Kebohongan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar dalam Konferensi Pers Kasus Tanjungbalai

Peneliti di Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada, Zaenur Rohman, menanggapi keputusan Dewan Pengawas KPK yang tidak memberikan sanksi terhadap Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar. Lili terbukti melakukan kebohongan dalam konferensi pers 30 April 2021 tentang kasus Tanjungbalai.[1] Salah satu pelapor, Rieswin Rachwell, mengatakan dugaan pembohongan publik ini adalah saat konferensi pers tersebut. Lili menyangkal berkomunikasi dengan Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial.[2] Menko Polhukam Mahfud Md juga angkat bicara terkait pelanggaran Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar, Mahfud meminta Dewas KPK tegas menyatakan Lili Pintauli melanggar etik atau tidak. Mahfud menilai Dewas KPK dulu diisi oleh orang-orang terbaik, namun saat ini Mahfud mengaku belum melihat kriteria ‘baik’ itu pada Dewas KPK.[3]
Dalam putusan Dewas KPK, Lili Pintauli dinyatakan secara sah dan meyakinkan terbukti berkomunikasi dengan M. Syahrial yang merupakan tersangka dalam perkara di KPK. Lili bahkan disebut menyalahgunakan kewenangannya untuk kepentingan pribadi. Dia menilai perbuatan Lili Pintauli berbohong dalam konferensi pers adalah pelanggaran kode etik tersendiri. Rieswin merasa malu dengan adanya pimpinan KPK yang melanggar kode etik, karena itulah ia melaporkan ini ke Dewan Pengawas KPK. Dewas KPK menganggap sanksi untuk Lili sudah diserap dalam sanksi yang dijatuhkan dalam kasus komunikasi dengan Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial.[4] Dugaan pelanggaran yang dilakukan Lili adalah pembohongan publik saat konferensi pers. Lili sebelumnya membantah telah berhubungan dengan mantan Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial, yang saat itu terjerat KPK. Anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris mengatakan pengaduan etik itu masih dalam proses. Praswad menyebutkan pelaporan dugaan atas kebohongan publik bermula dari Lili yang melakukan konferensi pers membantah keterkaitan dirinya berkomunikasi dengan pihak berperkara Mantan Wali Kota Tanjung Balai M Syahrial, dan mendesak Dewas KPK untuk memproses dugaan etik tersebut.[5]
Mengenai kasus Tanjung Balai, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji dalam penanganan perkara Wali Kota Tanjung Balai Tahun 2020 sampai 2021. Pada Oktober 2020, penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju melakukan pertemuan dengan Wali Kota Tanjung Balai M Syahrial di rumah dinas Aziz Syamsuddin di Jakarta Selatan. Tujuan pertemuan tersebut ialah untuk membantu Syahrial yang sedang berperkara dengan salah satu kasus korupsi yang ditangani KPK, dan dimaksud agar Robin menutup kasus yang menjerat Syahrial di KPK. Untuk memperlancar perbuatan tersebut, Aziz dan Syahrial memberikan sejumlah uang sebesar 1,5 M yang dikirimkan melalui rekening ATM secara bertahap.[6] AKP Stepanus diduga telah menerima suap senilai Rp1,3 miliar dari komitmen sebanyak Rp1,5 miliar. Duit itu diduga demi memuluskan perkara jual-beli jabatan di Pemkot Tanjungbalai agar dihentikan. AKP Stepanus menjanjikan kasus itu agar tak naik ke penyidikan.[7]
Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) menghentikan pengusutan kasus dugaan pelanggaran etik Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar. Dugaan etik yang tak dilanjutkan dewas KPK ini terkait pembohongan publik. Hal itu diketahui melalui surat Dewas KPK Nomor: R-978/PI.02.03/03-04/04/2022 tertanggal 20 April 2022 Sesuai dengan hasil pemeriksaan pendahuluan oleh Dewan Pengawas pada tanggal 29 Maret 2022 maka perbuatan Lili Pintauli Siregar yang diduga melanggar Peraturan Dewan Pengawas Nomor 02 Tahun 2020 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK tidak dilanjutkan ke persidangan etik karena sanksi etiknya sudah terabsorbsi dengan putusan sidang etik Nomor 05/DEWAS/ETIK/07/2021. Dalam surat tersebut terdapat tiga poin alasan Dewas tidak melanjutkan laporan dugaan etik Lili Pintauli ke persidangan.[8]
- Pertama, Dewas menyebut pihaknya sudah melakukan kegiatan pengumpulan bahan-bahan informasi dan klarifikasi.
