Investasi Bodong Kampoeng Kurma

Berawal dari penawaran investasi lahan pada tahun 2017, PT. Kampoeng Kurma saat ini telah resmi dinyatakan pailit.[1] Investasi terhadap PT. Kampoeng Kurma ramai diperbincangkan sejak akhir tahun 2019 karena dianggap sebagai investasi bodong. Kasus penipuan investasi ini mulai muncul setelah sejumlah warga yang merasa dirugikan berbondong-bondong meminta penjelasan PT. Kampoeng Kurma pada bulan November tahun 2019 lalu. Berdasarkan berita dalam laman Tempo.com menyatakan bahwa Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memastikan PT. Kampoeng Kurma telah masuk daftar kegiatan usaha ilegal yang berpotensi merugikan masyarakat sejak bulan April tahun 2019.[2] Bahkan aktivitas penawaran investasi pada PT. Kampoeng Kurma yang berada di Jonggol, Jawa Barat dihentikan karena tidak berizin dan menawarkan imbal hasil tidak rasional.[3] Kemudian pada akhir Januari tahun 2020 sejumlah korban mengajukan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) PT. Kampoeng Kurma ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dan PT. Kampoeng Kurma dinyatakan PKPU. Namun, seiring dengan tenggat waktu yang diberikan rencana perdamaian yang diajukan oleh PT. Kampoeng Kurma ditolak oleh para kreditur, sehingga PT. Kampoeng Kurma dinyatakan pailit pada tanggal 26 Mei 2021.[4] Selain itu, saat ini  Bareskrim Polri juga sedang mengusut kasus investasi bodong yang dilakukan oleh PT. Kampoeng Kurma. Polri mengatakan bahwa kasus ini sudah masuk dalam tahap penyidikan dan saat ini Polri sedang melakukan pemeriksaan terhadap 35 orang saksi terkait.[5] Modus investasi bodong PT. Kampoeng Kurma yaitu dengan menawarkan fasilitas lahan kavling yang nantinya diisi dengan pohon kurma, pesantren, hingga arena olahraga. Total penjualan yang diperoleh dari investasi bodong ini mencapai ratusan miliar rupiah.

Terkait dengan dugaan investasi bodong yang dilakukan oleh PT. Kampoeng Kurma, saat ini Polisi masih melakukan pemeriksaan lebih lanjut dan tidak menyebutkan pasal yang akan dikenakan. Namun, berdasarkan analisis secara hukum apabila PT. Kampoeng Kurma terbukti melakukan investasi bodong, maka dapat dikenakan ancaman pidana penipuan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang menyatakan sebagai berikut :

“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”

Saat ini kepolisian sedang melakukan tracing aset terhadap seorang pendiri PT. Kampoeng Kurma dan menulusuri aliran uang yang diperkirakan ratusan milyar milik korban. Karena tempat kavling yang diperjanjikan kepada korban berada di 6 (enam) tempat lokasi yang berjauhan, maka proses penyelidikan dan penyidikan menjadi sedikit lebih lama yang hingga saat ini Polisi belum menentukan tersangka atas kasus tersebut.[6]

Apabila dikemudian hari PT. Kampoeng Kurma terbukti melakukan investasi bodong dan ditetapkan sebagai tersangka, PT harus mempertanggungjawabkan perbuatannya meski yang melakukan tindak pidana adalah pengurus. Hal ini disebut sebagai pidana korporasi yang tata cara penanganannya diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana Oleh Korporasi (selanjutnya disebut Perma 13/2016). Pasal 3 Perma 13/2016 menyatakan bahwa :

“Tindak pidana oleh Korporasi merupakan tindak pidana yang dilakukan oleh orang berdasarkan hubungan kerja, atau berdasarkan hubungan lain, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama yang bertindak untuk dan atas nama Korporasi di dalam maupun di luar Lingkungan Korporasi.”

