Kawasan Industri dan Pertanggungjawaban Pembuangan Limbah
Sektor industri memiliki peran strategis dan penting untuk mewujudkan tujuan pembangunan, namun juga harus menjadi perhatian bahwa sektor industri saat ini memiliki tantangan berupa aktivitas industri dengan dampak yang berkaitan dengan isu-isu lingkungan. Aktivitas industri juga merupakan salah satu penyebab utama terjadinya kerusakan lingkungan hidup dan berdampak negatif bagi masyarakat sekitarnya. Perkembangan industrialisasi yang diikuti dengan pembangunan fisik yang semakin meningkat, tanpa didukung oleh usaha-usaha pelestarian lingkungan, akan mempercepat proses kerusakan alam dan berkurangnya fungsi lingkungan dan sumberdaya.
Saat ini telah berkembang isu dan opini telah terjadinya degradasi lingkungan di sekitar kawasan industri, terjadinya klaim dan konflik antara pihak industri dan masyarakat sekitar industri berkaitan dengan kesenjangan kesejahteraan serta potensi pencemaran lingkungan baik cair, gas/udara, padatan akibat aktifitas industri, serta permasalahan teknis berkaitan dengan keterbatasan sumber air baku proses, sumber energi pembangkitan dan pengendalian pengelolaan limbah industri yang berdampak terhadap proses keberlanjutan industri.[1] Merujuk ketentuan dalam Pasal 1 Angka 11 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja (UU CK) disebutkan bahwa:
Kawasan industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh Perusahaan kawasan Industri.
Kegiatan industri dalam pengertian ‘kawasan industri’ diartikan sebagai seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah bahan baku dan/atau memanfaatkan sumber daya industri sehingga menghasilkan barang yang mempunyai nilai tambah atau manfaat lebih tinggi, termasuk jasa industri. Kemudian kegiatan insdustri tersebut didukung dengan sarana dan prasarana penunjang. Dari rumusan pengertian tersebut, diketahui bahwa dalam suatu kawasan industri terdapat aktivitas ekonomi yang dikembangkan oleh perusahaan yang berada di kawasan tersebut. Aktivitas ekonomi yang dikembangkan tersebut, tidak jauh dari pengolahan suatu bahan baku yang berasal dari alam maupun barang olahan dan tentu kegiatan tersebut juga dekat dengan pengelolaan limbah.
Limbah dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) sebagaimana telah diubah dalam Pasal 22 Angka 1 UUCK diartikan bahwa limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan. Sementaran pembuangan (dumping) diartikan sebagai kegiatan membuang, menempatkan, dan/atau memasukkan limbah dan/atau bahan dalam jumlah, konsentrasi, waktu, dan lokasi tertentu dengan persyaratan tertentu ke media lingkungan hidup tertentu. Maka, terdapat prosedur yang berlaku bagi perusahaan untuk membuang limbah dari hasil kegiatan industri. Dalam Pasal 60 UUPPLH disebutkan bahwa:
Setiap orang dilarang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin
Limbah dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PP 22/2021, terdapat 2 (dua) kategori yakni limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) yang diartikan sisa suatu usaha dan/atau kegiatan tang rnengandung B3 dan Limbah Non Bahan Berbahaya dan Beracun (nonB3) adalah sisa suatu Usaha dan/atau Kegiatan yang tidak menunjukkan karakteristik Limbah B3.
Orang dalam ketentuan ini diartikan sebagai orang perseorangan atau badan usaha baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum. Dalam Pasal 22 Angka 2 UUCK, memperbolehkan untuk membuang limbah ke media lingkungan hidup dengan persyaratan memenuhi baku mutu 1ingkungan hidup dan mendapat persetujuan dari pemerintah pusat atau Pemerintah Daerah. Hal ini juga ditegaskan dalam Pasal 22 Angka 21 UUCK yang menyatakan bahwa:
- Dumping sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 hanya dapat dilakukan dengan persetujuan dari Pemerintah Pusat.
- Dumping sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan di lokasi yang telah ditentukan.
- Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan dumping limbah atau bahan diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Sementara itu untuk limbah B3, dalam ketentuan Pasal 22 Angka 20 UUCK mengatur mengenai pengelolaan limbah B3, yang berbunyi sebagai berikut:
- Setiap orang yang menghasilkan Limbah B3 wajib melakukan Pengelolaan Limbah B3 yang dihasilkannya.
- Dalam hal B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) telah kedaluwarsa, pengelolaannya mengikuti ketentuan Pengelolaan Limbah B3.