- Kedua disebutkan jika Lili dinyatakan terbukti berbohong kepada publik dalam konferensi pers tanggal 30 April 2021.
- Ketiga yakni Dewas beralasan sudah menjatuhkan sanksi etik kepada Lili di pelanggaran etik sebelumnya.
Sanksi etik yang dimaksud dalam surat tersebut yakni sanksi etik berat yang sudah dijatuhkan dewas KPK terhadap Lili lantaran berkomunikasi dengan Wali Kota Tanjungbalai M. Syahrial. Dewas KPK berpandangan dugaan etik kebohongan publik Lili sudah terserap dalam sanksi berat tersebut, sanksi tersebut berupa pemotongan gaji 40% selama 12 bulan.
Ketentuan mengenai pembentukan Dewan Pengawas ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Anggota Dewan Pengawas memegang jabatan selama empat tahun dan dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan.[9] Dewan Pengawas dibentuk sebagai upaya pemerintah menghindari ketidakepercayaan masyarakat, selain itu juga untuk menciptakan sistem transpransi dalam upaya pemberantasan korupsi. Pada revisi UU KPK, pemerintah dan DPR membentuk Dewan Pengawas sebagai pihak yang melakukan pengawasan eksternal terhadap KPK. Presiden Joko Widodo resmi melantik lima orang sebagai Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) di Istana Kepresidenan Jakarta pada tahun 2019 kemarin, Kelimanya, yakni Tumpak Hatorangan Panggabean, Artidjo Alkostar, Albertina Ho, Harjono, dan Syamsuddin Haris[10].
Tugas dan kewenangan Dewas KPK sendiri sejatinya sudah diatur dalam Pasal 37B Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 (UU KPK). Ada sejumlah tugas dan kewenangan yang diatur dalam UU KPK hasil revisi. Berikut tugas dan kewenangan Dewas KPK:[11]
a). Mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi;
b). Memberikan izin atau tidak memberikan izin penyadapan, penggeledahan, dan/atau penyitaan;
c). Menyusun dan menetapkan kode etik Pimpinan dan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi;
d). Menerima dan menindaklanjuti laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh Pimpinan dan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi atau pelanggaran ketentuan dalam Undang-Undang ini;
e). Menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh Pimpinan dan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi; dan
f). Melakukan evaluasi kinerja Pimpinan dan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi secara berkala satu kali dalam satu tahun.
Dalam melaksanakan tugasnya, Dewan Pengawas membuat laporan berkala satu kali dalam satu tahun dan laporan tersebut disampaikan kepada Presiden dan DPR.[12] Dewan Pengawas membentuk organ pelaksana pengawas untuk menjalankan tugasnya dimana ketentuannya diatur dengan Peraturan Presiden.
[1] https://nasional.tempo.co/read/1584558/dewas-kpk-dinilai-tak-terapkan-prinsip-zero-tolerance-di-kasus-lili-pintauli/full&view=ok
[2] https://jabarekspres.com/berita/2022/04/21/lili-pintauli-siregar-bohong-soal-kasus-wali-kota-tanjungbalai-dewas-tak-lanjutkan-ke-sidang-etik/
[3] https://news.detik.com/berita/d-6043412/polemik-pimpinan-kpk-lili-terbukti-bohong-di-jumpa-pers-tapi-tak-diadili-etik/2
[4] Page 2, https://jabarekspres.com/berita/2022/04/21/lili-pintauli-siregar-bohong-soal-kasus-wali-kota-tanjungbalai-dewas-tak-lanjutkan-ke-sidang-etik/2/
[5] https://news.detik.com/berita/d-5935286/wakil-ketua-kpk-lili-diproses-dewas-lagi-kini-soal-dugaan-bohong-di-konpers
[6] https://mediaindonesia.com/politik-dan-hukum/400102/begini-kronologis-kasus-suap-wali-kota-tanjung-balai-terjadi
[7] https://mediaindonesia.com/politik-dan-hukum/400100/kpk-tetapkan-wali-kota-tanjung-balai-penyidiknya-tersangka-suap
[8] https://www.merdeka.com/peristiwa/kasus-pembohongan-publik-lili-pintauli-dihentikan-pelapor-dewas-kpk-tak-bergigi.html
[9] https://maluku.bpk.go.id/wp-content/uploads/2020/12/TH-DEWAN-PENGAWAS-KPK_FINAL-INPUT.pdf
[10] https://www.cnnindonesia.com/nasional/20191220173845-20-458773/rincian-tugas-dan-wewenang-dewan-pengawas-kpk
[11] Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pasal 37B ayat (1).
[12] Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pasal 37B ayat (2) dan ayat (3).
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim Pertanyaan
hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.