Jenis-jenis gugatan

Hukum Perdata atau disebut juga dengan Civil Law merupakan bagian dari ilmu hukum yang mengatur tentang penyelesaian sengketa yang timbul akibat dari konflik kepentingan privat antar subjek hukum yang satu dengan subjek hukum lainnya, baik antara orang dengan orang, orang dengan badan hukum ataupun badan hukum dengan badan hukum. Hukum perdata juga sebagai wadah untuk subyek hukum menuntut kerugian, baik kerugian materiil maupun immaterial, terhadap setiap subyek hukum yang melanggar kepentingan privat subyek hukum lain.[1]

Gugatan merupakan suatu surat tuntutan hak (dalam permasalahan perdata) yang didalamnya mengandung suatu sengketa dan merupakan landasan dasar pemeriksaan perkara yang diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri dimana salah satu pihak sebagai penggugat untuk menggugat pihak lainnya sebagai tergugat.[2] Dasar hukum gugatan dapat dilihat dari bentuknya, bentuk gugatan terdapat 2 macam yaitu gugatan lisan dan gugatan tertulis. Mengenai gugatan tertulis diatur dalam Pasal 118 ayat (1) Herziene Inlandsch Reglement (HIR) juncto Pasal 142 Rectsreglement voor de Buitengewesten (RBg) dan untuk gugatan lisan diatur dalam Pasal 120 HIR. Sebelum mengajukan gugatan, sudah seharusnya kita mengetahui terlebih dahulu kualifikasi lingkup perkara kita hingga sistematika teknik-teknik dasar pembuatan gugatan. Dalam perkara perdata, kesalahan pengajuan gugatan akan berdampak gugatan dinyatakan niet ontvankelijk verklaard (NO) yang artinya gugatan tidak dapat diterima hingga putusan gugatan ditolak. Dalam hukum acara perdata terdapat banyak jenis-jenis gugatan, namun yang paling banyak digunakan ada 5 (lima) jenis gugatan, yaitu:[3]

(1) Gugatan voluntair atau biasa disebut permohoan,

Gugatan voluntair ini dapat diartikan sebagai salah satu jenis gugatan yang diajukan atas dasar permohonan ke pengadilan negeri. Banyak yang mengatakan bahwa voluntair ini bukanlah gugatan sebab tidak mengandung sengketa, sehingga tidak tepat dikatakan sebagai “gugatan”, namun lebih tepat dikatakan sebagai “permohonan”. Dasar hukum gugatan voluntair terdapat dalam Pasal 2 ayat (1) UU No. 14 Tahun 1970 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 35 Tahun 1999 dan UU No. 48 Tahun 2009 yang menyatakan sebagai berikut:

(2) Gugatan contentiosa atau biasa disebut gugatan yang mengandung sengketa

Gugatan contentiosa dapat diartikan sebagai jenis gugatan yang mengandung 2 (dua) pihak/ party. Dalam prakteknya, gugatan ini biasanya disebut dengan gugatan biasa.

(3) Gugatan class action atau biasa disebut dengan gugatan kelompok.

Gugatan Class Action ini dapat diartikan sebagai gugatan kelompok adalah gugatan perdata biasanya terkait dengan permintaan injunction atau ganti kerugian, yang diajukan oleh sejumlah orang bisa satu atau dua orang secara langsung mewakili banyak orang dalam jumlah besar yang mempunyai kepentingan yang sama. Gugatan Class Action ini diatur dalam Perma No. 1 Tahun 2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok.

(4) Gugatan legal standing serta

Gugatan legal standing ini dapat diartikan secara luas, yaitu hak seseorang atau kelompok orang atau organisasi untuk tampil sebagai penggugat di pengadilan guna mengajukan gugatan perdata, dengan dasar mewakili kepentingan umum (publik) atau kepentingan lingkungan. Salah satu peraturan yang mengakomodir adanya kedudukan hukum organisasi untuk melakukan gugatan legal standing adalah UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

(5) Gugatan citizen law suit atau gugatan warga negara.

Citizen law suit merupakan suatu gugatan warga negara yang banyak dikenal dalam sistem hukum Amerika Serikat, India, Australia khususnya dalam bidang hukum lingkungan. Gugatan citizen law suit tersebut diperkenalkan dan berkembang di negara-negara yang memakai sistem hukum common law. Dalam sistem hukum common law, citizen law suit dapat dipersamakan dengan acta popularis. Di Indonesia dalam hal gugatan citizen law suit, maka  majelis hakim akan merujuk pada Perma No. 1 Tahun 2002 tentang Gugatan Perwakilan Kelompok (class action).

