Kewajiban Orang Tua Kepada Anak Dari Sudut Pandang Hukum

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah dirubah dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (selanjutnya disebut UU Perlindungan Anak) menjelaskan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan. Sedangkan yang dimaksud dengan orang tua dijelaskan dalam ketentuan Pasal 1 angka 4 UU Perlindungan Anak yaitu ayah dan/atau ibu kandung, atau ayah dan/atau ibu tiri, atau ayah dan/atau ibu angkat. Anak berhak untuk mendapat perlindungan sebagaimana ketentuan dalam UU Perlindungan Anak. Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi sebagaimana ketentuan dalam Pasal 1 angka 2 UU Perlindungan Anak. Pasal 3 UU Perlindungan Anak menyatakan bahwa perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas berakhlak mulia dan sejahtera.

Perlindungan terhadap anak tidak lepas dari tanggung jawab dan kewajiban orang tua untuk menjaga anaknya sebagaimana ketentuan dalam Pasal 26 UU Perlindungan Anak yang menyatakan sebagai berikut :

  1. Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk:
    1. mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi Anak;
    2. menumbuhkembangkan Anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya;
    3. mencegah terjadinya perkawinan pada usia Anak; dan
    4. memberikan pendidikan karakter dan penanaman nilai budi pekerti pada Anak;
  2. Dalam hal Orang Tua tidak ada, atau tidak diketahui keberadaannya, atau karena suatu sebab tidak dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya, kewajiban dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat beralih kepada keluarga, yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Selain itu, ketentuan dalam Pasal 45 ayat (1) UU Perlindungan Anak juga menyatakan bahwa orang tua dan keluarga bertanggung jawab menjaga kesehatan anak dan merawat anak sejak dalam kandungan. Apabila orang tua dan keluarga tidak mampu melaksanakan tanggung jawab sebagaimana ketentuan dalam Pasal 45 ayat (1) UU Perlindungan Anak, maka pemerintah dan pemerintah daerah wajib memenuhinya sebagaimana ketentuan dalam Pasal 45 ayat (2) UU Perlindungan Anak. Kewajiban dan tanggung jawab orang tua terhadap anak sebagaimana ketentuan dalam Pasal 26 UU Perlindungan Anak merupakan salah satu bentuk untuk mewujudkan perlindungan terhadap hak-hak anak. Hak-hak anak diuraikan dalam ketentuan Pasal 4 sampai dengan Pasal 18 UU Perlindungan Anak, diantaranya yaitu :

  1. Berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi sebagaimana ketentuan dalam Pasal 4 UU Perlindungan Anak;
  2. Berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 5 UU Perlindungan Anak;
  3. Berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bimbingan orang tua atau wali sebagaimana ketentuan dalam Pasal 6 UU Perlindungan Anak;
  4. Berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang tuanya sendiri sebagaimana ketentuan dalam Pasal 7 ayat (1) UU Perlindungan Anak;
  5. Berhak diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau anak angkat oleh orang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam hal karena suatu sebab orang tuanya tidak dapat menjamin tumbuh kembang anak, atau anak dalam keadaan terlantar sebagaimana ketentuan dalam Pasal 7 ayat (2) UU Perlindungan Anak;
  6. Berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial sebagaimana ketentuan dalam Pasal 8 UU Perlindungan Anak;
  7. Berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya sebagaimana ketentuan dalam Pasal 9 ayat (1) UU Perlindungan Anak;
  8. berhak mendapatkan perlindungan di satuan pendidikan dari kejahatan seksual dan Kekerasan yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain sebagaimana ketentuan dalam Pasal 9 ayat (1a) UU Perlindungan Anak;
  9. Khusus bagi anak yang menyandang cacat juga berhak memperoleh pendidikan luar biasa, sedangkan bagi anak yang memiliki keunggulan juga berhak mendapatkan pendidikan khusus sebagaimana ketentuan dalam Pasal 9 ayat (2) UU Perlindungan Anak;
  10. Berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 10 UU Perlindungan Anak;
  11. Berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri sebagaimana ketentuan dalam Pasal 11 UU Perlindungan Anak;
  12. Anak penyandang disabilitas berhak memperoleh rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial sebagaimana ketentuan dalam Pasal 12 UU Perlindungan Anak;
  13. Pasal 13 ayat (1) UU Perlindungan Anak menyatakan bahwa setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan :
    1. diskriminasi;
    2. eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual;
    3. penelantaran;
    4. kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan;
    5. ketidakadilan; dan
    6. perlakuan salah lainnya.
  14. Berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir sebagaimana ketentuan dalam Pasal 14 ayat (1) UU Perlindungan Anak;
  15. Dalam terjadi pemisahan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 14 ayat (1) UU Perlindungan Anak, anak tetap memiliki hak sebagaimana disebutkan dalam ketentuan Pasal 14 ayat (2) UU Perlindungan Anak, yaitu :
    1. bertemu langsung dan berhubungan pribadi secara tetap dengan kedua Orang Tuanya;
    2. mendapatkan pengasuhan, pemeliharaan, pendidikan dan perlindungan untuk proses tumbuh kembang dari kedua Orang Tuanya sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya;
    3. memperoleh pembiayaan hidup dari kedua Orang Tuanya; dan
    4. memperoleh Hak Anak lainnya.
  16. Pasal 15 UU Perlindungan Anak menyatakan bahwa anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari :
    1. penyalahgunaan dalam kegiatan politik;
    2. pelibatan dalam sengketa bersenjata;
    3. pelibatan dalam kerusuhan sosial;
    4. pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan;
    5. pelibatan dalam peperangan; dan
    6. kejahatan seksual
  17. Berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi sebagaimana ketentuan dalam Pasal 16 ayat (1) UU Perlindungan Anak;
  18. Berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum sebagaimana ketentuan dalam Pasal 16 ayat (2) UU Perlindungan Anak;
  19. Penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir sebagaimana ketentuan dalam Pasal 16 ayat (3) UU Perlindungan Anak;
  20. Pasal 17 ayat (1) UU Perlindungan Anak menyatakan bahwa setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk :
    1. mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatannya dipisahkan dari orang dewasa;
    2. memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku; dan
    3. membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang objektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum.
  21. Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 17 ayat (2) UU Perlindungan Anak;
  22. Anak berhak mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya apabila menjadi korban atau pelaku tindak pidana sebagaimana ketentuan dalam Pasal 18 UU Perlindungan Anak.

