Ketentuan Terkait Otonomi Provinsi Papua

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua yang telah mengalami perubahan dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua Menjadi Undang-Undang dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua (selanjutnya disebut UU Otonomi Khusus Papua) yang menyatakan bahwa Provinsi Papua adalah provinsi-provinsi yang berada diwilayah Papua yang diberi otonomi khusus dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Otonomi khusus adalah kewenangan khusus yang diakui dan diberikan kepada Provinsi Papua untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi dan hak dasar masyarakat Papua sebagaimana ketentuan dalam Pasal 1 angka 2 UU Otonomi Khusus Papua. Adanya peraturan mengenai otonomi khusus bagi Provinsi Papua merupakan perwujudan pengakuan negara atas kekhususan Papua sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18B ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa.

Provinsi Papua memiliki kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, moneter dan fiskal, agama dan peradilan serta kewenangan tertentu dibidang lain yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 4 ayat (1) UU Otonomi Khusus Papua. Pasal 5 ayat (1) UU Otonomi Khusus Papua menyatakan bahwa pemerintahan daerah Provinsi Papua terdiri atas Pemerintah Daerah Provinsi Papua dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP). DPRP adalah lembaga perwakilan daerah provinsi yang berkedudukan sebagai salah satu unsur penyelenggara pemerintahan daerah Provinsi Papua sebagaimana ketentuan dalam Pasal 1 angka 7 UU Otonomi Khusus Papua. Kewenangan DPRP pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan kewenangan DPRD pada daerah yang lain, namun yang membedakan yaitu DPRP memiliki kewenangan khusus untuk membentuk Peraturan Daerah Khusus untuk Provinsi Papua yang sesuai dengan karakteristik, adat istiadat dan budaya di Provinsi Papua. Lebih lanjut kewenangan DPRP diatur dalam ketentuan Pasal 7 ayat (1) UU Otonomi Khusus Papua. Kemudian, dalam rangka untuk menyelanggarakan otonomi khusus di Provinsi Papua dibentuk Majelis Rakyat Papua (MRP) yang merupakan representasi kultural orang asli Papua yang memiliki kewenangan tertentu dalam rangka pelindungan hak-hak Orang Asli Papua dengan berlandaskan pada penghormatan terhadap adat dan budaya, pemberdayaan perempuan, dan pemantapan kerukunan hidup beragama sebagaimana ketentuan dalam Pasal 5 ayat (2) UU Otonomi Khusus Papua. Tugas dan wewenang MRP diatur dalam ketentuan Pasal 20 UU Otonomi Khusus Papua.

Berdasarkan ketentuan umum penjelasan UU Otonomi Khusus Papua dinyatakan bahwa UU Otonomi Khusus Papua mengatur seluruh aspek penyelenggaraan politik pemerintahan di Provinsi Papua, antara lain terkait dengan lambang daerah, pembagian daerah, kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi Papua, bentuk dan susunan pemerintahan di Papua, kelembagaan dan kepegawaian di Papua, partai politik, Peraturan Daerah, keuangan, perekonomian, pelindungan hak masyarakat adat, hak asasi manusia, kepolisian daerah, peradilan, keagamaan, pendidikan dan kebudayaan, kesehatan, kependudukan dan ketenagakerjaan, pembangunan berkelanjutan dan lingkungan hidup, sosial, pengawasan, dan kerja sama penyelesaian perselisihan. Provinsi Papua diatur dalam otonomi khusus dikarenakan Keputusan politik penyatuan Papua menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia pada hakikatnya mengandung cita-cita luhur. Namun kenyataannya berbagai kebijakan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan yang sentralistik belum sepenuhnya memenuhi rasa keadilan, belum sepenuhnya memungkinkan tercapainya kesejahteraan rakyat, belum sepenuhnya mendukung terwujudnya penegakan hukum, dan belum sepenuhnya menampakkan penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) di Provinsi Papua, khususnya masyarakat Papua. Kondisi tersebut mengakibatkan terjadinya kesenjangan pada hampir semua sektor kehidupan, terutama dalam bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, kebudayaan dan sosial politik. Oleh karena itu, pemerintah menjadikan Provinsi Papua sebagai wilayah khusus dalam hal kebijakan otonomi daerah. Alasan tersebut termuat dalam ketentuan umum penjelasan UU Otonomi Khusus Papua.

Salah satu bentuk penerapan kekhususan yang diberikan oleh Pemerintah Pusat terhadap wilayah Provinsi Papua maupun terhadap masyarakat Papua, yaitu dalam hal pelaksanaan Seleksi Calon Aparatur Sipil Negara (CASN), dimana dalam proses seleksinya Pemerintah Pusat memberikan perhatian khusus untuk Putra-Putri Papua. Salah satu kebijakan pemerintah pusat yaitu memberikan 65% formasi bagi putra-putri Papua asli yang akan ditempatkan di daerah asalnya, dan 35% formasi untuk pelamar umum yang melamar di daerah Papua.[1] Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Yuddy Chrisnandi menyampaikan, kebijakan tersebut dilakukan untuk menata kepegawaian di Papua yang selama ini terjadi kompetisi bebas sehingga yang masuk dalam formasi untuk wilayah Papua kebanyakan adalah orang-orang dari luar Provinsi Papua atau pendatang.[2]

 

[1] https://nasional.sindonews.com/berita/999504/15/kebijakan-khusus-untuk-putra-putri-papua-soal-cpns

[2] Ibid.

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.