis operasional.”

Hal ini kemudian diatur lebih lanjut dalam Permenhub 89/2015 sebagaimana dinyatakan dalam ketentuan Pasal 149 UU Penerbangan. Berkaitan dengan tanggung jawab pengangkut terhadap keterlambatan penerbangan, Pasal 5 Permenhub 89/2015 menyatakan bahwa faktor-faktor yang dapat menyebabkan keterlambatan adalah :

  1. Faktor manajemen airline, meliputi :
    1. keterlambatan pilot, co pilot, dan awak kabin;
    2. keterlambatan jasa boga (catering);
    3. keterlambatan penanganan di darat;
    4. menunggu penumpang, baik yang baru melapor (check in), pindah pesawat (transfer) atau penerbangan lanjutan (connecting flight); dan
    5. ketidaksiapan pesawat udara.
  2. Faktor teknis operasional, meliputi :
    1. bandar udara untuk keberangkatan dan tujuan tidak dapat digunakan operasional pesawat udara;
    2. lingkungan menuju bandar udara atau landasan terganggu fungsinya misalnya retak, banjir, atau kebakaran;
    3. terjadinya antrian pesawat udara lepas landas (take off), mendarat (landing), atau alokasi waktu keberangkatan (departure slot time) di bandar udara; atau
    4. keterlambatan pengisian bahan bakar (refuelling)
  3. Faktor cuaca, meliputi :
    1. Hujan lebat;
    2. banjir;
    3. petir;
    4. badai;
    5. kabut;
    6. asap;
    7. jarak pandang di bawah standar minimal; atau
    8. kecepatan angin yang melampaui standar maksimal yang mengganggu keselamatan penerbangan
  4. Faktor lain-lain, yaitu faktor yang disebabkan diluar faktor manajemen airlines, teknis operasional dan cuaca, antara lain kerusuhan dan/atau demonstrasi di wilayah bandar udara.

Berdasarkan faktor-faktor penyebab keterlambatan tersebut, Badan Usaha Pengangkutan Udara bertanggungjawab atas keterlambatan yang disebabkan karena faktor manajemen airlines sebagaimana ketentuan dalam Pasal 6 ayat (1) Permenhub 89/2015. Sedangkan terhadap keterlambatan akibat faktor teknis operasional, faktor cuaca dan faktor lain-lain Badan Usaha Angkutan Udara dibebaskan dari tanggung jawab ganti kerugian karena faktor-faktor tersebut sebagaimana ketentuan Pasal 6 ayat (2) Permenhub 89/2015. Tanggung jawab yang diberikan oleh Badan Usaha Angkutan Udara diatur dalam ketentuan Pasal 9 sampai dengan Pasal 11 Permenhub 89/2015 yang disesuai dengan jenis dan kategori keterlambatan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Permenhub 89/2015. Kategori kompensasi keterlambatan yang diberikan adalah sebagai berikut :

  1. Keterlambatan kategori 1, keterlambatan 30 menit s/d 60 menit, yaitu kompensasi berupa minuman ringan;
  2. keterlambatan kategori 2, keterlambatan 60 menit s/d 120 menit kompensasi berupa minuman dan makanan ringan (snack box);
  3. keterlambatan kategori 3, keterlambatan 121 menit s/d 180 menit kompensasi berupa minuman dan makanan berat (heavy meal);
  4. keterlambatan kategori 4, keterlambatan 181 menit s/d 240 menit kompensasi berupa minuman, makanan ringan (snack box), makanan berat (heavy meal);
  5. keterlambatan kategori 5, keterlambatan keterlambatan lebih dari 240 menit kompensasi berupa ganti rugi sebesar Rp. 300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah);
  6. keterlambatan kategori 6, pembatalan penerbangan, badan usaha angkutan udara wajib mengalihkan ke penerbangan berikutnya atau mengembalikan seluruh biaya tiket (refund ticket); dan
  7. keterlambatan pada kategori 2 sampai dengan 5, penumpang dapat dialihkan ke penerbangan berikutnya atau mengembalikan seluruh biaya tiket (refund ticket).

