Jenis-Jenis Kreditur Dalam PKPU dan Kepailitan

Jenis-jenis Kreditur Dalam PKPU dan Kepailitan tidak jauh berbeda dengan kreditur pada umumnya. Adapun dalam kehidupan, orang perorangan (natural person) maupun suatu badan hukum (legal entity) adakalanya tidak memiliki uang yang cukup untuk membiayai keperluan atau kegiatannya. Orang atau perusahaan tersebut pun dapat melakukan beberapa tindakan, salah satunya dengan meminjam uang yang dibutuhkan dari pihak lain, dimana memang tersedia sumber-sumber dana bagi seseorang atau suatu badan hukum yang ingin memperoleh pinjama (borrowing, atau loan, atau credit) untuk memenuhi kekurangan dananya. Apabila seseorang atau suatu badan hukum memperoleh pinjaman dari pihak lain (orang lain atau badan hukum lain), pihak yang memperoleh pinjaman itu disebut Debitur, sedangkan pihak yang memberikan pinjaman itu disebut Kreditur.

 

Debitur dapat memperoleh utang dari berbagai sumber seperti bank, kredit perusahaan selain bank atau pinjaman dari orang perorangan, surat-surat utang jangka pendek, menengah dan panjang. Utang-utang tersebut diperoleh Debitur berdasarkan perjanjian kedua belah pihak antara Debitur dan Kreditur. Namun Debitur dapat berutang bukan karena bersumber dari perjanjian tetapi bersumber dari ketentuan undang-undang dan karena putusan pengadilan. Ketentuan utang ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU KPKPU). Pasal 1 Angka 1 UU KPKPU mendefinisikan kepailitan sebagai berikut:

“Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam UU KPKPU.”

 

Keberadaan aturan tersebut dibuat agar para Kreditur tidak berebutan dengan saling mendahului melakukan lelang terhadap harta kekayaan Debitur, mengingat Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yang berbunyi bahwa “Harta kekayaa tersebut menjadi jaminan bersama bagi semua Kreditur yang memiliki piutang terhadapnya.” Sehingga masing-masing Debitur akan merasa memiliki hak hukum untuk memperoleh pelunasan dari harta kekayaan Debitur.[1] Keberadaan Kreditur mengenai hubungannya dengan hutang dan pailit atas harta kekayaan Debitur diatur dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 222 ayat (2) UU KPKPU yang berbunyi:

Pasal 2 ayat (1) UU KPKPU:

  • Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya.

Pasal 222 ayat (2) UU KPKPU:

  • Debitor yang tidak dapat atau memperkirakan tidak akan dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon penundaan kewajiban pembayaran utang, dengan maksud untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada Kreditor.

 

Berdasarkan masing-masing penjelasan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 222 UU KPKPU adalah Krreditur Konkuren, Kreditur Separatis dan Kreditur Preferen. Adapun penjelasan dari ketiga jenis Kreditur tersebut sebagai berikut:

  1. Kreditur Konkuren adalah para kreditur dengan hak pari passu dan pro rata, artinya para kreditur secara bersama-sama memperoleh pelunasan (tanpa ada yang didahulukan) yang dihitung berdasarkan pada besarnya piutang masing-masing dibandingkan terhadap piutang mereka secara keseluruhan, terhadap seluruh harta kekayaan debitur tersebut. Dengan demikian, para kreditur konkuren mempunyai kedudukan yang sama atas pelunasan utang dari harta debitur tanpa ada yang didahulukan. Kreditur Konkuren diatur dalam Pasal 1132 KUH Perdata.[2]
  2. Kreditur Separatis adalah Kreditur separatis adalah kreditur yang dapat melaksanakan haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Termasuk kreditur separatis misalnya pemegang gadai, pemegang jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotik, agunan kebendaan lainnya.[3]
  3. Kreditur Preferen atau Kreditur Istimewa adalah kreditur yang mempunyai preferensi karena undang-undang memberikan preferensi kepada tagihan mereka di luar pemegang jaminan (kreditur separatis). Kreditur preferen ini tidak mempunyai hak untuk memulai prosedur hukum untuk melaksanakan hak mereka, mereka hanya diwajibkan untuk mengajukan tagihan mereka pada kurator untuk dicocokkan sehingga kreditur istimewa dibebani biaya kepailitan secara prorate parte.[4]

 

Dengan demikian, dapat dijelaskan bahwa kreditur konkuren adalah kreditur yang tidak memegang hak jaminan kebendaan, kreditur preferen adalah kreditur yang didahulukan karena sifat piutangnya (hak istimewa), dan kreditur separatis adalah kreditur yang memegang hak jaminan kebendaan. Dalam perkara kepailitan, khusus mengenai kreditor separatis dan kreditor preferen, mereka dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit tanpa kehilangan hak agunan atas kebendaan yang mereka miliki terhadap harta Debitur dan haknya untuk didahulukan.

 

Penulis: Rizky Pratama J., S.H.

Editor: Robi Putri J., S.H., M.H., CTL., CLA., & Mirna R., S.H., M.H., CCD.

 

[1] Sutan Remy Sjahdeni, Sejarah, Asas dan Teori Hukum Kepailitan: Memahami: Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Prenadamedia Group, Jakarta, 2016, halaman 10-12.

[2] Man S. Sastrawidjaja, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Bandung, PT Alumni, 2006, halaman 127

[3] Ibid.

[4] Ibid.

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.