Inflasi dan Kebijakan Pemerintah Indonesia

Belakangan berlalu lalang berita terkait inflasi yang mulai mendera negara-negara di dunia. Hal tersebut tidak lain dikarenakan mulai bangkitnya perekonomian di beberapa negara dalam rangka pemulihan dari masa pandemic Covid-19, namun ternyata dunia harus kembali menghadapi adanya perang antara Rusia dan Ukraina yang berkelanjutan yang mengakibatkan adanya ketegangan diantara beberapa negara dan mulai terhambatnya perdagangan impor ekspor. Ketua Umum Kadin Indonesia, Arsjad Rasjid melihat fenomena ini akan berdampak sistemik baik berupa krisis sosial maupun politik.[1]

Inflasi merupakan kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus dalam jangka waktu tertentu dikarenakan adanya tekanan dari sisi supply (cost push inflation), dari sisi permintaan (demand pull inflation), dan dari ekspektasi inflasi.[2] Kenaikan harga yang dimaksud bukan hanya pada satu jenis barang saja, melainkan meluas yang dapat mengakibatkan masyarakat menjadi sulit untuk memenuhi kebutuhannya, terutama masyarakat di kalangan bawah.

Inflasi memang terus terjadi setiap tahunnya, namun inflasi yang sangat tinggi yang pernah terjadi di Indonesia yaitu inflasi pada tahun 1966 dengan nilai inflasi 653,3%.[3] Inflasi selanjutnya yang juga termasuk cukup tinggi yang terjadi di Indonesia adalah inflasi pada tahun 1998 yang diakibatkan oleh krisis moneter dengan nilai inflasi 58%. Tingginya inflasi tersebut cukup membuat rakyat marah dan bergerak hingga melengserkan pemerintahan yang sedang berkuasa saat itu.

Keadaan ekonomi suatu negara bukan hanya akan mempengaruhi kelompok tertentu saja, melainkan semua rakyat dalam negara tersebut. Oleh karena itu, adalah suatu keharusan bagi pemerintah untuk membuat kebijakan-kebijakan tertentu guna menghambat nilai inflasi yang dapat merugikan seluruh pihak. Sebagai contoh adalah kebijakan pemerintah sebagai tindakan perventif dengan membuat target inflasi yang ditetapkan oleh pemerintah sebagaimana diatur dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia, dimana dalam penjelasan pasal tersebut diatur sebagai berikut:

“Sasaran laju inflasi ditetapkan oleh Bank Indonesia atas dasar tahun kalender dengan memperhatikan perkembangan dan prospek ekonomi makro. Penetapan sasaran laju inflasi tersebut terutama dilakukan dengan mempertimbangkan perkembangan harga yang secara langsung dipengaruhi oleh kebijakan moneter. Sasaran laju inflasi yang ditetapkan oleh Bank Indonesia tersebut dapat berbeda dengan asumsi laju inflasi yang dibuat oleh Pemerintah dalam rangka penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang didasarkan pada tahun fiskal. Dalam hal terjadi perbedaan, Bank Indonesia dapat memberikan penjelasan secara terbuka apabila diminta oleh Dewan Perwakilan Rakyat.”

Dengan adanya target inflasi tersebut, maka diharapkan inflasi yang terjadi tidak terlalu tinggi, sehingga tidak membuat adanya permasalahan sosial dan ekonomi di Indonesia.

Namun demikian, tidak jarang target inflasi tersebut terlewati dikarenakan satu dan lain hal. Sebagai contoh adalah adanya kekhawatiran dari masyarakat saat ini akan adanya kenaikan inflasi yang tinggi. Dalam hal demikian, pemerintah yang dalam hal ini adalah Bank Indonesia membuat kebijakan-kebijakan tertentu terkait dengan perbankan seperti kebijakan terkait dengan kenaikan suku bunga acuan.

 

[1] https://wartaekonomi.co.id/read414052/soal-dampak-inflasi-global-ke-ekonomi-ri-pengusaha-ingatkan-pemerintah

[2] https://www.bi.go.id/id/fungsi-utama/moneter/inflasi/default.aspx

[3] https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5135410/tahukah-kamu-inflasi-indonesia-pernah-6533

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.