Hukum Jaminan Gadai pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Perkembangan globalisasi di era modern saat ini mengakibatkan meningkatnya kebutuhan masyarakat yang berdampak pada sistem perekonomian. Sistem perekonomian pada suatu daerah dapat diukur dari perputaran uangnya. Dalam hal memenuhi kebutuhan masyarakat yang meningkat, maka dana yang dibutuhkan cukup besar pula. Adapun cara memperoleh dana yang cukup besar, seseorang dapat melakukan perjanjian gadai dengan memenuhi beberapa ketentuan terkait dengan gadai. Dalam melakukan perjanjian gadai, terdapat jaminan yang harus dijaminkan oleh debitur sebagai salah satu upaya untuk memberikan kepastian hukum kepada kreditur bahwa debitur akan melaksanakan kewajibannya.
Artikel ini membahas terkait dengan jaminan gadai, sebelumnya perlu diketahui jaminan adalah kemampuan debitur untuk memenuhi atau melunasi perutangannya kepada kreditur, yang dilakukan dengan cara menahan benda tertentu yang bernilai ekonomis sebagai tanggungan atas pinjaman atau utang yang diterima debitur terhadap krediturnya.[1] Kebendaan tertentu diserahkan debitur kepada kreditur dimaksudkan sebagai tanggungan atas pinjaman atau fasilitas kredit yang diberikan kreditur kepada debitur sampai debitur melunasi pinjamannya tersebut sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).
Sementara berkaitan dengan gadai, adalah suatu hak yang didapat oleh seorang berpiutang atas suatu benda bergerak, yang kepadanya diserahkan oleh si berhutang atau seorang lain atas namanya, untuk menjamin pembayaran hutang, dan yang memberi hak kepada si berpiutang lain, diambil dari uang pendapatan-pendapatan barang itu.[2] Dalam Pasal 1150 KUHPerdata memberikan definisi Gadai sebagai berikut:
Gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh kreditur, atau oleh kuasanya, sebagai jaminan atas utangnya, dan yang memberi wewenang kepada kreditur untuk mengambil pelunasan piutangnya dan barang itu dengan mendahalui kreditur-kreditur lain; dengan pengecualian biaya penjualan sebagai pelaksanaan putusan atas tuntutan mengenai pemilikan atau penguasaan, dan biaya penyelamatan barang itu, yang dikeluarkan setelah barang itu sebagai gadai dan yang harus didahulukan.
Berdasarkan pengertian di atas, apabila ditelaah dapat diketahui bahwa gadai merupakan suatu hak jaminan kebendaan atas kebendaan bergerak tertentu milik debitur atau seseorang lain atas nama debitur untuk dijadikan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu. Konsep gadai yang diatur dalam Pasal 1150 KUHPerdata ini sangat luas, tidak hanya mengatur tentang pembebanan jaminan atas barang bergerak, tetapi juga mengatur tentang kewenangan kreditur untuk mengambil pelunasannya dan mengatur eksekusi barang gadai, apabila debitur lalai dalam melaksanakan kewajibannya.
Dalam definisi ini, gadai dikonstruksikan sebagai perjanjian accesoir (tambahan), sedangkan perjanjian pokoknya adalah perjanjian pinjam meminjam uang dengan jaminan benda bergerak. Apabila debitur lalai dalam melaksanakan kewajibannya, barang yang telah dijaminkan oleh debitur kepada kreditor dapat dilakukan pelelangan untuk melunasi utang debitur.[3] Adapun ciri-ciri dari gadai itu sendiri adalah sebagai berikut:
- Objek atau barang-barang yang dapat digadaikan adalah kebendaan yang bergerak, baik kebendaan bergerak yang berwujud maupun yang tidak berwujud (Pasal 1150, Pasal 1153 KUHPerdata).
- Gadai merupakan hak kebendaan atas kebendaan atau barang-barang yang bergerak milik seseorang (Pasal 1152 ayat (3) juncto Pasal 528 KUHPerdata).
- Hak gadai memberikan kedudukan diutamakan (hak preferensi) kepada kreditur pemegang hak gadai (penerima gadai) (Pasal 1133, Pasal 1150 KUHPerdata).
- Gadai bersifat acessoir pada perjanjian pokok, seperti perjanjian pinjam-meminjam uang, utang piutang, atau perjanjian kredit (Pasal 1150 KUHPerdata).
