Kasus Vina Cirebon, Terpidana Diduga Salah Tangkap

Kasus Vina Cirebon

Awal Mei 2024, layar lebar Indonesia menyuguhkan salah satu film horor yang diangkat dari kisah nyata, berjudul “Vina: Sebelum 7 Hari”. Film ini menuai banyak perhatian dari kalangan masyarakat sebab penuh dengan misteri kematian seorang perempuan yang bernama Vina. Pasalnya masih terdapat 3 pelaku yang belum berhasil ditangkap oleh pihak kepolisian setempat. Keterlibatan kepolisian tersebut menjadi salah satu yang menarik perhatian masyarakat.

 

Terpidana Diduga Salah Tangkap

Belum lama ini, salah satu Terdakwa dari kasus pembunuhan Vina yakni Saka Tatal mengaku bahwa ia adalah korban salah tangkap dan mendapatkan tindakan sewenang-wenang dari kepolisian agar mengakui perbuatannya.[1] Lalu pada tanggal 26 Mei 2024, Kepolisian Daerah Jawa Barat (Polda Jabar) menangkap salah satu dari 3 DPO terduga pelaku, bernama Pegi Setiawan. Namun, Ia juga mengaku merupakan korban salah tangkap meskipun hal tersebut telah diklarifikasi oleh Polda Jabar.[2]

Kasus kematian Vina pada tahun 2016, masih memberikan misteri bagi kalangan masyarakat. Terlebih lagi kematian tersebut dilakukan oleh sekelompok orang sehingga menyulitkan proses penyelidikan maupun penyidikannya. Dalam proses penyelidikan dan penyidikan, kepolisian tunduk pada ketentuan dalam Undang-Undang nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2019 Tentang Penyidikan Tindak Pidana (Perkapolri 6/2019). Pasal 1 Angka 2 dan 5 KUHAP mendefinisikan penyidikan dan penyelidikan sebagai berikut:

Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.

Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.

Dari pengertian di atas, dapat diketahui bahwa penyelidikan sebagai tindakan untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan. Sementara penyidikan sebagai tindakan untuk mencari serta mengumpulkan bukti agar membuat terang tentang tindak pidana yang telah terjadi sehingga dapat ditemukan tersangka atau pelakunya.

 

Penyelidikan dan Penyidikan

Dalam suatu tindak pidana pembunuhan peran dan tugas Kepolisian sangat besar. Kepolisian merupakan lembaga yang pertama kali harus dilalui dalam proses peradilan pidana. Oleh karena itu kepolisian mempunyai wewenang untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, penahanan, penyitaan, sampai ditemukan suatu kejahatan yang diduga telah dilakukan.[3]

Secara teknis, prosedur penyelidikan maupun penyidikan dapat dilihat dalam Perkapolri 6/2019. Sebelum melakukan penyelidikan, penyelidik wajib membuat rencana penyelidikan terlebih dahulu. Kegiatan penyelidikan dapat dilakukan dengan cara pengolahan Tempat Kejadian Perkara (TKP), pengamatan (observasi), wawancara (interview), pembuntutan (surveillance), penyamaran (undercover), pembelian terselubung (undercover buy), penyerahan di bawah pengawasan (control delivery), pelacakan (tracking); dan/atau penelitian dan analisis dokumen.

Sementara kegiatan penyidikan tindak pidana terdiri atas penyelidikan, dimulainya penyidikan, upaya paksa, pemeriksaan, penetapan tersangka, pemberkasan, penyerahan berkas perkara, penyerahan tersangka dan barang bukti dan penghentian penyidikan. Kegiatan-kegiatan tersebut telah diatur sedemikian rupa dalam Pasal 6 Perkapolri 6/2019.

Artinya, adanya ketentuan terkait penyelidikan dan penyidikan adalah untuk mengantisipasi terjadinya kesalahan dalam proses mempidanakan seseorang yang diduga melakukan tindak pidana. Namun, tidak dapat dipungkiri akan terjadi kendala maupun hambatan yang dialami oleh kepolisian dalam proses penyelidikan dan penyidikan. Terlebih apabila tersangka yang telah dilaporkan melarikan diri dan bersembunyi di daerah atau kota tertentu, sehingga harus melibatkan banyak pihak-pihak terkait untuk membantu proses penyelidikan maupun penyidikan tersebut.

 

Pemeriksaan Ulang

Polda Jabar saat ini tengah memperdalam kasus pembunuhan Vina untuk menangkap sisa pelaku lainnya. Bahkan pada tanggal 20 Mei 2024 lalu, dilakukan pemeriksaan ulang kepada 7 terpidana yang dibawa dari Lapas Klas I Kesambi ke Polda Jabar untuk pemeriksaan lebih lanjut. Adapun 7 terpidana tersebut adalah Supriyanto, Jaya, Eka Sandi, Hadi Saputra, Eko Ramadhani, Sudirman, dan Rivaldi Aditya Wardana.[4] Namun berdasar berita terbaru, kepolisian menghapus 2 DPO lainnya.[5]

Pemeriksaan ulang bertujuan untuk memudahkan proses penyelidikan dan penyidikan terhadap sisa pelaku pembunuhan Vina pada tahun 2016 lalu. Pemeriksaan ulang juga merupakan bagian dari proses penyelidikan. Hal yang terpenting dari pemeriksaan ulang ini untuk mengetahui lebih dalam kronologi kasus, hubungan antara sesama pelaku dan lain sebagainya agar lebih jelas dan mendapatkan hasil yang signifikan atas tindak pidana yang telah terjadi.