Namun, selain memiliki hak, anak juga memiliki kewajiban yang dinyatakan dalam ketentuan Pasal 19 UU Perlindungan Anak, diantaranya yaitu :

    1. menghormati orang tua, wali, dan guru;
    2. mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi teman;
    3. mencintai tanah air, bangsa, dan negara;
    4. menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya; dan 5. melaksanakan etika dan akhlak yang mulia.

Oleh karena itu, seorang anak juga harus melaksanakan kewajibannya sebagai seorang anak sebagaimana ketentuan dalam Pasal 19 UU Perlindungan Anak.

Apabila orang tua melalaikan kewajiban yang diuraikan dalam ketentuan Pasal 26 UU Perlindungan Anak, maka terhadap orang tua dapat dilakukan tindakan pengawasan atau kuasa asuh orang tua dapat dicabut melalui penetapan pengadilan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 30 UU Perlindungan Anak. Penetapan pengadilan terkait pencabutan hak asuh dapat diperoleh melalui permohonan yang dilakukan oleh salah satu orang tua, saudara kandung, atau keluarga sampai derajat ketiga. Apabila oleh salah satu orang tua, saudara kandung, atau keluarga sampai derajat ketiga tidak dapat melaksanakan hal tersebut, maka pencabutan kuasa asuh dapat diajukan oleh pejabat yang berwenang atau lembaga lain yang mempunyai kewenangan untuk itu sebagaimana ketentuan dalam Pasal 31 ayat (2) UU Perlindungan Anak. Berdasarkan hal tersebut, maka melalui penetapan pengadilan dapat ditunjuk orang perseorangan atau lembaga pemerintah/masyarakat untuk menjadi wali bagi anak dengan ketentuan sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 32 UU Perlindungan Anak, yaitu :

    1. Tidak memutuskan hubungan darah antara anak dan orang tua kandungnya;
    2. tidak menghilangkan kewajiban orang tuanya untuk membiayai hidup anaknya; dan
    3. batas waktu pencabutan.

Namun pada dasarnya, perlindungan terhadap hak-hak anak bukan hanya kewajiban dan tanggung jawab orang tua saja, melainkan juga tanggung jawab dan kewajiban negara, pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, dan keluarga sebagaimana ketentuan dalam Pasal 20 UU Perlindungan Anak.

Kemudian terhadap batasan tanggung jawab dan kewajiban orang tua terhadap anak sebagaimana ketentuan dalam Pasal 26 dan Pasal 45 ayat (1) UU Perlindungan Anak tidak diatur secara eksplisit dalam UU Perlindungan Anak. Namun, mengingat batasan usia anak dalam ketentuan Pasal 1 angka 1 UU Perlindungan Anak yaitu 18 (delapan belas) tahun, maka seseorang yang telah lebih dari usia 18 (delapan belas) tidak dapat lagi dianggap sebagai anak, melainkan sebagai orang yang telah dewasa. Berkaitan dengan tanggung jawab dan kewajiban orang tua terhadap anak, ketentuan Pasal 45 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (selnjutnya disebut UU Perkawinan) menyatakan hal sebagai berikut :

    1. Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya;
    2. Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri, kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan antara kedua orang tua putus.

Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa batasan kewajiban dan tanggung jawab orang tua terhadap anak yaitu ketika anak tersebut telah kawin atau dapat berdiri sendiri setelah ia berusia lebih dari 18 (delapan) belas tahun. Dalam UU Perkawinan tidak dijelaskan lebih lanjut mengenai makna “berdiri sendiri” yang dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2), namun secara istilah dapat diartikan bahwa jika anak tersebut telah mandiri atau dapat memenuhi kebutuhan dirinya sendiri.

 

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.