- Gadai mempunyai sifat tidak dapat dibagi-bagi (ondeelbaar), yaitu membebani secara utuh objek kebendaan atau barang-barang yang digadaikan dan setiap bagian daripadanya, dengan ketentuan bahwa apabila telah dilunasinya sebagian dari utang yang dijamin, maka tidak berarti terbebasnya pula sebagian kebendaan atau barang-barang digadaikan dari beban hak gadai, melainkan hak gadai itu tetap membebani seluruh objek kebendaan atau barang-barang yang digadaikan untuk sisa utang yang belum dilunasi (Pasal 1160 KUHPerdata).
- Kebendaan atan barang-barang yang digadaikan harus berada di bawah penguasaan kreditur pemegang gadai (penerima gadai) yang memegang hak gadai atau pihak ketiga untuk dan tas nama pemegang hak gadai tersebut (Pasal 1150, Pasal 1152 KUHPerdata).[4]
Objek gadai ini adalah benda bergerak. Benda bergerak dibagi menjadi dua macam, yaitu benda bergerak berwujud dan benda bergerak tidak berwujud. Benda bergerak berwujud adalah benda yang dapat berpindah atau dipindahkan. Sedangkan benda bergerak tidak berwujud seperti piutang atas unjuk, piutang atas bawah, dan hak memungut hasil atas benda. Sedangkan subyeknya tidak ditetapkan, artinya siapapun, jadi setiap manusia selaku pribadi (natuurlijke person) dan setiap badan hukum (rechts persoon) berhak menggadaikan bendanya yang penting merupakan orang atau pembawa hak yang cakap bertindak, atau orang yang berhak berbuat bebas terhadap suatu benda (beschikkingsbevoegd).
Dalam pelaksanaan gadai akan menimbulkan beberapa hak yang akan dilakukan oleh penerima gadai, diantaranya adalah seorang kreditur dapat melakukan parate executie (eigenmachtige verkoop) yaitu menjual atas kekuasaan sendiri benda-benda debitur dalam hal debitur lalai atau wanprestasi. Hal ini tertuang dalam Pasal 1155 ayat (1) KUHPerdata yang berbunyi:
“Apabila oleh para pihak tidak telah diperjanjikan lain, maka si berpiutang adalah berhak jika si berutang atau si pemberi gadai cidera janji, setelah tenggang waktu yang ditentukan lampau atau jika tidak telah ditentukan suatu tenggang waktu, setelah dilakukannya suatu peringatan untuk membayar,menyuruh menjual barang gadainya di muka umum menurut kebiasaan- kebiasaan setempat serta atas syarat-syarat yang lazim berlaku, dengan maksud untuk mengambil pelunasan piutangnya beserta bunga dan biaya dari pendapatan penjualan tersebut.”
Apabila debitur atau Pemberi Gadai cidera janji, eksekusi terhadap benda yang menjadi obyek Jaminan Gadai dapat dilakukan:
- Kreditur diberikan hak untuk menyuruh jual benda gadai manakala debitur ingkar janji, sebelum kreditur menyuruh jual benda yang digadaikan maka ia harus memberitahukan terlebih dahulu mengenai maksudnya tersebut kepada debitur atau Pemberi Gadai;
- Suatu penjualan benda gadai oleh kreditur berdasarkan perintah pengadilan, maka kreditur wajib segera memberitahukan kepada Pemberi Gadai.
Penjualan oleh kreditur atas benda gadai debitur apabila debitur wanprestasi adalah sebagai jaminan pelunasan suatu hutang dan dapat dilakukan tanpa perantara hakim atau pengadilan atau tanpa suatu titel eksekutorial. Dalam gadai hak ini diberikan oleh undang-undang, jadi tidak perlu diperjanjikan. Namun demikian pasal tersebut di atas membuka kemungkinan bagi para pihak untuk mengadakan perjanjian.
[1] Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, Sinar Grafika, Jakarta: 2009, hlm. 105
[2] Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata Tentang Hak-Hak Atas Benda, Soeorengan, Jakarta, 1990, hal. 152
[3] 1 Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, Ed. 1, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2007, hal.33.
[4] Rachmadi Usman, Ibid.
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim PertanyaanJaminan Fidusia
Resensi Buku: Paradigma Baru PTUN, Respon Peradilan Administrasi Terhadap...
hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.