Kewenangan Polri Menembak Ditempat

Pada hari Senin, 7 Desember 2020 terjadi penembakan terhadap 6 (enam) anggota laskar Front Pembela Islam (selanjutnya disebut FPI) di Tol Jakarta-Cikampek. Penembakan terhadap 6 (enam) anggota laskar FPI terjadi karena adanya bentrok antara anggota FPI dengan Polisi. Saat ini, kronologi yang beredar dalam media massa masih simpang siur lantaran kronologi yang diceritakan oleh Polisi dengan kronologi yang diceritakan oleh pihak FPI berbeda. FPI mengklaim bahwa insiden tersebut berawal dari serangan orang tak dikenal pada saat sedang mengawal kegiatan Rizieq Shihab selaku Ketua FPI.[1] Sedangkan menurut Polisi, saat itu Polisi sedang melakukan pengawalan pemeriksaan Rizieq Shihab dalam kasus pelanggaran terhadap protokol kesehatan, namun mobil yang berisi anggota laskar khusus FPI beberapa kali menabrak mobil Polisi serta melakukan penyerangan terhadap Polisi menggunakan senjata tajam dan pistol.[2] Karena merasa terancam, kemudian Polisi melakukan penembakan hingga menewaskan 6 (enam) orang anggota FPI.[3]

Berdasarkan kasus tersebut, maka artikel kali ini akan membahas mengenai kewenangan Polisi Republik Indonesia (Polri) dalam melakukan penembakan ditempat. Terkait dengan penggunaan senjata api oleh Polisi diatur dalam ketentuan Pasal 47 sampai dengan Pasal 49 Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia (selanjutnya disebut Perkap 8/2009). Pasal 47 Perkap 8/2009 menyatakan bahwa :

    1. Penggunaan senjata api hanya boleh digunakan bila benar-benar diperuntukkan untuk melindungi nyawa manusia;
    2. Senjata api bagi petugas hanya boleh digunakan untuk:
      1. dalam hal menghadapi keadaan luar biasa;
      2. membela diri dari ancaman kematian dan/atau luka berat;
      3. membela orang lain terhadap ancaman kematian dan/atau luka berat;
      4. mencegah terjadinya kejahatan berat atau yang mengancam jiwa orang;
      5. menahan, mencegah atau menghentikan seseorang yang sedang atau akan melakukan tindakan yang sangat membahayakan jiwa; dan
      6. menangani situasi yang membahayakan jiwa, dimana langkah-langkah yang lebih lunak tidak cukup.

Prosedur dalam penggunaan senjata api oleh Polri diatur dalam ketentuan Pasal 48 Perkap 8/2009 yang menyatakan bahwa :

Setiap petugas Polri dalam melakukan tindakan kepolisian dengan menggunakan senjata api harus memedomani prosedur penggunaan senjata api sebagai berikut:

    1. petugas memahami prinsip penegakan hukum legalitas, nesesitas dan proporsionalitas.
    2. sebelum menggunakan senjata api, petugas harus memberikan peringatan yang jelas dengan cara:
    3. menyebutkan dirinya sebagai petugas atau anggota Polri yang sedang bertugas;
    4. memberi peringatan dengan ucapan se cara jelas dan tegas kepada sasaran untuk berhenti, angkat tangan, atau meletakkan senjatanya; dan
    5. memberi waktu yang cukup agar peringatan dipatuhi.
    6. Dalam keadaan yang sangat mendesak dimana penundaan waktu diperkirakan dapat mengakibatkan kematian atau luka berat bagi petugas atau orang lain disekitarnya, peringatan sebagaimana dimaksud pada huruf b tidak perlu dilakukan.

Sedangkan, prosedur setelah melakukan penembakan oleh Polri diatur dalam ketentuan Pasal 49 Perkap 8/2009 yang menyatakan sebagai berikut :

    1. Setelah melakukan penindakan dengan menggunakan senjata api, petugas wajib:
      1. mempertanggungjawabkan tin dakan penggunaan senjata api;
      2. memberi bantuan medis bagi setiap orang yang terluka tembak;
      3. memberitahukan kepada keluarga atau kerabat korban akibat penggunaan senjata api; dan
      4. membuat laporan terinci dan lengkap tentang penggunaan senjata api.
    2. Dalam hal terdapat pihak yang merasa keberatan atau dirugikan akibat penggunaan senjata api oleh petugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka:
      1. petugas wajib membuat penjelasan secara rinci tentang alasan penggunaan senjata api, tindakan yang dilakukan dan akibat dari tindakan yang telah dila ku kan;
      2. pejabat yang berwenang wajib memberikan penjelasan kepada pihak yang dirugikan; dan
      3. tindakan untuk melakukan penyidikan harus dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 47 sampai dengan Pasal 49 Perkap 8/2009, terkait dengan kasus penembakan anggota laskar FPI belum diketahui pasti bagaimana kronologi kasus yang sebenarnya, sehingga diperlukan pemeriksaan lebih lanjut. Saat ini, Kepolisian Daerah Metro Jaya melimpahkan perkara ini kepada Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia dengan alasan pelimpahan berkaitan dengan tempat kejadian perkara (locus delicti).[4] Hal ini berkaitan dengan resiko apabila dikemudian hari ternyata Polisi melakukan kesalahan, maka seharusnya Polisi tersebut dikenakan sanksi pertanggung jawaban pidana sebagaimana ketentuan dalam Pasal 359 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (selanjutnya disebut KUHP) yang menyatakan sebagai berikut :

“Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.”

Walaupun ancaman terhadap polisi yang melakukan salah tembak adalah ancaman pidana, namun selama ini sebagian besar kasus salah tembak hanya diberi sanksi disiplin dan sidang etik. Salah satu contohnya yaitu pada kasus salah tembak terhadap Agustinus Anamesa di Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur pada Tahun 2018 silam. Dalam kasus tersebut Polisi yang melakukan salah tembak diproses dalam sidang disiplin dan etik internal kepolisian dan hanya dikenai sanksi berupa teguran tertulis dari Polres Sumba Barat.[5] Kemudian terkait dengan kasus penembakan anggota laskar FPI, apabila penembakan yang dilakukan oleh Polisi dilakukan berdasarkan alasan sebagaimana yang dinyatakan dalam ketentuan Pasal 47 Perkap 8/2009, maka tidak ada sanksi yang dapat dikenakan, yang artinya Polisi tersebut tidak melakukan kesalahan dalam perbuatannya.

[1] https://www.cnnindonesia.com/nasional/20201208115757-12-579326/pasukan-brimob-anti-anarki-siaga-pasca-penembakan-laskar-fpi

[2] https://megapolitan.kompas.com/read/2020/12/10/10171131/kronologi-tewasnya-6-laskar-fpi-menurut-keterangan-rizieq-shihab?page=all

[3] Ibid.

[4] https://nasional.tempo.co/read/1413116/komnas-ham-masih-gali-fakta-kasus-penembakan-6-laskar-fpi

[5] https://tirto.id/polri-harus-ganti-rugi-pidanakan-anggota-yang-tembak-agustinus-c8nS

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.