Kewajiban Audit Perseroan Terbatas Jika Keuntungan Lebih Dari 50 M

Perseroan Terbatas merupakan wujud atau entitas (entity) yang terpisah dan berbeda dari pemiliknya yaitu pemegang saham (separate and distinct drom its owner).[1] Kekayaan yang dimiliki suatu Perseroan tidak dapat dimiliki atau dikuasai oleh para pemegang saham sehingga pemegang saham secara pribadi tidak berhak mengalihkan harta kekayaan Perseroan kepada pihak ketiga. Dengan demikian, eksistensi dan validitasnya tidak terancam oleh kematian, penggantian atau pengunduran diri individu pemegang saham.[2]

Keberadaan Perseroan Terbatas saat ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (UU PT) dan yang sebagian telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU CK). Pasal 109 Angka 1 UUCK memberikan definisi yang baru terhadap Perseroan Terbatas, yaitu:

“Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham atau badan hukum perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro dan kecil sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai usaha mikro dan kecil.”

Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa Perseroan saat ini terdiri dari badan hukum yang merupakan persekutuan modal atau yang didirikan berdasarkan perjanjian dan badan hukum perorangan. Ketentuan UUPT dan perubahannya dalam UUCK telah memuat pengaturan hukum pengelolaan perusahaan yang baik, yang lebih dikenal dengan istilah Good Corporate Governance (GCG).[3] Salah satu hal yang berasal dari konsep GCG ini adalah akuntabilitas dari suatu Perseroan yang yang mengharuskan agency problem antara direksi dan pemegang saham, didasarkan pada sistem internal checks and balances yang mencakup praktik audit yang sehat dan pengawasan efektif berdasarkan keseimbangan antara pemegang saham, komisaris, dan direksi.

Berkaitan dengan hal tersebut, merujuk ketentuan Pasal 66 UUPT mewajibkan bagi Perseroan Terbatas untuk menyampaikan laporan tahunan kepada Rapat Umum Pemegang Saham, yang berbunyi sebagai berikut:

(1) Direksi menyampaikan laporan tahunan kepada RUPS setelah ditelaah oleh Dewan Komisaris dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku Perseroan berakhir.

(2) Laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat sekurang-kurangnya:

  1. laporan keuangan yang terdiri atas sekurang-kurangnya neraca akhir tahun buku yang baru lampau dalam perbandingan dengan tahun buku sebelumnya, laporan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan, laporan arus kas, dan laporan perubahan ekuitas, serta catatan atas laporan keuangan tersebut;
  2. laporan mengenai kegiatan Perseroan;
  3. laporan pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan;
  4. rincian masalah yang timbul seiama tahun buku yang rnempengaruhi kegiatan usaha Perseroan;
  5. laporan mengenai tugas pengawasan yang telah dilaksanakan oleh Dewan Komisaris selama tahun buku yang baru lampau;
  6. nama anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris;
  7. gaji dan tunjangan bagi anggota Direksi dan gaji atau honorarium dan tunjangan bagi anggota Dewan Komisaris Perseroan untuk tahun yang baru lampau.

(3) Laporan keuangan sebagaimana dirnaksud pada ayat (2) huruf a disusun berdasarkan standar akuntansi keuangan,

(4) Neraca dan laporan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a bagi Perseroan yang wajib diaudit, harus disampaikan kepada Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Menurut ketentuan tersebut, laporan tahunan wajib disampaikan kepada RUPS dan persetujuannya pun dilakukan RUPS. Kemudian, berkaitan dengan kewajiban untuk dilakukan audit salah satunya adalah laporan keuangan yang terdiri atas sekurang-kurangnya neraca akhir tahun buku yang baru lampau dalam perbandingan dengan tahun buku sebelumnya, laporan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan, laporan arus kas, dan laporan perubahan ekuitas, serta catatan atas laporan keuangan sebagaimana dinyatakan Pasal 66 Ayat (4) UU PT.

