Kasus Istri Marahi Suami: Jaksa Menarik Tuntutan Terhadap Valencya, Apakah Boleh Secara Hukum?
Uraian Kasus
Pada tahun 2000, Chan Yu Ching yang merupakan duda menikah dengan Valencya. Saat awal pernikahan, Valencya mengatakan bahwa Ia dibohongi karena Chan Yu Ching mengaku tidak memiliki anak, padahal Chan Yu Ching telah memiliki 3 anak di Taiwan. Singkat cerita, selama menjalin hubungan rumah tangga, Valencya dan Chan Yu Ching seringkali berselisih. Chan Yu Ching dianggap mulai jarang pulang, sering mabuk-mabukan, sampai dengan bermain judi. Pada akhirnya, Valencya mengajukan gugatan cerai pada September 2019.
Kemudian, pada Januari 2020, Pengadilan Negeri Karawang mengabulkan gugatan cerai Valencya terhadap Chan Yu Ching. Majelis hakim juga memutuskan hak asuh dua anak di tangan Valencya. Chan Yu Ching diminta membayar biaya hidup dua anak itu sebesar Rp 13.000.000 per bulan. Atas putusan tersebut, ternyata Chan Yu Ching mengajukan banding sehingga pada bulan Agustus 2020, Pengadilan Tinggi Bandung menguatkan putusan PN Karawang dan tetap memenangkan Valencya. Chan Yu Ching pun tak menerima putusan tersebut dan melaporkan Valencya ke Polda Jawa Barat atas dugaan KDRT.
Atas laporan yang diajukan oleh Chan Yu Ching, Valencya kemudian menjadi tersangka pada 11 Januari 2021. Adapun, Valencya dijerat dengan tuduhan melanggar Pasal 45 ayat (1) jo. Pasal 5 butir b Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU No. 23 Tahun 2004). Kemudian, pada Kamis, 11 November 2021, penuntut umum membacakan tuntutan kepada Valencya dan menuntutnya dengan pidana penjara 1 tahun penjara karena telah melakukan kekerasan psikis terhadap suaminya sendiri atas nama Chan Yu Ching. Kasus tersebut pun menjadi viral di media massa sehingga membuat Kejaksaan Agung turun tangan. Akibatnya, pada Selasa, 23 November 2021, saat agenda sidang pembacaan jawaban atas pembelaan (replik), penuntut umum menarik tuntutan yang telah dibacakan pada Kamis, 11 November 2021 terhadap Terdakwa Valencya. Kemudian, penuntut umum membacakan tuntutannya yang baru, yakni:
- Menyatakan Terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga sebagaimana pasal 45 ayat (1) jo. Pasal 5 butir b UU No. 23 Tahun 2004;
- Membebaskan Terdakwa Valencya dari segala jenis tuntutan;
- Membebankan biaya perkara pada negara.
Ketentuan yang Didakwakan
Pasal 45 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2004:
Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 9.000.000 (sembilan juta rupiah).
Pasal 5 butir b UU No. 23 Tahun 2004:
Setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya, dengan cara kekerasan psikis.
Analisis Kasus Valencya
Akibat viralnya perkara a quo di media massa sehingga menuai ragam polemik di masyarakat. Hal itu pun membuat Jaksa Agung menaruh atensi khusus terhadap perkara tersebut. Akibatnya, Jaksa Agung mengambil alih kasus tersebut dan memerintahkan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum untuk menanganinya. Terkait dengan pengambilalihan kasus oleh Jaksa Agung tersebut, maka harus berpedoman pada Pasal 18 ayat (1) jo. Pasal 2 ayat (1) jo. Penjelasan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan yang berbunyi:
Pasal 18 ayat (1):
“Jaksa Agung adalah pimpinan dan penanggung jawab tertinggi kejaksaan yang memimpin, mengendalikan pelaksanaan tugas, dan wewenang kejaksaan.”
Pasal 2 ayat (1):
Kejaksaan Republik Indonesia yang selanjutnya dalam UndangUndang ini disebut kejaksaan adalah lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang.
Penjelasan Pasal 18 ayat (1):
Mengingat Jaksa Agung adalah pimpinan dan penanggung jawab tertinggi yang mengendalikan pelaksanaan tugas dan wewenang kejaksaan maka Jaksa Agung adalah juga pimpinan dan penanggung jawab tertinggi dalam bidang penuntutan.
