Fenomena Tindak Pidana Perdagangan Orang Dalam Kasus Penculikan Balita Balqis
Sumber Gambar: Edited With CanvaKasus Penculikan Balita Balqis
Tindak pidana perdagangan orang (human trafficking) merupakan salah satu kejahatan serius yang melanggar hak asasi manusia dan menimbulkan dampak negatif yang luas bagi korban dan masyarakat. Praktik ini melibatkan proses perekrutan, pemindahan, penampungan, atau penerimaan orang dengan cara-cara melawan hukum untuk eksploitasi, termasuk eksploitasi seksual, kerja paksa, atau tindakan lain yang merugikan korban secara fisik dan psikologis. Fenomena tersebut menjadi perhatian penting dalam sistem hukum Indonesia, terutama setelah banyak kasus mencuat di masyarakat.
Kasus hilangnya Bilqis, seorang bocah usia 4 tahun di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, merupakan contoh konkret tindak pidana perdagangan orang yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini. Bilqis hilang saat bermain di sebuah taman kota, dan rekaman CCTV menunjukkan bahwa ia dibawa oleh seorang perempuan yang kemudian diketahui menjual Bilqis melalui media sosial seperti Facebook kepada pihak lain di berbagai provinsi. Setelah penculikan, Bilqis dibawa keluar dari Makassar, kemudian dijual ke seseorang di Jakarta dengan harga Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah), lalu dilanjutkan dijual ke provinsi lain, termasuk Jawa Tengah dan Jambi, bahkan hingga Rp 80.000.000,00 (delapan puluh juta rupiah) untuk penjualan kepada suku Anak Dalam di Jambi.[1]
Polisi berhasil mengungkap jaringan lintas provinsi yang mengorganisir penculikan dan penjualan anak-anak, yang menunjukkan adanya modus operandi perdagangan orang yang sistematis dan terorganisir. Bilqis akhirnya berhasil ditemukan dalam keadaan selamat di Jambi setelah pencarian intensif oleh aparat kepolisian yang bekerja sama dengan berbagai instansi terkait.[2]
Tinjauan Hukum Tindak Pidana Perdagangan Orang
Perdagangan orang atau yang dikenal dengan sebutan human trafficking merupakan bentuk kejahatan transnasional baru yang semakin marak terjadi. Kejahatan dalam bentuk tersebut biasa ditemui di negara–negara berkembang yang memiliki jumlah populasi penduduk yang besar dengan perbandingan jumlah penduduk perempuan dan laki–laki yang tidak seimbang. Selain itu yang melatarbelakangi terjadinya kejahatan dalam bentuk ini adalah adanya kesenjangan ekonomi dengan banyak tuntutan kebutuhan tenaga kerja murah yang biasanya berasal dari luar negeri.[3]
Dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (selanjutnya disebut “UU 21/2007”), pengertian eksploitasi dalam tindak pidana perdagangan manusia dijelaskan dalam Pasal 1 Angka 7 UU 21/2007 adalah tindakan dengan atau tanpa persetujuan korban yang meliputi, tetapi tidak terbatas pada perbudakan, pelacuran, atau praktik serupa perbudakan, kerja atau pelayanan paksa, pemanfaatan fisik, penindasan, pemerasan, organ reproduksi, seksual, atau secara melawan hukum. Mentransplantasi atau memindahkan organ dan/atau jaringan tubuh, atau kemampuan seseorang atau tenaga seseorang oleh pihak lain untuk mendapatkan keuntungan baik materil maupun immaterial.[4]
Perlindungan terhadap anak yang menjadi korban perdagangan orang (child trafficking) berdasarkan amanat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (selanjutnya disebut “UU Perlindungan Anak”), khususnya dalam Pasal 59 UU Perlindungan Anak disebutkan bahwa anak korban perdagangan orang mendapatkan perlindungan khusus yang wajib diberikan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Lembaga Negara lainnya.
Modus operandi Tindak Pidana Perdagangan Orang yang menjadikan anak sebagai korbannya diatur dalam Pasal 5 dan Pasal 6 UU 21/2007 yaitu dengan cara pengangkatan anak dengan menjanjikan sesuatu atau memberikan sesuatu untuk maksud eksploitasi dan melakukan pengiriman anak ke luar negeri yang membuat anak tereksploitasi.
