Jual Beli Daging Hewan Dilindungi
Direktorat Kepolisian Perairan dan Udara (Ditpolairud) Polda Bali menangkap pelaku berinisial MJ seorang pengepul satwa terlindungi berupa penyu hijau sebanyak 21 ekor yang masih dalam keadaan hidup kiriman dari Madura, Jawa Timur dan satu kantong plastik besar berisi olahan daging penyu hijau. Ditpolairud Polda Bali menyebutkan MJ telah melakukan bisnis illegalnya sejak tahun 1998 dan diperjualbelikan secara luas di Bali. MJ mengaku apabila ia mendapatkan satu penyu besar dapat menghasilkan hingga 30 paket dan dijual seharga Rp 300 ribu per paket.[1]
Penyu Hijau (Chelonia mydas) berdasarkan Pasal 4 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa (selanjutnya disebut PP 7/1999) termasuk ke dalam kategori satwa yang dilindungi, “Jenis-jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a adalah sebagaimana terlampir dalam Peraturan Pemerintah ini.” Disebutkan pula dalam Union for Conservation of Nature Red List of Threatened Species, secara internasional semua jenis penyu dikategorikan endangered (terancam punah).[2]
Adapun larangan tegas dalam menangkap, membunuh, memperjualbelikan satwa yang dilindungi tertuang dalam Pasal 21 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (selanjutnya disebut UU 5/1990) yang menyatakan, Setiap orang dilarang untuk:
- menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup;
- menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati;
- mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia;
- memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh atau bagian-bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian satwa tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia;
- mengambil, merusak, memusnahkan, memperniagakan, menyimpan atau memiliki telur dan/atau sarang satwa yang dilindungi.
Apabila hal-hal tersebut di atas dilanggar, maka berdasarkan Pasal 40 ayat (2) UU 5/1990, pelaku pelanggaran dijatuhi sanksi pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Terdapat pengecualian dari larangan sebagaimana dimaksud Pasal 21 ayat (2) di atas, yaitu penangkapan dapat dilakukan untuk keperluan penelitian, ilmu pengetahuan, dan/atau penyelamatan jenis satwa yang bersangkutan. Selain itu, pengecualian dari larangan menangkap, melukai, dan membunuh satwa yang dilindungi dapat pula dilakukan dalam hal oleh karena suatu sebab satwa yang dilindungi membahayakan kehidupan manusia. Membahayakan di sini berarti tidak hanya mengancam jiwa manusia melainkan juga menimbulkan gangguan atau keresahan terhadap ketenteraman hidup manusia, atau kerugian materi seperti rusaknya lahan atau tanaman atau hasil pertanian. (Pasal 22 ayat 1 jo. ayat 3 dan Penjelasan Pasal 22 ayat 3 UU 5/1990).
Kegiatan pengecualian penangkapan terhadap satwa yang dilindungi di atas, berdasarkan PP 7/1999 dilakukan oleh Pemerintah yang bekerja sama dengan masyarakat untuk melaksanakan invenstarisasi dalam pengelolaan di dalam habitat (In Situ) dan pengelolaan di luar habitat (Ex Situ), dimana kegiatannya meliputi survei, pengamatan terhadap potensi jenis satwa, dan melaksanakan tindakan penyelamatan jenis satwa yang terancam bahaya kepunahan oleh lembaga konservasi (ketentuan lebih lanjut mengenai Lembaga Konservasi dapat dilihat dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Nomor P.22/MENLHK/SETJEN/KUM.1/5/2019 Tentang Lembaga Konservasi).
Penyelamatan tersebut dilaksanakan melalui pengembangbiakan, pengobatan, pemeliharaan dan atau pemindahan dari habitatnya ke habitat di lokasi lain. Sedangkan dalam pengkajian, penelitian dan pengembangan jenis satwa dilaksanakan melalui pengkajian terhadap aspek-aspek biologis dan ekologis baik dalam bentuk penelitian dasar, terapan dan uji coba. Terhadap satwa yang membahayakan kehidupan manusia, satwa tersebut harus digiring atau ditangkap dalam keadaan hidup untuk dikembalikan ke habitatnya oleh petugas yang berwenang. Dalam hal satwa tersebut tidak memungkinkan untuk dilepaskan kembali ke habitatnya, satwa dimaksud dikirim ke Lembaga Konservasi untuk dipelihara (Pasal 26 PP 7/1999).
Penulis: Adelya Hiqmatul Maula, S.H.
Editor: R. Putri J., S.H., M.H., & Mirna R., S.H., M.H.
[1] Yohanes Valdi Seriang Ginta. Diselamatkan, 21 Penyu Hijau Hendak Dipotong untuk Santapan di Bali, Praktik Jual Beli sejak 1998. https://denpasar.kompas.com/read/2023/05/01/150750978/diselamatkan-21-penyu-hijau-hendak-dipotong-untuk-santapan-di-bali-praktik?page=all#page2.
[2] Rolandus Nampu. Sadis! puluhan penyu dibantai dan dagingnya diperjualbelikan. https://mataram.antaranews.com/berita/274926/sadis-puluhan-penyu-dibantai-dan-dagingnya-diperjualbelikan?page=all.
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim PertanyaanKetentuan Pajak Bagi Tenaga Kerja Indonesia
Izin-izin yang Diperlukan Untuk Mendirikan Restoran
hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.