Izin-izin yang Diperlukan Untuk Mendirikan Usaha Penerbitan Buku

Ketika kita mendengar usaha penerbitan buku, kita mungkin berpikir usaha ini menerbitkan buku-buku seperti buku pelajaran atau novel. Usaha penerbitan buku rupanya tidak hanya terbatas untuk menerbitkan buku pelajaran atau novel saja, tapi juga dapat berupa majalah, brosur atau publikasi sejenis lainnya. Dalam artikel kali ini, kita akan membahas khusus terkait dengan perizinan usaha penerbitan buku, dasar hukumnya serta cara memperolehnya.

 

  1. Apa itu Usaha Penerbitan Buku Berdasarkan Hukum Indonesia?

Usaha penerbitan buku berdasarkan KBLI 2020 kode 58110 meliputi kegiatan penerbitan buku dalam bentuk cetak, elektronik (CD, CD-ROM, DVD dan lain-lain), audio atau pada internet. Kegiatan usahanya meliputi penerbitan buku, brosur, leaflet dan publikasi sejenis, termasuk penerbitan kamus dan ensiklopedia, penerbitan atlas, peta dan grafik, penerbitan buku dalam bentuk audio dan penerbitan ensiklopedia dan lain-lain dalam CD-ROM dan publikasi lainnya. Termasuk penerbitan elektroniknya.

 

  1. Izin-izin yang Diperlukan Untuk Menjalankan Usaha Penerbitan Buku

Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja, perizinan berusaha berbasis risiko dilakukan berdasarkan penetapan tingkat risiko dan peringkat skala usaha kegiatan usaha. UU Cipta Kerja tersebut kemudian dicabut dan dinyatakan tidak berlaku dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja yang kemudian telah disahkan menjadi undang-undang berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (selanjutnya disebut ‘UU Cipta Kerja’). Tingkat risiko tersebut berdasarkan Pasal 7 Ayat (7) UU Cipta Kerja ditetapkan menjadi:

  1. Kegiatan usaha berisiko rendah;
  2. Kegiatan usaha berisiko menengah; atau
  3. Kegiatan usaha berisiko tinggi.

Perizinan berusaha berdasarkan pada tingkat risiko di atas dapat ditentukan sebagai berikut:

  1. Kegiatan usaha berisiko rendah perizinan usahanya berupa pemberian nomor induk berusaha (NIB) yang merupakan legalitas pelaksanaan kegiatan berusaha (Pasal 8 Ayat (1) UU Cipta Kerja).
  2. Kegiatan usaha berisiko menengah dibagi lagi menjadi kegiatan usaha berisiko menengah rendah dan menengah tinggi. Perizinan berusaha kegiatan usaha berisiko menengah rendah maupun tinggi adalah NIB dan sertifikat standar (Pasal 9 UU Cipta Kerja). Perbedaannya, sertifikat standar pada kegiatan usaha berisiko menengah rendah merupakan pernyataan pelaku usaha untuk memenuhi standar usaha dalam rangka melakukan kegiatan usaha (Pasal 9 Ayat (4) UU Cipta Kerja), di sisi lain, sertifikat standar pada kegiatan usaha berisiko menengah tinggi merupakan sertifikat standar usaha yang diterbitkan Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya berdasarkan hasil verifikasi pemenuhan standar pelaksanaan kegiatan usaha oleh pelaku usaha (Pasal 9 Ayat (5) UU Cipta Kerja).
  3. Kegiatan usaha berisiko tinggi perizinan usahanya berupa NIB dan izin (Pasal 10 Ayat (1) UU Cipta Kerja). Izin sebagaimana dimaksud tersebut merupakan persetujuan Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah untuk pelaksanaan kegiatan usaha yang wajib dipenuhi oleh Pelaku Usaha sebelum melaksanakan kegiatan usahanya (Pasal 10 Ayat (2) UU Cipta Kerja).

Dasar hukum perizinan usaha penerbitan buku diatur pada Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 16 Tahun 2023 Tentang Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Perizinan Berusaha Untuk Penerbitan Buku (selanjutnya disebut ‘Permendikbudristek 16/2023’). Berdasarkan Pasal 2 Ayat (2) Permendikbudristek 16/2023, usaha penerbitan buku dikategorikan sebagai usaha berisiko menengah rendah. Berdasarkan penjelasan sebelumnya, untuk usaha beresiko menengah rendah maka perizinan berusahanya berupa NIB dan sertifikat standar usaha.