Apabila dari pemeriksaan ulang tersebut mendapatkan hasil dan sisa pelaku yang kabur berhasil ditangkap, maka ancaman hukuman yang dapat dikenakan Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Diketahui bahwa pembunuhan Vina pada tahun 2016 lalu, merupakan pembunuhan yang dilakukan berdasarkan perencanaan. Adapun bunyi ketentuan Pasal 340 KUHP tersebut adalah sebagai berikut:

Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana rnati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.

Bahkan pada saat konferensi pers yang dilakukan oleh Polda Jabar setelah menangkap salah satu terduga pelaku yakni Pegi Setiawan, mengatakan ancaman hukuman yang dapat dikenakan adalah hukuman mati. Terlebih Ia telah berstatus sebagai buronan atau masuk dalam kategori daftar pencarian orang (DPO) selama 8 tahun. Sehingga terancam pasal berlapis Mulai dari Pasal 340 KUHP tetang Pembunuhan, junto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, dan Pasal 81 ayat 1 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.[6]

Tindak pidana pembunuhan adalah suatu bentuk kejahatan dalam jiwa seseorang dimana perbuatan tersebut sangat bertentangan dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat yaitu norma agama dan adat-istiadat, sekaligus bertentangan dengan norma ketentuan hukum pidana dan melanggar hak asasi manusia yaitu hak hidup. Oleh karena itu, atas perbuatan yang telah dilakukan, pelaku harus mempertanggungjawabkan hal tersebut.

Meskipun terdapat pengakuan bahwa pelaku adalah korban salah tangkap, hal tersebut perlu dibuktikan. Selain itu, perlu diketahui bahwa dalam sistem peradilan pidana juga tidak mengizinkan adanya intimidasi dalam proses penyelidikan maupun penyidikan.

Dengan demikian kepolisian dalam hal ini penyidik harus berupaya untuk mengungkap bukti-bukti atas peristiwa pembunuhan Kasus Vina Cirebon tahun 2016 lalu dengan metode-metode yang sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Meskipun dalam praktiknya hal tersebut sulit dilakukan. Akan tetapi, sekalipun tersangka tetap memiliki hak asasi yang harus dijunjung dan diperhatikan.

 

Penulis: Rizky Pratama. J, S.H

Editor: Robi Putri J., S.H., M.H., CTL., CLA., & Mirna R., S.H., M.H., CCD.

 

[1] Pikiran Rakyat, Saka Tatal Mengaku Korban Salah Tangkap Kasus Vina Cirebon, Hotman Paris: Saya Perlu Bukti!, https://www.pikiran-rakyat.com/video/detail/34939/saka-tatal-mengaku-korban-salah-tangkap-kasus-vina-cirebon-hotman-paris-saya-perlu-bukti

[2] Rifat Alhamidi, Jawaban Polda Jabar soal Isu Pegi Korban Salah Tangkap,  https://www.detik.com/jabar/hukum-dan-kriminal/d-7358173/jawaban-polda-jabar-soal-isu-pegi-korban-salah-tangkap.

[3] Rizky Amelia, Sukmareni & Azriadi, Pelaksanaan Penyidikan Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Disatuan Reserse Kriminal Polres Payakumbuh, Journal Sumbang, Volume 01 No. 01, Januari 2023, halamn 83

[4] Hendra Junaedi, 7 Terpidana Kasus Vina Cirebon Diboyong ke Polda Jabar, https://radarmojokerto.jawapos.com/berita-terbaru/824677155/7-terpidana-kasus-vina-cirebon-diboyong-ke-polda-jabar?page=1

[5] Ryan Sara Pratiwi dan Fitria Chusna Farisa, Polisi Hapus 2 Nama DPO Kasus “Vina Cirebon”, Keluarga Terkejut dan Kecewa, https://megapolitan.kompas.com/read/2024/05/27/06124261/polisi-hapus-2-nama-dpo-kasus-vina-cirebon-keluarga-terkejut-dan-kecewa

[6] Rifat Alhamidi, Ancaman Hukuman Mati untuk Pegi Otak Pembunuhan Vina, https://www.detik.com/sumbagsel/hukum-dan-kriminal/d-7358502/ancaman-hukuman-mati-untuk-pegi-otak-pembunuhan-vina.

 

Baca juga:

Tindakan Pembunuhan yang Dilakukan Anak Dibawah Umur

Jangka Waktu Penyelidikan dan Penyidikan

Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan

 

Tonton juga:

Kasus Vina Cirebon| Kasus Vina Cirebon| Kasus Vina Cirebon| Kasus Vina Cirebon| Kasus Vina Cirebon| Kasus Vina Cirebon| Kasus Vina Cirebon| Kasus Vina Cirebon| Kasus Vina Cirebon| Kasus Vina Cirebon| Kasus Vina Cirebon| Kasus Vina Cirebon| Kasus Vina Cirebon| Kasus Vina Cirebon| Kasus Vina Cirebon| Kasus Vina Cirebon|Kasus Vina Cirebon|

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.