Pada Peradilan Umum terdapat jenis gugatan yang sering diajukan orang perseorangan atau badan hukum, yaitu gugatan wanprestasi dan gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH). Pada dasarnya untuk membedakan antara gugatan wanprestasi dan gugatan PMH dilihat dari bentuk perbuatannya atau akibat yang ditimbulkan. Gugatan Perbuatan Melawan Hukum didasarkan adanya suatu perbuatan yang bertentangan dengan Undang-Undang, sedangkan gugatan Wanprestasi didasarkan atas adanya perjanjian. mengenai penjelasan lebih lanjut gugatan wanprestasi dan gugatan PMH adalah sebagai berikut:[4]

  1. Gugatan wanprestasi (ingkar janji)

Pengaturan Wanprestasi secara khusus diatur dalam ketentuan Pasal 1343 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) yang didasarkan pada adanya cedera janji dalam suatu perjanjian sehingga salah satu pihak harus bertanggung jawab. Oleh karena itu, wanprestasi tidak mungkin timbul tanpa adanya perjanjian yang dibuat terlebih dahulu diantara para pihak. Hak menuntut ganti kerugian karena wanprestasi timbul dari Pasal 1243 KUH Perdata “Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan lalai, tetapi lalai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan.” Apabila gugatan tersebut diajukan atas dasar wanprestasi, maka objeknya haruslah “perjanjian”. Artinya, perbuatan melawan hukum yang disebabkan oleh perjanjian maka disebut dengan istilah “wanprestasi” atau “cidera janji”. Sebagai cirinya bahwa tindakan tersebut merupakan tindakan wanprestasi ialah:[5]

  1. Tidak melaksanakan prestasi yang diperjanjian sama sekali.
  2. Melaksanakan prestasi yang diperjanjikan, tetapi tidak sebagaimana mestinya.
  3. Melaksanakan prestasi yang diperjanjikan, tetapi tidak tepat pada waktunya.
  4. Melaksanakan perbuatan yang dilarang dalam perjanjian yang dibuat.
  5. Gugatan PMH

Menurut Pasal 1365 KUH Perdata “Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.” PMH timbul karena perbuatan seseorang yang mengakibatkan kerugian pada orang lain. Hak menuntut ganti kerugian karena PMH tidak perlu somasi. Kapan saja terjadi PMH, pihak yang dirugikan langsung mendapat hak untuk menuntut ganti rugi tersebut. KUH Perdata tidak mengatur bagaimana bentuk dan rincian ganti rugi. Dengan demikian, bisa digugat ganti kerugian yang nyata-nyata diderita dan dapat diperhitungkan (material) dan kerugian yang tidak dapat dinilai dengan uang (immaterial). Ciri-ciri perbuatan yang dianggap sebagai bentuk perbuatan melawan hukum (PMH) yaitu:[6]

  1. Adanya suatu perbuatan
  2. Perbuatan tersebut melawan hukum.
  3. Adanya kesalahan dari pihak pelaku.
  4. Adanya kerugian bagi korban.
  5. Adanya hubungan kausalitas.

Dari uraian tersebut diatas, apabila dikaitan dengan hukum di Indonesia, maka saat ini pengajuan gugatan perbuatan melawan hukum dapat dilakukan sepanjang melangar hak orang lain yang diatur dalam undang-undang maupun melanggar hak orang lain yang bertentangan dengan kesusilaan dan kepatutan yang tidak diatur dalam suatu undang-undang dengan syarat tetap mengacu pada Pasal 1365 KUHPerdata.

 

[1] Hasrul Buamona dan Tri Astuti, Langkah-langkah jitu menjadi Advokat sukses, Erte Pose : Jogjakarta, 2014, hlm 92

[2] Yahya Harahap. (2005) “Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan”. Sinar Grafika. Jakarta.

[3] https://izinesia.id/jenis-gugatan-hukum-acara-perdata-dalam-praktek-pengadilan

[4] http://p4tkpenjasbk.kemdikbud.go.id/kepegawaian/2019/05/16/jenis-jenis-gugatan-perkara-perdata-yang-lazim-diajukan-di-peradilan-umum/

[5] https://www.rumah.com/panduan-properti/wanprestasi-47060

[6] M.A.Moegni Djojodordjo, Perbuatan Melawan Hukum (Jakarta: Pradnya Paramita,1997), halaman 68.

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.