Keterlibatan Perusahaan Swasta Dalam Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah

Negara Indonesia adalah negara hukum yang sedang membangun (developing country), dimana pada saat ini sedang giat melaksanakan pembangunan di semua bidang. Dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa, pemerintah dituntut untuk memajukan kesejahteraan umum yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, untuk mewujudkan hal tersebut, pemerintah berkewajiban menyediakan kebutuhan rakyat dalam berbagai bentuk berupa barang, jasa, maupun pembangunan infrastruktur. Pemerintah sedang melakukan banyak usaha untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia, salah satunya dengan melakukan pengadaan barang dan jasa yang dilakukan oleh instansi-instansi pemerintahan.[1] Dalam upaya pemerintah untuk mengatur kebijakan pengadaan barang dan jasa, telah terjadi beberapa kali perubahan, peraturan tentang pengadaan barang dan jasa terbaru yakni Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2021 (PerPres 12/2021) Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (PerPres 16/2018). Perubahan tersebut dilakukan untuk dapat menyesuaikan dengan pengaturan mengenai penggunaan produk/jasa baik Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta Koperasi, dan pengaturan pengadaan jasa konstruksi yang pembiayaannya bersumber dari APBN dan APBD, dalam Pengadaan Barang Jasa Pemerintah untuk kemudahan bersama berdasarkan Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Dan penyesuaian ketentuan Sumber Daya Manusia Pengadaan Barang Jasa, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah.[2]

Definisi penggandaan barang dan jasa terdapat pada pasal 1 angka (1) PerPres 12/2021 yaitu:

“Pengadaan Barang/Jasa Pemerinta.h yang selanjutnya disebut Pengadaan Barang/Jasa adalah kegiatan Peirgadaan Barang/Jasa oleh KementerianlLembagalPerangkat Daerah yang dibiayai, oleh APBN/APBD yang prosesnya sejak identifikasi kebutuhan, sampai dengan serah terima ,hasil pekerjaan.”

Pengadaan barang dan jasa pada hakekatnya merupakan upaya pihak pengguna untuk mendapatkan atau mewujudkan barang dan jasa yang diinginkannya dengan menggunakan metode dan proses tertentu agar dicapai kesepakatan harga, waktu dan kesepakatan lainnya. Pengadaan yang menggunakan penyedia barang dan jasa baik sebagai badan usaha maupun perorangan, pada dasarnya dilakukan melalui pemilihan penyedia barang dan jasa. Pengadaan barang dan jasa pemerintah dengan cara pengadaan langsung dilakukan oleh pejabat pengadaan dengan cara membeli barang atau membayar jasa secara langsung kepada penyedia barang dan jasa, tanpa melalui proses lelang atau seleksi.

Tujuan Pengadaan Barang dan Jasa dalam mendorong pembangunan nasional untuk meningkatkan pelayanan publik baik pusat ataupun daerah diatur dalam Pasal 4 Perpres 12/2021, adapun tujuannya adalah sebagai berikut:

  1. Menghasilkan barang/jasa yang tepat dari setiap uang yang dibelanjakan, diukur dari aspek kualitas, jumlah, waktu, biaya, lokasi, dan penyedia.
  2. Meningkatkan penggunaan produksi dalam negeri.
  3. Meningkatkan peran serta usaha  mikro, usaha kecil, dan usaha menengah.
  4. Meningkatkan peran pelaku usaha nasional.
  5. Mendukung pelaksanaan penelitian dan pemanfaatan barang/jasa hasil penelitian.
  6. Meningkatkan keikutsertaan industri kreatif.
  7. Mendorong pemerataan ekonomi.
  8. Mendorong pengadaan berkelanjutan

Dalam pengadaan barang dan jasa, terdapat perbedaan yang mendasar antara proses pengadaan barang/jasa di pemerintah dan di perusahaan swasta.  Pengadaan barang/jasa sendiri dibagi menjadi dua macam, yaitu :[3]

  1. Pengadaan barang/jasa Pemerintah

Berdasarkan Peraturan Presiden nomor 12 tahun 2021 Pengadaan barang/Jasa Pemerintah diartikan sebagai kegiatan pengadaan barang/jasa oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah yang dibiayai oleh APBN/APBD yang prosesnya sejak identifikasi kebutuhan, sampai dengan serah terima hasil pekerjaan.

  1. Pengadaan barang/jasa Swasta

Merupakan Pengadaan barang/jasa khusus yang dimiliki oleh swasta. Sifatnya eksklusif dan hanya bisa dinikmati oleh mereka yang mampu membelinya, karena harganya disesuaikan dengan harga pasar menurut rumus sang penjual. Perusahaan swasta kurang menekankan persaingan penawaran secara formal, prosedur yang didokumentasikan, dan mendesak konflik kepentingan yang terkait pemerintah.

Perpres 12/2021 dan perpres 16/2018 tidak menyebutkan mengenai peserta dari perusahaan swasta, hanya saja dalam pasal angka 38 disebutkan bahwa peserta pengadaan dapat berasal dari pelaku usaha nasional atau pelaku usaha asing. Selanjutnya pasal 93 UU 16/2018 menyebutkan:

Pada saat Peraturan Presiden ini mulai berlaku, semua peraturan pelaksanaan dari Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti dengan ketentuan dalam Peraturan Presiden ini.”

Dengan demikian, apabila ketentuan dalam perpres 54/2010 tidak bertentangan dengan PerPres 12/2021 ataupun PerPres 16/2018, maka ketentuan tersebut tetap berlaku. Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2015 Tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Perpres 4/2015) Pasal 129 ayat (1) menyebutkan “Ketentuan Pengadaan Barang/Jasa yang dilakukan melalui pola kerja sama pemerintah dan badan usaha swasta dalam rangka Pengadaan Barang/Jasa publik, diatur dengan Peraturan Presiden tersendiri”. Dari ketentuan tersebut dapat ditarik sebuah kesimpulan, bahwa perusahaan swasta dalam hal pengadaan barang dan jasa juga dibutuhkan oleh pemerintahan, perusahaan swasta dijadikan sebagai pihak penyedia kepada pemerintahan dalam bentuk kerja sama. Perusahaan swasta dapat dijadikan sebagai pihak ketiga dalam melakukan pengadaan barang dan jasa. Dalam urusan pengelolaan daerah, pemerintah daerah diberikan kewenangan berdasarkan Pasal 195 dan Pasal 196 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang mengatur bahwa dalam rangka meningkatkan pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat daerah dapat melaksanakan Kerjasama Daerah baik kerjasama daerah dengan daerah lain maupun kerjasama daerah dengan Pihak Ketiga. Melalui Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, telah membuka kesempatan bagi Pemerintah Daerah untuk melakukan kerja sama dengan berbagai pihak, baik Pemerintah Daerah lain maupun Pihak Ketiga yaitu Departemen/Lembaga Non Departemen atau sebutan lain, perusahaan swasta yang berbadan hukum, BUMN, BUMD, koperasi, yayasan dan lembaga lainnya di dalam negeri yang berbadan hukum.[4]

 

[1] Departemen Dalam Negeri, Jurnal Otonomi Daerah Vol.II No. 2, Jakarta 2002, hal 34.

[2] Ketentuan tujuan pembentukan Perpres nomor 12 tahun 2021 (Perpres 12/2021)

[3] https://isdiyantolawoffice.com/pengadaan-barang-dan-jasa/

[4] Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007 Pasal 1.

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.