Kepemilikan Pantai Oleh Pihak Hotel/Resort

Beberapa waktu yang lalu, media sosial dihebohkan dengan terjadinya suatu peristiwa pengusiran seorang selebgram dari sebuah pantai. Selebgram tersebut merupakan warga Bali bernama Mirah Sugandhi yang diusir oleh satpam karena duduk dan bermain dengan anaknya di pantai yang berdekatan dengan Hotel Santrian Sanur.[1] Lantas Mirah Sugandhi menceritakan kejadian tersebut melalui sebuah video dan diunggah dalam Instagram miliknya. Ia mengaku bahwa satpam tersebut mengusir dirinya dengan alasan kawasan milik pribadi atau private beach hotel.[2] Mirah mengaku syok mendapat perlakuan tersebut, karena sebelumnya ia kerap mengunjungi kawasan tersebut bersama keluarganya, namun baru kali ini mendapat perlakuan tidak mengenakkan.[3] Video tersebut kemudian mendapatkan banyak tanggapan dari netizen hingga viral. Viralnya video tersebut mendapat respons dari Ida Bagus Gede Sidharta selaku pemilik Hotel Puri Santrian.[4] Ida Bagus menyebut insiden pengusiran itu merupakan kesalahpahaman satpam yang bertugas dan mengatakan bahwa pantai milik publik serta pihak hotel tidak pernah melarang masyarakat sanur beraktivitas.[5] Sementara itu, Mirah Sugandhi telah dihubungi pihak Hotel Puri Santrian dan satpam yang melakukan pengusiran telah meminta maaf.
Terkait dengan kepemilikan pantai, pada dasarnya Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 45) menyatakan bahwa :
“Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Kemudian hal tersebut, diatur lebih lanjut dalam ketentuan Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA) yang menyatakan bahwa :
“Hak menguasai dari Negara termaksud dalalam ayat (1) pasal ini memberi wewenang untuk :
- Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut;
- Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa;
- menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa”
Berkaitan dengan tanah di pesisir pantai, pengaturan terhadap penguasaan dan penggunaan tanah yang ada di kawasan pantai dan pesisir mengacu kepada pengaturan penguasaan dan penggunaan tanah pada umumnya, baik untuk kepentingan pemerintah maupun kepentingan rakyat.[6] Pasal 4 dan Pasal 5 Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penataan Pertanahan di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (selanjutnya disebut Permen ATR/BPN 17/2016 menyatakan bahwa :
Pasal 4
Penataan Pertanahan di Wilayah Pesisir dilakukan dengan pemberian Hak Atas Tanah pada :
- Pantai; dan
- Perairan pesisir yang diukur dari garis pantai kearah laut sampai sejauh batas laut wilayah provinsi.
Pasal 5
- Pemberian Hak Atas Tanah pada pantai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a, hanya dapat diberikan untuk bangunan yang harus ada di Wilayah Pesisir pantai, antara lain :
- Bangunan yang digunakan untuk pertanahan dan keamanan;
- Pelabuhan atau dermaga;
- Tower penjaga keselamatan pengunjung pantai;
- Tempat tinggal masyarakat hukum adat atau anggota masyarakat yang secara turun temurun sudah bertempat tinggal di tempat tersebut; dan/atau
- Pembangkit tenaga listrik.
- Pemberian Hak Atas Tanah pada perairan pesisir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b, hanya dapat diberikan untuk bangunan yang harus ada di wilayah perairan pesisir, antara lain :
- Program strategis negara;
- Kepentingan umum;
- Permukiman diatas air bagi masyarakat hukum adat; dan/atau
- Pariwisata
- Batas bidang tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan melalui proyeksi titik-titik sudut terluar dari bangunan diatasnya yang diberi tanda batas.
- Dalam hal bidang tanah tidak berbatasan langsung dengan obyek hak atas tanah lainnya, dinyatakan berbatasan langsung dengan tanah negara.
