Kekerasan Tehadap Tersangka/Terlapor Oleh Penyidik
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (selanjutnya disebut KUHAP) menyatakan bahwa penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan. Sedangkan penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam KUHAP untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya sebagaimana ketentuan dalam Pasal 1 angka 2 KUHAP. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 7 ayat (1) KUHAP penyidik memiliki wewenang sebagai berikut:
- Menerima-laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana;
- Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian;
- Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka ;
- Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan;
- Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
- Mengambil sidik jari dan memotret seorang;
- Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
- Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
- Mengadakan penghentian penyidikan;
- Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
Penyidik dalam melaksanakan tugasnya wajib menjunjung tinggi hukum yang berlaku sebagaimana ketentuan dalam Pasal 7 ayat (3) KUHAP. Sedangkan tersangka dalam proses penyidikan juga memiliki hak-hak yang dilindungi sebagaimana ketentuan dalam Pasal 50 sampai dengan Pasal 68 KUHAP.
Berkaitan dengan pembahasan artikel kali ini, tersangka memiliki hak untuk memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik sebagaimana dijamin dalam ketentuan Pasal 52 KUHAP. Apabila kenyataannya dalam proses penyidikan terdapat unsur tekanan dari pihak penyidik, maka hal tersebut tentu melanggar ketentuan Pasal 52 KUHAP. Hal tersebut juga diperjelas dalam ketentuan Pasal 117 ayat (1) KUHAP yang menyatakan bahwa keterangan tersangka dan/saksi kepada penyidik diberikan tanpa tekanan dari siapapun dan/atau dalam bentuk apapun. Berdasarkan hal tersebut, maka proses penyidikan yang disertai dengan tindakan penyiksaan fisik berupa pemukulan ataupun dengan bentuk kekerasan lain yang merupakan bentuk pemaksaan kepada tersangka untuk mengakui perbuatan yang belum tentu dilakukannya merupakan sebuah pelanggaran. Pelanggaran sebagaimana dimaksud adalah pelanggaran terhadap hak-hak sebagai tersangka maupun terhadap hak asasi manusia sebagaimana dijamin dalam Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 45) yang menyatakan sebagai berikut:
Pasal 27 ayat (1)
Segala warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
Pasal 28D ayat (1)
Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.
Selain itu, dalam Pasal 54 KUHAP juga dijelaskan bahwa guna kepentingan pembelaan, tersangka juga berhak mendapatkan bantuan hukum dari seorang atau lebih penasehat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan menurut tatacara yang ditentukan dalam KUHAP. Serta hal tersebut merupakan kewajiban bagi penyidik untuk memberitahukan kepada tersangka untuk mendapatkan bantuan hukum atau bahwa tersangka dalam perkaranya berhak didampingi oleh penasehat hukum sebagaimana ketentuan dalam Pasal 114 KUHAP.
Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 7 ayat (3) KUHAP yang menyatakan bahwa penyidik dalam melaksanakan tugasnya wajib menjunjung tinggi hukum yang berlaku, maka dalam hal ini penyidik dilarang memberikan tekanan, melakukan pemaksaan dan/atau bahkan melakukan kekerasan terhadap tersangka. Hal tersebut sejalan dengan aturan yang diterbitkan oleh Kapolri dalam Pasal 96 huruf a dan e Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana Di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia (selanjutnya disebut Perkap 12/2009) yang menyatakan bahwa
“Tindakan penahanan harus senantiasa menghormati dan menghargai hak-hak tersangka yang ditahan meliputi:
a. semua orang yang kebebasannya dicabut harus tetap diperlakukan secara manusiawi dan penuh hormat karena martabatnya yang melekat sebagai manusia
e. tahanan tidak boleh disiksa, diperlakukan dengan keji dan tidak manusiawi, mendapat perlakuan dan hukuman yang merendahkan martabat, atau diberi ancaman-ancaman lainnya”
Apabila terjadi penyiksaan di tingkat penyidikan oleh oknum polisi,maka polisi tersebut dapat dijatuhkan sanksi sebagaimana ketentuan dalam Pasal 142 ayat (1) Perkap 12/2009 yang menyatakan sebagai berikut:
“Setiap Pegawai Negeri pada Polri, jika terbukti melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Peraturan Kapolri ini, diberikan sanksi sesuai dengan pelanggaran menurut golongan jenis:
- hukum pidana;
- peraturan disiplin Polri; dan
- etika profesi kepolisian.”
Sedangkan tersangka yang mendapatkan kekerasan dapat melaporkan peristiwa tersebut ke Divisi Profesi dan Pengamanan Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana tugas dan fungsinya yang tercantum dalam Lampiran F angka 3 Peraturan Kepala Kepolisian Nomor 21 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Satuan Organisasi Pada Tingkat Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesiayang menyatakan sebagai berikut :
“Dalam melaksanakan tugas, Divpropam Polri menyelenggarakan fungsi pelayanan pengaduan atau laporan masyarakat tentang sikap dan perilaku anggota atau PNS Polri, termasuk pemantauan, pengendalian, analisis dan evaluasi terhadap penanganan pengaduan/laporan masyarakat”.
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim PertanyaanKetentuan dan Tata Cara Pemanggilan Terlapor
Konfrontasi Penyidik (Saksi Verbalism) Terhadap Keterangan Saksi di Pengadilan...
hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.