Keabsahan Tindakan Direktur yang Telah Habis Masa Jabatannya

 

Kedudukan Perseroan Terbatas sebagai persona standi in judicio, yang berarti meskipun perseroan terbatas berwujud suatu badan atau organisasi dan bukan manusia secara alamiah, namun dimata hukum, Perseroan Terbatas dipandang sama seperti manusia alamiah yang dapat menjadi pendukung hak dan kewajiban. Organ Perseroan Terbatas terdiri dari: Rapat Umum Pemegang saham (RUPS); Dewan Komisaris; dan Direksi, yang kewenangannya diatur dalam Undang-undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang selanjutnya disingkat (UUPT). Definisi Direksi terdapat dalam pasal 1 angka 5 UUPT yaitu:[1]

“Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.”

Menurut Pasal 97 ayat (2) UUPT, “setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai dalam menjalankan tugasnya”. Apabila Direksi terdiri dari 2 (dua) anggota Direksi atau lebih, tanggung jawab sebagaimana dimaksud diatas, berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota Direksi. Berdasarkan Pasal 97 ayat (3) UUPT, anggota Direksi tidak dapat dipertanggung jawabkan atas kerugian sebagaimana yang dimaksud diatas, apabila dapat membuktikan:

  1. Kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
  2. Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
  3. Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan
  4. Telah mengambil tindakan untuk mencegah timbulnya kerugian tersebut.

Anggota Direksi dapat untuk tidak bertanggung jawab atas kepailitan Perseroan sebagaimana dimaksud diatas, jika dapat membuktikan bahwa: (i) kepailitan tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya; (ii) telah melakukan pengurusan dengan itikad baik, kehati-hatian, dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan; (iii) tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang dilakukan; dan (iv) telah mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kepailitan.

Dalam ketentuan UUPT tidak menetapkan jangka waktu jabatan Direksi dan Dewan Komisaris. Pada Pasal 94 ayat (3) dan Pasal 111 ayat (3) UUPT hanya menyatakan bahwa anggota Direksi dan DK diangkat untuk jangka waktu tertentu dan dapat diangkat kembali. Menurut M. Yahya Harahap dalam bukunya “Hukum Perseroan Terbatas” (hal. 360) menjelaskan, memperhatikan bunyi Pasal 94 ayat (3) serta Penjelasannya, hanya ditentukan hal-hal berikut:

  1. bahwa syarat pengangkatan anggota Direksi harus terbatas untuk “jangka waktu tertentu”, bisa lima atau 10 tahun, tidak menjadi masalah berapa lama jangka waktunya, yang disyaratkan, harus untuk jangka waktu tertentu, dan dilarang tanpa batas waktu.
  2. apabila masa jabatan atau masa pengangkatannya berakhir, tidak dengan sendirinya anggota Direksi itu dapat meneruskan jabatannya semula untuk periode selanjutnya. Untuk pengangkatan kembali masa jabatan berikutnya, harus berdasarkan keputusan RUPS.

Banyak perdebatan muncul dan/atau banyak yang mempertanyakan mengenai penentuan jangka waktu masa jabatan anggota direksi dan anggota dewan komisaris, karena hal tersebut tidak diatur secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Sehingga hal ini harus ditentukan dalam anggaran dasar perseroan terbatas untuk jangka waktu tertentu dan tidak berlaku seumur hidup. Misalnya untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun atau 5 (lima) tahun.[2] Persyaratan pengangkatan anggota direksi dan anggota dewan komisaris untuk jangka waktu tertentu dimaksudkan adalah anggota direksi dan anggota dewan komisaris yang telah berakhir masa jabatannya tidak dengan sendirinya meneruskan jabatannya semula, kecuali dengan pengangkatan kembali berdasarkan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). jangka waktu tersebut terhitung sejak tanggal pengangkatan, maka sejak berakhirnya jangka waktu tersebut mantan anggota direksi dan mantan anggota dewan komisaris yang bersangkutan tidak berhak lagi bertindak untuk dan atas nama perseroan, kecuali setelah diangkat kembali oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).[3]

Anggota Direksi dan Dewan Komisaris diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham (“RUPS”) berdasarkan Pasal 94 ayat (1) dan Pasal 111 ayat (1) UUPT. Mengenai tata cara pengangkatan anggota Direksi dan DK ini diatur dalam Anggaran Dasar Pasal 15 ayat (1) huruf h UUPT). Dikarenakan nama anggota Direksi dan DK tercantum dalam AD, maka RUPS untuk mengangkat anggota Direksi dan DK dilakukan berdasarkan Pasal 88 ayat (1) UUPT yaitu:

“RUPS untuk mengubah anggaran dasar dapat dilangsungkan jika dalam rapat paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar.”