Usaha penerbitan buku dapat berupa usaha dengan skala usaha mikro dan kecil atau skala usaha menengah dan besar tergantung pada modal usaha yang ditetapkan oleh pengusaha penerbitan buku. Berdasarkan Lampiran III Permendikbudristek 16/2023, terdapat persyaratan khusus untuk usaha penerbitan buku dengan skala usaha mikro dan kecil yaitu:

  1. Memiliki sarana produksi yang memenuhi standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3);
  2. Memiliki SDM yang mendukung pelaksanaan usaha; dan
  3. Menerapkan standar pelayanan minimal kepada konsumen.

Di sisi lain, persyaratan khusus untuk usaha penerbitan buku dengan atau skala usaha menengah dan besar yaitu:

  1. Memiliki sarana produksi yang memenuhi standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3);
  2. Memiliki struktur organisasi yang dilengkapi dengan uraian tugas dan pembagian kewenangan dalam organisasi usaha;
  3. Memiliki sistem manajemen usaha;
  4. Menerapkan standar pelayanan minimal kepada konsumen; dan
  5. Menerapkan standar keamanan dan keselamatan kerja.

Keperluan standar penerbitan yang dapat dipenuhi oleh usaha penerbitan buku yaitu:

  1. Mendaftar ke Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI); dan
  2. Pengurusan International Standard Book Number (ISBN).

Di samping itu untuk standar lainnya yang dapat dipenuhi yaitu sertifikasi SNI, ISO, pendaftaran Hak Cipta dan untuk materi muatan jurnalistik maka dapat mendaftar keanggotaan ke Dewan Pers Indonesia.

 

  1. Tata Cara Mendapatkan Izin Usaha Penerbitan Buku

Langkah pertama untuk mendapatkan izin usaha penerbitan buku adalah dengan membuat NIB terlebih dahulu. NIB bisa didapatkan dengan mengakses dan melakukan registrasi melalui laman resmi OSS Berbasis Risiko (oss.go.id). Lebih lanjut, terkait dengan NIB dan tata cara mendapatkannya, Rekan dapat membaca artikel kami sebelumnya yang berjudul Apa itu Nomor Induk Berusaha dan Tata Cara Pengurusannya.

Berdasar website resmi IKAPI, untuk pendaftaran menjadi anggota IKAPI, maka yang harus dilakukan adalah: [1]

  1. Berbentuk badan usaha atau badan hukum yang telah disahkan berdasarkan Akta Notaris atau dokumen resmi dari instansi pemerintah yang terkait;
  2. Memiliki izin usaha dari instansi pemerintah yang berwenang;
  3. Secara jelas mencantumkan usaha atau kegiatan menerbitkan buku dalam Anggaran Dasar dan/atau izin usahanya;
  4. Mempunyai alamat kantor yang tetap dan jelas serta mempunyai karyawan tetap sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang; dan
  5. Telah menerbitkan sekurang-kurangnya 3 (tiga) judul buku ber-ISBN.

Untuk pengurusan ISBN, maka langkah yang dapat dilakukan penerbit buku adalah sebagai berikut: [2]

  1. Membuat akun pada isbn.perpusnas.go.id;
  2. Mengisi data badan usaha penerbitan buku;
  3. Mengupload berkas kelengkapan pendaftaran yaitu surat pernyataan kebenaran data-data, akta pendirian badan usaha; dan
  4. Melakukan pengajuan ISBN dengan mengisi data buku.

 

Penulis: Mirna R., S.H., M.H.

Editor: R. Putri J., S.H., M.H., CTL. CLA.

 

Sumber:

  1. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja yang kemudian telah disahkan menjadi undang-undang berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang;
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko;
  3. https://oss.go.id/informasi/kbli-kode?kode=J&kbli=58110;
  4. https://www.ikapi.org/syarat-menjadi-anggota-ikapi/; dan
  5. https://isbn.perpusnas.go.id/Home/InfoProcedure;

 

 

[1] https://www.ikapi.org/syarat-menjadi-anggota-ikapi/

[2] https://isbn.perpusnas.go.id/Home/InfoProcedure

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.