Klaim MS Glow Sebagai (Rekanan) Paris Fashion Week
Beberapa brand lokal Tanah Air sempat menghebohkan jagat media sosial. Satu diantaranya adalah MS Glow yang sempat mengaku ikut Paris Fashion Week.[1] Ditengah riuhnya pagelaran Paris Fashion Week, MS Glow yang merupakan brand lokal mengklaim akan menggelar show di acara fashion bergengsi tersebut. MS Glow Beauty dan MS Glow Aesthetic Clinic, merupakan brand kecantikan milik Shandy Purnamasari, yang membuat heboh dunia maya dengan mengklaim bahwa MS Glow mengikuti Paris Fashion Week. Dalam Klaimnya MS Glow mengaku menggandeng desainer asal Amerika Serikat, yang bernama Leanne Marshall untuk menggelar sebuah show yang disebut sebagai bagian dari Paris Fashion Week 2022. Nyatanya, pada jadwal resmi Paris Fashion Week tak ada nama desainer Leanne Marshall atau brand kecantikan tersebut. Mengenai hal tersebut Pengusaha Lucky Heng, membongkar ‘pembohongan’ di balik penggunaan nama Paris Fashion Week. Ia mengaku kesal banyak brand Indonesia yang klaim ikut ajang fashion tersebut. Menurutnya, informasi yang keliru tersebut bisa membodohi masyarakat Indonesia.[2] MS Glow sempat dikritik lantaran mengaku tampil di Paris Fashion Week. Padahal faktanya, brand ini hanya tampil di pegelaran fashion show biasa yang diadakan di Paris, Prancis, hanya saja pegelaran tersebut bersamaan dengan acara Paris Fashion Week[3]
Sebelum masuk kedalam pembahasan, perlu diketahui bahwa kini Indonesia mengatur lebih luas terkait dengan merek. Sebelumnya, merek diatur dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek (selanjutnya disebut “UU 15/2001”), namun saat ini ketentuan tersebut telah dicabut dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis yang telah diubah dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja (selanjutnya disebut “UU Merek”). Dengan dicabutnya UU 15/2001, maka begitu banyak perubahan yang ada terkait dengan merek, salah satunya adalah pengaturan yang lebih ketat terhadap merek terkenal yang mana UU 15/2001 hanya mengatur merek terkenal ke dalam tiga ketentuan yaitu Pasal 6 dan Pasal 37 dan penjelasan Pasal 6, sedangkan UU Merek telah memuat lima ketentuan yaitu Pasal 21 dan Pasal 83 dan penjelasan Pasal 21, Penjelasan Pasal 76, dan Penjelasan Pasal 83. Lebih dari itu, Pasal 83 UU Merek juga memberikan hak bagi pemilik merek terkenal untuk mengajukan gugatan terhadap perbuatan curang yang dilakukan oleh pihak lain meskipun merek tersebut belum terdaftar, artinya merek luar negeri yang belum terdaftar sebagai hak merek di Indonesia dapat mengajukan gugatan terhadap perbuatan curang yang dilakukan di Indonesia guna melindungi kepemilikan merek terkenal tersebut.
Berikut perbedaan yang ada antara UU 15/2001 yang telah dicabut dan UU Merek yang berlaku saat ini:
No | UU 15/2001 | UU 20/2016 |
1 | Hanya berhubungan dengan merek konvensional | Undang-undang terbaru memperluas merek yang akan didaftarkan. Di antaranya penambahan merek 3 dimensi, merek suara, dan merek hologram. |
2 | Proses pendaftaran relatif lebih lama. Permohonan dilanjutkan dengan pemeriksaan formal, setelah itu pemeriksaan subtantif, kemudian pengumuman dan diakhiri dengan sertifikasi. | Proses pendaftaran menjadi lebih singkat: Permohonan dilanjutkan dengan pemeriksaan formal, dilanjutkan dengan pengumuman (hal tersebut guna melihat apakah ada yang keberatan), dilanjutkan dengan pemeriksaan substantif dan diakhiri dengan sertifikasi, sehingga pemohon akan mendapatkan nomor lebih cepat dari sebelumnya. |
3 | Menteri tidak memiliki hak untuk menghapus merek terdaftar | Menteri memiliki hak untuk menghapus merek terdaftar dengan alasan merek tersebut merupakan Indikasi Geografis, atau bertentangan dengan kesusilaan dan agama, sedangkan untuk pemilik merek terdaftar yang merasa keberatan dengan penghapusan tersebut dapat mengajukan keberatannya melalui gugatan ke PTUN. |
4 | Gugatan oleh merek terkenal sebelumnya tidak diatur. | Merek terkenal dapat mengajukan gugatan berdasarkan putusan pengadilan. |
5. | Tidak memuat mengenai pemberatan sanksi pidana. | Memuat pemberatan sanksi pidana bagi merek yang produknya mengancam keselamatan dan kesehatan jiwa manusia. |
6. | Hanya menyinggung sedikit mengenai indikasi geografis, namun diatur lebih lanjut di peraturan pemerintah. | Ketentuan mengenai indikasi geografis diatur dalam empat BAB (Pasal 53 sampai dengan 71). Pemohon indikasi geografis yaitu: |
Definisi brand/Merek menurut Pasal 1 ayat 1 UU Merek adalah
“Tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bntuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa.”