- Dalam hal setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mampu melakukan sendiri Pengelolaan Limbah B3, pengelolaannya diserahkan kepada pihak lain.
- Pengelolaan Limbah B3 wajib mendapat Perrzinan Berusaha, atau persetujuan Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah.
- Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah wajib mencantumkan persyaratan lingkungan hidup yang harus dipenuhi dan kewajiban yang harus dipatuhi pengelola limbah B3 dalam Perizinan Berusaha, atau persetujuan Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah.
- Keputusan pemberian Perizinan Berusaha wajib diumumkan.
- Ketentuan lebih lanjut mengenai Pengelolaan Limbah B3 diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Perusahaan yang memanfaatkan sumber daya alam dan berada di kawasan industri, tidak terlepas dari pengelolaan limbah kegiatan industrinya. Pengelolaan terhadap limbah tersebut, sudah merupakan bagian dari pemanfaatan sumber daya alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Bidang Perindustrian (PP 28/2021) yang menyebutkan bahwa:
- Perusahaan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri wajib memanfaatkan sumber daya alam secara efisien, ramah lingkungan, dan berkelanjutan.
- Pemanfaatan sumber daya alam oleh Perusahaan Industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan pada tahapan perancangan produk, perancangan proses produksi, produksi, optimalisasi sisa produk, dan pengelolaan limbah.
- Pemanfaatan sumber daya alam oleh Perusahaan Kawasan Industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada tahapan perancangan, pembangunan, pengelolaan Kawasan Industri, dan pengelolaan limbah.
Kentuan tersebut menjadi pedoman bagi perusahaan yang berada di kawasan industri dalam menjalankan kegiatan industrinya. Adanya pengolahan limbah merupakan suatu tambahan proses pada industri, Pengelolaan limbah yang baik dan efisien dikawasan industri sudah barang tentu akan meningkatkan daya saing positif dalam usaha dan secara otomatis akan meningkatkan taraf perekonomian masyarakat itu sendiri.[2]
Dalam UUCK klaster lingkungan hidup diatur mengenai pertanggungjawaban bagi setiap orang yang melakukan pembuangan limbah ke lingkungan hidup tanpa izin. Bentuk pertanggungjawaban dalam lingkungan hidup ialah berupa tanggung jawab pidana. Apabila orang perseorangan atau badan usaha melanggar ketentuan Pasal 60 UUPPLH tersebut dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana dalam Pasal 104 UUPPLH yang menyatakan bahwa:
Setiap orang yang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Sementara itu, untuk setiap orang yang melanggar ketentuan dalam Pasal 22 Angka 20 UUCK dapat dikenakan sanksi dalam Pasal 109 yang menyatakan bahwa:
Setiap orang yang melakukan usaha danlatau kegiatan tanpa memiliki:
- Perizinan Berusaha atau persetujuan Pemerintah Pusat, atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (5), Pasal 34 ayat (3), Pasal 59 ayat (1), atau Pasal 59 ayat (4);
- persetujuan dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) huruf b; atau
- persetujuan dari Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1);
yang mengakibatkan timbulnya korban/kerusakan terhadap kesehatan, keselamatan, dan/atau lingkungan, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Demikian pertanggungjawaban bagi perusahaan yang berada di kawasan industri, apabila dalam pembuangan dan pengelolaan limbah tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Bukan hanya berlaku bagi perusahaan, melainkan juga dapat dikenakan bagi orang perseorangan yang tidak mematuhi ketentuan yang berkaitan dengan limbah tersebut. Maka dari itu dalam hal ini, pengembang kawasan industri perlu memperhatikan ketentuan dalam UUPPLH maupun UU Perindustrian yang mana kedua peraturan tersebut telah diubah dalam UUCK.
[1] Rizky Setiawan S, Pengelolaan Kawasan Industri Berwawasan Lingkungan Di Kota Dumai, Jurnal Wedana Volume, 6, No 1 April 2020
[2] Muhammad Nursidiq, dkk, Pengelolaan Limbah Industri Sebagai Upaya Pencegahan Pencemaran Lingkungan Pada Masyarakat Kelurahan Tangkahan Di Kawasan Industri Modern Medan, Jurnal Pengabdian Masyarakat Vol. 3, No. 1 (April, 2021)
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim PertanyaanWebinar “Restorative Justice dan Masa Depan Penegakan Hukum Pidana...
Kerusuhan dan Gas Air Mata Dalam Sepak Bola
hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.