Pasal 5 dan Pasal 6 UU 21/2007 tersebut secara eksplisit menyatakan bahwa terdapat 2 (dua) modus operandi tindak pidana perdagangan orang, yaitu melalui pengangkatan anak dengan menjanjikan sesuatu atau memberikan sesuatu dengan maksud untuk eksploitasi dan pengiriman anak ke dalam atau ke luar negeri secara legal/sah maupun illegal/tidak sah yang tujuan pengirimannya yaitu untuk mengeksploitasi anak.
Namun demikian, secara spesifik dilapangan bisa saja modus operandi tindak pidana perdagangan orang yang menjadikan anak sebagai korbannya tersebut akan terus berkembang dan dengan menggunakan cara-cara yang semakin canggih serta tidak dapat diprediksi seperti halnya modus operandi tindak pidana narkotika yang semakin hari semakin menemukan modus operandi baru yang dapat mengecoh aparat penegak hukum.[5] Oleh karena itu, kasus penculikan balita Balqis harus menjadi pelajaran bagi kita untuk peduli pada anak-anak di sekeliling kita, dan peduli juga pada kondisi sekitar agar tidak terulang peristiwa-peristiwa pidana yang merugikan baik bagi generasai bangsa maupun keamanan sekitar kita.
Penulis: Nabilah Hanifatuzzakiyah, S.H.
Editor: Robi Putri J., S.H., M.H., CTL., CLA.
Daftar Pustaka
CNN Indonesia. (2025). “Jejak Panjang Pencarian Bilqis: Hilang di Makassar, Ditemukan di Jambi”. Tersedia pada: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20251111104320-12-1294190/jejak-panjang-pencarian-bilqis-hilang-di-makassar-ditemukan-di-jambi (diakses 15 November 2025).
Israr Itah. (2025). “Jejak Panjang Penyelamatan Bilqis: Dari Hilang di Taman, Sampai Diamankan Polisi di Hutan Jambi”. Republika News. Tersedia pada: https://news.republika.co.id/berita/t5mdog348/jejak-panjang-penyelamatan-bilqis-dari-hilang-di-taman-sampai-diamankan-polisi-di-hutan-jambi-part3 (diakses 15 November 2025).
Nugroho, Okky Chahyo. (2018). “Tanggung Jawab Negara Dalam Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang”. De Jure Jurnal Penelitian Hukum.
Fadilla, Nelsa. (2016). “Upaya Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang”. Jurnal Hukum dan Peradilan, Vol. 5, No. 2.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
[1] CNN Indonesia, 2025, “Jejak Panjang Pencarian Bilqis: Hilang di Makassar, Ditemukan di Jambi”, https://www.cnnindonesia.com/nasional/20251111104320-12-1294190/jejak-panjang-pencarian-bilqis-hilang-di-makassar-ditemukan-di-jambi (diakses 15 November 2025)
[2] Israr Itah, 2025, “Jejak Panjang Penyelamatan Bilqis: Dari Hilang di Taman, Sampai Diamankan Polisi di Hutan Jambi, Republika News, https://news.republika.co.id/berita/t5mdog348/jejak-panjang-penyelamatan-bilqis-dari-hilang-di-taman-sampai-diamankan-polisi-di-hutan-jambi-part3 (diakses 15 November 2025)
[3] Okky Chahyo Nugroho, 2018, “Tanggung Jawab Negara Dalam Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang”, De Jure Jurnal Penelitian Hukum, hlm. 544.
[4] Ibid
[5] Nelsa Fadilla, 2016, “Upaya Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang”, Jurnal Hukum dan Peradilan, Vol. 5, No. 2. hlm. 188.
Baca juga:
1047 Mahasiswa Diduga Korban Eksploitasi Kerja; MBKM Menjadi Modus Tindak Pidana Perdagangan Orang
Tindak Pidana Perdagangan Orang
Pembuktian Tindak Pidana Perdagangan Orang
Balai Harta Peninggalan: Mengenal Lebih Dekat 7 Tugas Institusi yang Mengurus Harta Perorangan
Perubahan Nama Ayah Kandung Dalam Akta Kelahiran Dan Paksaan Suami Kepada Istri Untuk Menjadi PSK
Tonton juga:
kasus penculikan balita balqis| kasus penculikan balita balqis| kasus penculikan balita balqis| kasus penculikan balita balqis| kasus penculikan balita balqis| kasus penculikan balita balqis| kasus penculikan balita balqis| kasus penculikan balita balqis| kasus penculikan balita balqis|
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim Pertanyaanhukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.
