Hukum Pidana Korupsi Dalam Keadaan Darurat
Pada dasarnya dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia tidak ditemukan aturan yang mendefinisikan secara eksplisit mengenai keadaan darurat. Namun berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1959 tentang Pencabutan Undang-Undang Nomor 74 Tahun 1957 dan Penetapan Keadaan Bahaya (selanjutnya disebut Perppu Keadaan Bahaya) menyatakan bahwa :
- Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang menyatakan seluruh atau sebagian dari wilayah Negara Republik Indonesia dalam keadaan bahaya dengan tingkatan keadaan darurat sipil atau keadaan darurat militer atau keadaan perang, apabila:
- keamanan atau ketertiban hukum diseluruh wilayah atau disebagian wilayah Negara Republik Indonesia terancam oleh pemberontakan, kerusuhan-kerusuhan atau akibat bencana alam, sehingga dikhawatirkan tidak dapat diatasi oleh alat-alat perlengkapan secara biasa;
- timbul perang atau bahaya perang atau dikhawatirkan perkosaan wilayah Negara Republik Indonesia dengan cara apapun juga
- hidup Negara berada dalam keadaan bahaya atau dari keadaan- keadaan khusus ternyata ada atau dikhawatirkan ada gejala-gejala yang dapat membahayakan hidup Negara.
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka keadaan darurat sebagaimana dimaksud dalam artikel ini dapat diartikan sebagai keadaan bahaya sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 angka 1 Perppu Keadaan Bahaya. Berkaitan dengan terjadinya keadaan darurat, pemerintah dapat melakukan beberapa hal istimewa yang disesuaikan dengan derajat gentingnya keadaan bahaya yang dihadapi sebagaimana dijelaskan dalam artikel sebelumnya yang berjudul “Hukum Negara Darurat di Indonesia”.
Walaupun pemerintah memiliki kewenangan yang istimewa dalam keadaan bahaya, bukan berarti pemerintah juga dapat melakukan penyalahgunaan wewenang atau penyimpangan dalam hal pengelolaan keuangan negara, seperti salah satu contohnya yaitu penyimpangan berupa perbuatan pidana korupsi. Tindak pidana korupsi merupakan tindak pidana khusus yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah mengalami perubahan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut UU Tipikor). Apabila tindak pidana korupsi dilakukan ketika negara dalam keadaan darurat, maka seseorang tersebut dapat dikenakan ancaman sanksi pidana korupsi dalam keadaan tertentu sebagaimana ketentuan Pasal 2 UU Tipikor yang menyatakan sebagai berikut:
- Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000.00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah);
- Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu pidana mati dapat dijatuhkan.
Keadaan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor dijelaskan dalam pasal penjelasan UU Tipikor yaitu sebagai berikut:
“Yang dimaksud dengan “keadaan tertentu” dalam ketentuan ini adalah keadaan yang dapat dijadikan alasan pemberatan pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi yaitu apabila tindak pidana tersebut dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan pengulangan tindak pidana korupsi.”
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka seseorang yang melakukan perbuatan pidana berupa tindak pidana korupsi dalam keadaan bahaya atau keadaan darurat maka dapat dikenakan sanksi berupa pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000.00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), dan bahkan dapat dipidana mati sebagaimana ketentuan dalam Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor. Seseorang dapat dijerat dengan sanksi tersebut apabila memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
- Adanya subjek hukum;
- Melakukan perbuatan melawan hukum;
- Perbuatan yang dilakukan yaitu memperkaya diri sendiri atau orang lain;
- Perbuatan yang dilakukan dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara;
- Dilakukan pada saat keadaan tertentu yaitu pada saat penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan pengulangan tindak pidana korupsi.
Apabila seseorang melakukan perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tersebut maka akan diancam dengan sanksi pidana sebagaimana ketentuan dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) UU Tipikor.
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim PertanyaanMacam-macam Penyerobotan Tanah yang dapat dikenakan Pidana
Polemik Rangkap Jabatan Rektor : Aturan Baru dan Konsekuensi...
hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.