Selain ketentuan Pasal 66 UUPT, terdapat pula ketentuan yang menunjukkan bahwa Direksi berkewajiban menyerahkan laporan keuangan perseroan sebagaimana yang dinyatakan Pasal 68 UU PT yang berbunyi:

(1) Direksi wajib menyerahkan laporan keuangan Perseroan kepada akuntan publik untuk diaudit apabila:

  1. kegiatan usaha Perseroan adalah menghimpun dan/ atau mengelola dana masyarakat;
  2. Perseroan menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat;
  3. Perseroan merupakan Perseroan Terbuka;
  4. Perseroan merupakan persero;
  5. Perseroan mempunyai aset dan/atau jumlah peredaran usaha dengan jumlah nilai paling sedikit Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah); atau
  6. diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan.

(2) Dalam ha1 kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipenuhi, laporan keuangan tidak disahkan oleh RUPS.

(3) Laporan atas hasil audit akuntan publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara tertulis kepada RUPS melalui Direksi.

(4) Neraca dan laporan laba rugi dari laporan keuangan sebagaimana dirnaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c setelah mendapat pengesahan RUPS diumumkan dalam 1 (satu) Surat Kabar.

(5) Pengumuman neraca dan laporan laba rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah mendapat pengesahan RUPS.

(6) Pengurangan besarnya jumlah nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Ketentuan Pasal 68 UUPT menunjukkan bahwa apabila perseroan mempunyai aset dan/atau jumlah peredaran usaha dengan jumlah nilai paling sedikit Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) maka perlu dilakukan audit. Hal tersebut juga yang menjadi dasar hukum bahwa keuntungan lebih dari Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) harus dilakukan audit untuk terciptanya sistem internal checks and balances antar Pemegang Saham, Direksi, dan Komisaris.

Secara garis besar audit dapat diartikan sebagai suatu proses yang sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai informasi tingkat kesesuaian antara tindakan atau peristiwa ekonomi dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta melaporkan hasilnya kepada pihak yang membutuhkan, dimana auditing harus dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen.[4] Dengan melakukan audit, suatu Perseroan dapat menjamin tercapainya tujuan yang telah direncanakan.

Audit laporan keuangan Perseroan dilakukan oleh auditor independen. Auditor independen ialah merupakan suatu akuntan publik yang bersertifikat atau kantor akuntan publik yang melakukan audit atas entitas keuangan komersial maupun non kormersial. Dalam melaksanakan audit, auditor harus bertindak sebagai seorang ahli dibidang akuntansi dan auditing. Selain itu, Auditor Independen juga harus berpedoman pada Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), dalam hal ini adalah standar auditing. Standar auditing terdiri dari standar umum, standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan.[5]

Para pengguna laporan keuangan terutama para pemegang saham akan mengambil keputusan berdasarkan pada laporan yang telah dibuat oleh auditor. Oleh karena itu, auditor mempunyai peranan penting dalam pengesahan laporan keuangan suatu perusahaan, sehingga auditor harus menghasilkan audit yang berkualitas sehingga dapat mengurangi ketidakselarasan yang terjadi antara pihak manajemen dan pemilik. Dengan demikian, audit laporan keuangan bagi suatu Perseroan sangatlah penting guna dapat mengevaluasi dan menetapkan rencana selanjutnya terhadap aktivitas Perseroan.

 

 

Penulis: Rizky Pratama J., S.H.

Editor: R. Putri J., S.H., M.H., & Mirna R., S.H., M.H.

 

 

 

[1] M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan, Catakan Ketiga Edisi Ketujuh, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, halaman 57

[2] Ibid.

[3] Indra Surya, dan Ivan Yustiavandana, Penerapan Good Corporate Governance Mengesampingkan Hak-hak Istimewa Demi Kelangsungan Usaha, Kencana, Jakarta, 2016, halaman 51

[4] Mulyadi, Sistem Akuntansi, Cetakan Keempat, Salemba Empat, Jakarta, 2014, halaman 11

[5] Ikatan Akuntan Indonesia, Standar Profesi Akuntan Publik, Salemba Empat, Jakarta, 2011, halaman 32

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.