Definisi merek menurut Keller (2008:5) adalah: “Sebuah merek merupakan lebih dari sekedar produk, karena mempunyai sebuah dimensi yang menjadi diferensiasi dengan produk lain yang sejenis. Merek/brand dapat berbentuk logo, nama, trademark atau gabungan dari keseluruhannya.”
Definisi regional brand atau merek wilayah tidak disebutkan secara spesifik dalam UU Merek baik dalam UU no 15/2001 maupun undang-undang terbaru tentang merek yakni UU no 20/2016 dan perubahannya dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja. Regulasi tersebut hanya mengatur definisi tentang merek, merek dagang, dan merek jasa. Ketiadaan definisi regional brand ternyata bukan hanya pada UU Merek saja, hal ini juga tidak diatur oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dalam peraturan-peraturan yang lain. Upaya untuk mendapatkan definisi tentang apa yang dimaksud dengan regional brand hanya bisa didapat dari beberapa akademisi dan praktisi saja. Local brand atau disebut juga dengan regional brand adalah identitas, simbol, logo, atau merek yang melekat pada suatu daerah. Kota atau daerah di sini diposisikan sebagai sebuah produk yang harus dikemas sedemikian rupa sehingga menjadi produk yang berkualitas dan mempunyai brand yang kuat. Wisatawan yang merupakan konsumen dari kota atau daerah akan secara mudah dapat mengingat namanya tersebut. Hal itu seperti saat kita langsung mengenali brand dari suatu produk perdagangan. Suatu brand baik berupa nama, simbol, logo, dan grafis lainnya, diciptakan untuk dapat mengilustrasikan tujuan dari kota tersebut. Brand ini akan memberikan tawaran kepada publik, misalnya adalah bagaimana perjalanan yang menyenangkan dan mengesankan. Ada beberapa hal yang dilakukan untuk membuat brand sebuah kota.
– Pertama, dalam menciptakan brand sebuah kota tidak harus terfokus pada pemasaran kota semata.
– kedua identitas apa yang harus ditentukan, hal ini harus memperhitungkan sejarah dan persepsi publik baik itu internal maupun eksternal (warga, pengunjung, investor, media massa, lembaga-lembaga publik, dan lain-lain).
Menurut Undang-undang No 20 Tahun 2016 Tentang Merek Dan Indikasi Geografis, terdapat perbedaan antara merek dan indikasi geografis:[4]
Perbedaan | Merek | Indikasi Geografis |
Definisi/ Pengertian | Adalah sebuah tanda atau nama yang merupakan hasil kreasi intelektual dan dipergunakan pada barang | Adalah nama daerah yang digunakan sebagai indikasi yang menunjukkan wilayah/ daerah asal produk tersebut |
Sifat | Merek tidak menunjukkan kualitas produk | Indikasi Geografis menunjukkan kualitas, reputasi dan karakteristik suatu produk |
Pemilik | Merek dimiliki oleh perorangan atau perusahaan | Indikasi Geografis dimiliki secara komunal. |
Jangka Waktu Perlindungan | 10 tahun dan dapat diperpanjang | Indikasi Geografis tidak mempunyai batas waktu perlindungan atau perlindungan Indikasi Geografis berakhir apabila wilayah tersebut tidak dapat menghasilkan lagi produk. |
Eksploitasi | Merek dapat diperjualbelikan atau dilisensikan. | Indikasi geografis tidak dapat diperjualbelikan atau dilisensikan |
Sebagaimana telah disebutkan di atas, bahwasanya Pemilik Merek Terkenal dapat mengajukan gugatan apabila terdapat kecurangan, namun demikian melihat pada ketentuan Pasal 83 UU Merek, jelas bahwasanya kecurangan yang dimaksud adalah berkaitan dengan penggunaan merek yang sama pada suatu barang atau jasa yang serupa. Lalu bagaimana dengan penggunaan merek Paris Fashion Week dan klaim MS Glow yang memungkinkan MS Glow untuk mendapatkan keuntungan tersebut di atas, maka jika mencermati ketentuan dalam UU Merek hal tersebut tidak diatur.
Namun demikan, apabila Paris Fashion Week merasa dirugikan maka Badan Hukum yang membawahi Paris Fashion Week dapat saja mengajukan gugatan terhadap MS Glow sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Apabila gugatan diajukan di Indonesia maka tentu dasar hukum yang digunakan adalah ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
[1] https://www.tribunnews.com/seleb/2022/03/13/ms-glow-akhirnya-minta-maaf-usai-klaim-ikut-paris-fashion-week-akui-awam-soal-acara-internasional.
[2] https://wolipop.detik.com/fashion-news/d-5981688/bos-ms-glow-minta-maaf-klaim-tampil-di-paris-fashion-week-im-sorry.
[3] https://www.suara.com/entertainment/2022/03/14/112124/ms-glow-akhirnya-minta-maaf-usai-klaim-tampil-di-paris-fashion-week
[4] Winda Risna Yessiningrum, “Perlindungan Hukum Indikasi Geografis Sebagai Bagian dari Hak Kekayaan Intelektual”, Jurnal IUS, Vol. III, Nomor 7, 2015, hlm. 1.
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim PertanyaanHukuman Penjara Sebagai Efek Jera Tindak Pidana
Tindak Pidana Dalam Perlindungan Konsumen
hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.