Berkaitan dengan pemberhentian anggota direksi, Yahya Harahap dalam bukunya Hukum Perseroan Terbatas (hal. 416) membagi 2 (dua) istilah pemberhentian direksi, yaitu pemberhentian langsung yang diatur dalam Pasal 105 UUPT, dan pemberhentian sementara yang diatur dalam Pasal 106 UUPT. Kewenangan memberhentikan direksi secara langsung ada pada RUPS sedangkan pemberhentian sementara merupakan kewenangan dewan komisaris.[4] Berdasarkan Pasal 105 UUPT, setiap anggota direksi dapat diberhentikan sewaktu-waktu sesuai dengan keputusan RUPS. Untuk prosedur pemberhentian direksi, harus disertakan dan disebutkan alasan pemberhentiannya, dan hak direksi yang diberhentikan adalah mendapat kesempatan untuk melakukan pembelaan diri. Pemberhentian direksi dapat dilakukan, karena dinyatakan sudah tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai anggota direksi yang ditetapkan berdasarkan keputusan RUPS. Dengan kata lain seorang direksi sudah melakukan tindakan yang dapat merugikan perseroan atau alasan lain sesuai dengan kesepakatan dalam RUPS.

Masa jabatan anggota direksi dan anggota dewan komisaris perseroan terbatas telah ditentukan dalam anggaran dasar perseroan terbatas, akan tetapi sering dijumpai anggota direksi dan anggota dewan komisaris melakukan perbuatan atau tindakan hukum ketika masa jabatan mereka telah berakhir. Perbuatan atau tindakan hukum yang dilakukan oleh anggota direksi dan anggota dewan komisaris perseroan terbatas yang telah berakhir masa jabatannya dan tidak disahkan oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tersebut adalah perbuatan melawan hukum karena kelalaian perdata, yang dalam hal ini sangat berbeda dengan pengertian dan konsep kelalaian dalam bidang hukum pidana. Jadi, bisa saja misalnya apa yang dalam perbuatan melawan hukum (perdata) dikategorikan sebagai suatu “kelalaian”, tetapi dalam bidang hukum pidana justru dikualifikasikan ke dalam tindak pidana kesengajaan atau kejahatan. Demikian pula dapat terjadi sebaliknya. Demikian juga anggota direksi perseroan terbatas yang telah berakhir masa jabatannya melakukan perbuatan atau tindakan hukum menjual atau mengalihkan kekayaan perseroan terbatas, meminjam atau meminjamkan uang atas nama perseroan terbatas, mengikat perseroan terbatas sebagai penjamin, membuat perjanjian dengan pihak ketiga, dan lain-lain yang dalam hal ini masih menyangkut perseroan terbatas.

Dalam ketentuan Pasal 67 ayat (1) yang dimaksud dengan “penandatanganan laporan tahunan” adalah bentuk pertanggungjawaban anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris dalam melaksanakan tugasnya. Apabila mantan anggota direksi dan mantan anggota dewan komisaris perseroan terbatas yang menandatangani laporan tahunan perseroan terbatasnya dan mantan anggota direksi perseroan terbatas yang melakukan perbuatan atau tindakan hukum seperti yang sudah disebutkan diatas. Karena perbuatan atau tindakan hukum yang dilakukan oleh mantan anggota direksi dan mantan anggota dewan komisaris perseroan terbatas tidak memiliki kewenangannya sehingga tidak akan mengikat perseroan terbatas[5] dan batal karena hukum,[6] dan harus harus dipertanggungjawabkan penuh secara pribadi,[7] sebagaimana diatur dalam Pasal 97 ayat (3) dan Pasal 114 ayat (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dan bahkan dapat digugat di Pengadilan Negeri oleh pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu per sepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah, sebagaimana diatur dalam Pasal 97 ayat (6) dan Pasal 114 ayat (6) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, serta apabila ada para pihak yang merasa dirugikan, dapat diajukan ke pengadilan umum sebagai perbuatan melawan hukum.[8]

[1] UndangUndang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

[2] https://repositori.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/21601/177011132.pdf?sequence=1&isAllowed=y

[3] Penjelasan Pasal 94 ayat (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

[4] M. Harap yahyah, hukum perseroan terbatas, Jakarta : Sinar Grafika, 2016.

[5] Hasbullah F. Sjawie, Op.cit, hal. 163.

[6] M. Yahya Harahap, Op.cit, hal. 67.

[7] Bonifasius Aji Kuswiratmo, Op.cit, hal. 60.

[8] Habib Adjie & Muhammad Hafid, Op.cit, hal. 64.

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.