Berdasarkan hal tersebut, maka dapat kita ketahui bahwa ancaman pidana terhadap korporasi dikenakan terhadap orang yang bertanggung jawab melakukan tindak pidana tersebut. Pasal 6 Perma 13/2016 menyatakan bahwa :

“Dalam hal tindak pidana dilakukan oleh Korporasi dengan melibatkan induk Korporasi dan/atau Korporasi subsidiari dan/atau Korporasi yang mempunyai hubungan dapat dipertanggungjawabkan secara pidana sesuai dengan peran masing-masing.”

Pemeriksaan terhadap korporasi yang diduga melakukan tindak pidana diwakili oleh seorang pengurus sebagaimana ketentuan dalam Pasal 11 ayat (1) Perma 13/2016 dan kemudian apabila korporasi terbukti melakukan tindak pidana, maka kerugian yang dialami korban akibat tindak pidana yang dilakukan oleh Korporasi dapat dimintakan ganti rugi melalui mekanisme restitusi menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku atau melalui gugatan perdata sebagaimana ketentuan dalam Pasal 20 Perma 13/2016. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi, dan Bantuan Kepada Saksi dan Korban menyatakan bahwa restitusi adalah ganti kerugian yang diberikan kepada korban atau keluarganya oleh pelaku atau pihak ketiga yaitu dapat berupa pengembalian harta milik, pembayaran ganti kerugian untuk kehilangan atau penderitaan, atau penggantian biaya untuk tindakan tertentu.

 

Sebagai perbandingan hal serupa juga terjadi pada Koperasi Indosurya Cipta. Indosurya Cipta merupakan koperasi simpan pinjam yang diduga sebagai koperasi bodong, sehingga Bareskrim Polri menetapkan KSP Indosurya Cipta dan Direktur Keuangannya sebagai tersangka dalam kasus tersebut yang saat ini juga masih dalam proses pemeriksaan oleh Polri. KSP Indosurya Cipta sebagai korporasi diduga melakukan tindak pidana korporasi berupa dugaan tindak pidana penipuan, penggelapan, dan bank illegal.[1] Pasal yang disangkakan terhadap KSP Indosurya Cipta adalah Pasal 46 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (selanjutnya disebut UU Perbankan) dan Pasal 3, atau Pasal 4, atau Pasal 5 Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (selanjutnya disebut UU TPPU), sedangkan pasal yang disangkakan terhadap Direktur Keuangannya yaitu Pasal 46 ayat (1) UU Perbankan juncto Pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Pasal 3 atau Pasal 4 atau Pasal 5 UU TPPU.[2] Pengenaan pidana terhadap korporasi tentu dilakukan sesuai prosedur sebagaimana ketentuan Perma 13/2016. Pidana yang dapat dikenakan terhadap korporasi sebagaimana ketentuan dalam Pasal 25 Perma 13/2016 yaitu pidana pokok berupa pidana denda dan/atau pidana tambahan.

 

[1] https://kabar24.bisnis.com/read/20200714/16/1265817/jadi-tersangka-korporasi-indosurya-cipta-dijerat-pasal-berlapis-

[2] https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200707131147-12-521769/koperasi-indosurya-cipta-tersangka-korporasi-kasus-penipuan

[1] https://bisnis.tempo.co/read/1466012/lika-liku-kampoeng-kurma-investasi-bodong-yang-kini-berstatus-pailit/full&view=ok

[2] https://bisnis.tempo.co/read/1466012/lika-liku-kampoeng-kurma-investasi-bodong-yang-kini-berstatus-pailit?page_num=2

[3] Ibid.

[4] Ibid.

[5] https://news.detik.com/berita/d-5271566/polri-usut-kasus-investasi-bodong-kampoeng-kurma-35-orang-diperiksa/1

[6] https://news.detik.com/berita/d-5271566/polri-usut-kasus-investasi-bodong-kampoeng-kurma-35-orang-diperiksa/2

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.