Berdasarkan ketentuan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Jaksa Agung merupakan pimpinan tertinggi lembaga kejaksaan yang memiliki tugas dan wewenang di bidang penuntutan. Dengan demikian, jaksa agung dapat dikatakan sebagai penuntut umum tertinggi berdasarkan undang-undang sehingga dapat mengambil alih kasus yang sedang ditangani oleh bawahannya, termasuk kasus atas nama terdakwa Valencya yang ditangani oleh Kejaksaan Negeri Karawang.
Selanjutnya mengenai perubahan tuntutan, bahwa pada prinsipnya KUHAP tidak mengenal yang namanya perubahan tuntutan pidana. KUHAP hanya mengenal perubahan surat dakwaan sebagaimana diatur dalam Pasal 144 KUHAP yang berbunyi:
Pasal 144
(1) Penuntut umum dapat mengubah surat dakwaan sebelum pengadilan menetapkan hari sidang, baik dengan tujuan untuk menyempurnakan maupun untuk tidak melanjutkan penuntutannya.
(2) Pengubahan surat dakwaan tersebut dapat dilakukan hanya satu kali selambat-lambatnya tujuh hari sebelum sidang dimulai.
(3) Dalam hal penuntut umum mengubah surat dakwaan ia menyampai kan turunannya kepada tersangka atau penasihat hukum dan penyidik.
Bahwa dalam perkara atas nama Terdakwa Valencya, awalnya penuntut umum menuntutnya dengan pidana penjara 1 tahun penjara. Kemudian, saat agenda sidang pembacaan jawaban atas nota pembelaan (replik), penuntut umum menarik tuntutan yang telah dibacakan pada Kamis, 11 November 2021 dan mengubah tuntutannya dengan membebaskan Terdakwa Valencya. Dalam hal ini, seharusnya agenda sidang pembacaan jawaban atas pembelaan (replik) berisi tanggapan-tanggapan dari penuntut umum yang melemahkan pembelaan Terdakwa dan menguatkan tuntutan yang telah dibacakan pada sidang sebelumnya. Dengan demikian, tidak seharusnya agenda sidang pembacaan jawaban atas pembelaan (replik) digunakan untuk mengubah tuntutan yang telah diajukan sebelumnya.
Pengertian mengenai tuntutan tidak terdapat dalam KUHAP. KUHAP hanya mengatur apabila pemeriksaan telah selesai maka agenda sidang dilanjutkan dengan tuntutan oleh penuntut umum. Oleh karena itu, pada dasarnya tuntutan dibuat berdasarkan bukti-bukti yang diajukan di muka persidangan.
Mengenai perubahan tuntutan, bahwa dalam praktik sebenarnya perubahan tuntutan pernah terjadi dalam perkara tindak pidana korupsi terdakwa Syaukani Hasan Rais, mantan Bupati Kutai Kartanegara.[1] Saat itu, penuntut umum menurunkan jumlah uang pengganti yang harus dibayar karena terdakwa telah menitipkan uang kepada kas daerah Kutai Kertanegara. Di mana, perubahan tuntutan tersebut dibacakan oleh penuntut umum pada saat agenda sidang jawaban atas pembelaan (replik).
Lebih lanjut, perlu diperhatikan bahwa pengajuan dakwaan dan tuntutan telah melalui beberapa tahap yaitu penyelidikan, penyidikan, dan pra penuntutan yang dengan demikian cukup banyak pihak berwenang yang terlibat dalam suatu perkara tindak pidana yang seyogyanya memiliki kewenangan dan tugas untuk memeriksa apakah tindakan tersebut adalah tindak pidana atau bukan. Perubahan tuntutan pada saat replik tersebut, juga menunjukkan adanya kekeliruan terutama pada tuntutan. Adapun dengan perubahan tuntutan menjadi bebas tersebut, tentu berimplikasi pada hak terdakwa untuk menuntut ganti rugi karena dilakukan penuntutan tanpa dasar, sebagaimana Pasal 95 ayat (1) KUHAP yang menyatakan sebagai berikut:
“Tersangka, terdakwa atau terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan.”
[1] Hukum Online, “Kali Pertama, Jaksa Ralat Tuntutannya”, https://www.hukumonline.com/berita/baca/hol18124/kali-pertama-jaksa-ralat-tuntutannya-?page=1, diakses pada 26 November 2021.
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim PertanyaanPenggelapan Dokumen Perusahaan
Heboh Perkara Warisan Vanessa Angel: Bagaimana Pembagian Seharusnya Berdasar...
hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.