Jangka Waktu Persidangan Pailit dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
Produk hukum nasional diarahkan untuk menjamin kepastian, ketertiban, penegakan dan perlindungan hukum yang berintikan keadilan dan kebenaran yang diharapkan mampu mendukung pertumbuhan dan perkembangan perekonomian nasional serta mengamankan dan mendukung hasil pembangunan nasional. Salah satu hukum yang diperlukan dalam menunjang pembangunan perekonomian nasional adalah peraturan tentang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang yang semula diatur dalam peraturan kepailitan (faillisement-verordening, staatsblad).[1]
Kepailitan saat ini diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU K-PKPU). Dalam Pasal 1 Angka 1 UU K-PKPU menyatakan bahwa:
Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
Dari rumusan tersebut dapat diketahui bahwa inti dari kepailitan adalah sita umum (beslaag) atas kekayaan debitur pailit. Kepailitan bertujuan agar dapat dilakukan pembayaran utang debitur kepada seluruh kreditur berdasar pada besarnya kekayaan debitur oleh kurator kepada semua kreditur dengan memperhatikan hak-hak mereka masing-masing.[2] Sementara itu PKPU merupakan prosedur yang dilakukan debitur untuk menghindari kepailitan. Namun prosedur tersebut hanya dapat diajukan oleh debitur sebelum putusan pernyataan pailit ditetapkan oleh pengadilan. Berkaitan dengan hal tersebut, diketahui bahwa penyelesaian perkara kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) diselesaikan melalui putusan hakim dengan mekanisme yang diatur dalam UU K-PKPU.
Berdasarkan penjelasan singkat di atas, terdapat perbedaan antara kepailitan dan PKPU yang diajukan oleh Debitur maupun yang diajukan oleh Kreditur, sebagaimana Pasal 6 ayat (5) dan ayat (6) UU K-PKPU yang mengatur sebagai berikut:
(5) Dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) hari setelah tanggal permohonan pernyataan pailit didaftarkan, Pengadilan mempelajari permohonan dan menetapkan hari sidang;
(6) Sidang pemeriksaan atas permohonan pernyataan pailit diselenggarakan dalam jangka waktu paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah tanggal permohonan didaftarkan;
Sementara itu, mengenai jangka waktu persidangan pemeriksaan PKPU diatur dalam ketentuan Pasal 225 ayat (2) dan ayat (3) UU K-PKPU yang berbunyi sebagai berikut:
(2) Dalam hal permohonan diajukan oleh Debitor, Pengadilan dalam waktu paling lambat 3 (tiga) hari sejak tanggal didaftarkannya surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 ayat (1) harus mengabulkan penundaan kewajiban pembayaran utang sementara dan harus menunjuk seorang Hakim Pengawas dari hakim pengadilan serta mengangkat 1 (satu) atau lebih pengurus yang bersama dengan Debitor mengurus harta Debitor;
(3) Dalam hal permohonan diajukan oleh Kreditor, Pengadilan dalam waktu paling lambat 20 (dua puluh) hari sejak tanggal didaftarkannya surat permohonan, harus mengabulkan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang sementara dan harus menunjuk Hakim Pengawas dari hakim pengadilan serta mengangkat 1 (satu) atau lebih pengurus yang bersama dengan Debitor mengurus harta Debitor;
Merujuk ketentuan-ketentuan tersebut di atas, dalam hal permohonan diajukan oleh debitor, Pengadilan Niaga dalam waktu paling lambat 3 (tiga) hari sejak tanggal didaftarkannya surat permohonan harus mengabulkan PKPU Sementara dan menunjuk seorang seorang Hakim Pengawas dari hakim pengadilan serta mengangkat 1 (satu) atau lebih pengurus untuk bersama debitor mengurus harta debitor. Sedangkan dalam hal permohonan diajukan oleh kreditor, Pengadilan Niaga dalam waktu paling lambat 20 (dua puluh) hari sejak tanggal didaftarkannya surat permohonan, harus mengabulkan permohonan PKPU Sementara dan harus menunjuk Hakim Pengawas dari hakim pengadilan serta mengangkat 1 (satu) atau lebih pengurus yang bersama dengan debitor mengurus harta debitor.
[1] Munif Rochmawanto, Upaya Hukum Dalam Perkara Kepailitan, Jurnal Independent Vol 3 Nomor 2, Februari Jakarta, 2015, hlm.25
[2] Emmy Yuhassarie dan Tri Harwono, Kepailitan dan Transfer Aset Secara Melawan Hukum: Prosidings Rangkaian Lokakarya Terbatas Masalah – Masalah Kepailitan dan Wawasan Hukum Bisnis Lainnya Tahun 2004, Cet. 2, Pusat Pengkajian Hukum, Jakarta, 2005, hlm. 96.
Penulis: Risky P.J
Editor: R. Putri J.
Mirna R.
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim Pertanyaanhukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.