- Pemberian Hak Atas Tanah pada pantai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a, hanya dapat diberikan untuk bangunan yang harus ada di Wilayah Pesisir pantai, antara lain :
Pemberian Hak Atas Tanah di Wilayah Pesisir dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 6 ayat (1) Permen ATR/BPN 17/2016. Peraturan perundang-undangan yang dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) Permen ATR/BPN 17/2016 yaitu ketentuan dalam hukum pertanahan di Indonesia. Selain hal itu, Pasal 6 ayat (2) Permen ATR/BPN 17/2016 menyatakan bahwa :
“Selain syarat yang diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai pemberian Hak Atas Tanah, pemberian Hak Atas Tanah di Wilayah Pesisir juga harus memenuhi syarat :
- Peruntukannya sesuai dengan rencana tata ruang wilayah provinsi/kabupaten/kota, atau zonasi Wilayah Pesisir;
- Mendapat rekomendasi dari pemerintah provinsi/kabupaten/kota dalam hal belum diatur mengenai peruntukan tanah dalan RTRW; dan
- Memenuhi ketentuan perizinan dari instansi terkait”
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa hak atas kepemilikan tanah di pantai sanur sebagaimana kasus yang terjadi pada Mirah Sugandhi merupakan tanah negara, kecuali pihak hotel memiliki sertifikat yang menunjukkan kewenangan penggunaan dan pemanfaatan tanah tersebut secara sah. Berdasarkan pernyataan yang telah dikatakan oleh Ida Bagus selaku pemilik hotel bahwa pantai tersebut milik publik, maka kepemilikan tanah pada pesisir pantai tersebut merupakan tanah negara yang digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Terkait dengan kepemilikan tanah di pesisir pantai juga terdapat tanah reklamasi dan tanah timbul yang hak atas tanahnya diatur dalam ketentuan Pasal 14 dan Pasal 15 Permen ATR/BPN 17/2016 yang menyatakan sebagai berikut :
Pasal 14
- Terhadap tanah reklamasi dapat diberikan Hak Atas Tanah dengan ketentuan :
- Memenuhi ketentuan perijinan dari pemerintah dan pemerintah daerah;
- Dilengkapi dengan dokumen lingkungan dari lembagai pemerintah terkait;
- Penggunaan dan pemanfaatannya sesuai dengan arahan peruntukannya dalam rencana tata ruang wilayah provinsi/kabupaten/kota, atau rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil;
- Menjaga keberlanjutan kehidupan dan penghidupan nelayan dan masyarakat;
- Menjaga keseimbangan antara kepentingan pemanfaatan dan kepentingan pelestarian fungsi lingkungan pesisir dan pulau-pulau kecil; dan
- Memenuhi persyaratan teknis pengambilan, pengerukan dan penimbunan material.
- Tanah reklamasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pesisir laut buatan, tepian sungai buatan, tepian danau buatan dan pulau buatan.
- Terhadap tanah reklamasi dapat diberikan Hak Atas Tanah dengan ketentuan :
Pasal 15
- Tanah timbul merupakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara;
- Tanah timbul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi tanah yang timbul pada pesisir laut, tepian sungai, tapian danau dan pulau;
- Tanah timbul dengan luasan paling luas 100 m2 (seratus meter persegi) merupakan milik dari pemilik tanah yang berbatasan langsung dengan tanah timbul dimaksud;
- Terhadap tanah timbul yang luasnya lebih dari 100 m2 (seratur meter persegi) dapat diberikan Hak Atas Tanah dengan ketentuan :
- Penguasaan dan pemilikan tanah timbul harus mendapat rekomendasi Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional;
- Penggunaan dan pemanfaatannya sesuai dengan arahan peruntukannya dalam rencana tata ruang wilayah provinsi/kabupaten/kota, atau rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Walaupun dalam peraturan perundang-undangan tidak menjelaskan secara eksplisit status hak atas tanah reklamasi dan hak timbul, namun sebagaimana diketahui bahwa tanah reklamasi dan tanah timbul merupakan tanah negara, maka status hak atas tanah yang diberikan dalam tanah reklamasi dan tanah timbul terbatas pada hak guna bangunan, hak guna usaha atau hak pakai.[7]
[1] https://money.kompas.com/read/2021/03/25/100300226/kasus-warga-bali-diusir-satpam-hotel-bolehkah-pantai-diprivatisasi-?page=all
[2] https://bali.inews.id/berita/viral-pengunjung-pantai-sanur-diusir-pemilik-hotel-klarifikasi-tak-ada-private-beach
[3] Ibid.
[4] Ibid.
[5] Ibid.
[6] Yona Yonanda Soly dan Yuwono Prianto, Kesadaran Hukum Masyarakat Atas Penetapan Batas Penguasaan Tanah/Ruang di Wilayah Pesisir dan Pantai, Jurnal Era Hukum, Vol. 2, No. 1, Jakarta : Universitas Tarumanegara Jakarta, Juni 2017, hal. 152
[7] Fitra Yudha Indrias Leksmana, Status Hukum Hak Atas Tanah Hasil Reklamasi Pantai, Jurnal Hukum, Surabaya : Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya, hal. 17.
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim PertanyaanTATA CARA PENGAJUAN PERUBAHAN JENIS KELAMIN
Kewajiban Pemerintah Dalam Pemerataan Pendidikan

hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.