Pemberian kompensasi tersebut harus dilakukan secara aktif oleh petugas setingkat General Manager, Station Manager, staf lainnya atau pihak yang ditunjuk yang bertindak untuk dan atas nama Badan Usaha Angkutan Udara Niaga berjadwal sebagaimana ketentuan dalam Pasal 9 ayat (2) Permenhub 89/2015. Kemudian terhadap pengembalian seluruh biaya tiket (refund ticket) apabila pembelian tiket dilakukan melalui transaksi tunai, maka Badan Usaha Angkutan Udara wajib melakukan pengembalian secara tunai, apabila pembelian tiket dilakukan melalui transaksi non tunai melalui kartu kredit, maka Badan Usaha Angkutan Udara wajib mengembalikan melalui transfer ke rekening kartu kredit selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kalender sebagaimana ketentuan dalam Pasal 10 ayat (1) dan (2) Permenhub 89/2015. Apabila kompensasi berupa pengalihan penerbangan, maka penumpang dibebaskan dari biaya tambahan, termasuk peningkatan kelas pelayanan (up grading class) atau apabila terjadi penurunan kelas atau sub class pelayanan wajib diberikan sisa uang kelebihan dari tiket yang diberi sebagaimana ketentuan dalam Pasal 10 ayat (3) Permenhub 89/2015. Selain itu, Pasal 10 ayat (4) Permenhub 89/2015 juga menyatakan bahwa dalam hal keterlambatan diatas 6 (enam) jam dan penumpang membutuhkan tempat penginapan maka Badan Usaha Angkutan Udara wajib menyediakan akomodasi bagi penumpang. Sanksi atas pelanggaran terhadap keterlambatan dan pemberian kompensasi keterlambatan kepada penumpang dilakukan berdasarkan atas penilaian Direktur Jenderal Perhubungan Udara sebagaimana ketentuan Pasal 16 UU Penerbangan diantaranya dapat berupa :

  1. teguran tertulis;
  2. pembekuan rute baru;
  3. pengurangan rute; dan
  4. pencabutan izin usaha.

Berkaitan dengan tanggung jawab Badan Usaha Angkutan Udara atas keterlambatan penerbangan termasuk pembatalan penerbangan juga berlaku dimasa pandemi Covid-19 yang terjadi sejak akhir tahun 2019 hingga saat ini. Pemerintah melalui Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 25 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) (selanjutnya disebut Permenhub 25/2020) melarang penggunaan sarana transportasi baik darat, laut, maupun udara guna mencegah penyebaran virus Covid-19. Atas pembatalan penerbangan tersebut secara otomatis akan membatalkan tiket penerbangan yang sudah dibeli oleh penumpang, sehingga berdasarkan ketentuan dalam Pasal 23 Permenhub 25/2020 Badan Usaha Angkutan Udara wajib mengembalikan biaya tiket secara penuh atau 100% (seratus persen) kepada calon penumpang yang telah membeli tiket perjalanan dengan cara sebagaimana ketentuan Pasal 24 ayat (1) Permenhub 25/2020 yang menyatakan sebagai berikut :

    1. melakukan penjadwalan ulang (re-schedule) bagi calon penumpang yang telah memiliki tiket dengan tanpa dikenakan biaya;
    2. melakukan perubahan rute penerbangan (re-route) bagi calon penumpang yang telah memiliki tiket tanpa dikenakan biaya dalam hal rute pada tiket tidak bertujuan keluar dan/atau masuk wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2;
    3. mengkompensasikan besaran nilai biaya jasa angkutan udara menjadi perolehan poin dalam keanggotaan badan usaha angkutan udara yang dapat digunakan untuk membeli produk yang ditawarkan oleh badan usaha angkutan udara; atau
    4. memberikan kupon tiket (voucher ticket) sebesar nilai biaya jasa angkutan udara (tiket) yang dibeli oleh penumpang dapat digunakan untuk membeli kembali tiket untuk penerbangan lainnya dan berlaku paling singkat 1 (satu) tahun serta dapat diperpanjang paling banyak 1(satu).

Ketentuan tersebut, mengacu pada kesepakatan antara Badan Usaha Angkutan Udara dengan calon penumpang sebagaimana ketentuan Pasal 24 ayat (2) Permenhub 25/2020.

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.