Hukum Acara Perlindungan Konsumen

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut UU Perlindungan Konsumen) menyatakan bahwa perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Sedangkan konsumen menurut ketentuan Pasal 1 angka 2 UU Perlindungan Konsumen yaitu setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Konsumen memiliki hak yang dilindungi oleh peraturan perundang-undangan, salah satunya yaitu hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut sebagaimana ketentuan dalam Pasal 4 huruf e UU Perlindungan Konsumen. Dalam melakukan penyelesaian sengketa, dalam UU Perlindungan Konsumen disebutkan bahwa terdapat lembaga tersendiri yaitu Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Pasal 1 angka 11 UU Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen adalah badan yang bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen. Namun, dalam ketentuan Pasal 45 UU Perlindungan Konsumen disebutkan bahwa:

  1. Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum.
  2. Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa.
  3. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menghilangkan tanggung jawab pidana sebagaimana diatur dalam Undang-undang.
  4. Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak yang bersengketa.

Berdasarkan ketentuan tersebut, maka konsumen yang merasa dirugikan dapat memilih tempat penyelesaian sengketa, apakah ia ingin menyelesaikan melalui pengadilan umum atau menyelesaikannya melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (diluar pengadilan).

Ketentuan lebih lanjut mengenai konsumen yang dapat melakukan gugatan atas pelanggaran pelaku usaha diatur lebih lanjut dalam Pasal 46 UU Konsumen yang menyatakan sebagai berikut:

  1. Gugatan atas pelanggaran pelaku usaha dapat dilakukan oleh:
    1. seorang konsumen yang dirugikan atau ahli waris yang bersangkutan;
    2. sekelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama;
    3. lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi syarat, yaitu berbentuk badan hukum atau yayasan, yang dalam anggaran dasarnya menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah untuk kepentingan perlindungan konsumen dan telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya;
    4. pemerintah dan/atau instansi terkait apabila barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau dimanfaatkan mengakibatkan kerugian materi yang besar dan/atau korban yang tidak sedikit.
  2. Gugatan yang diajukan oleh kelompok konsumen, lembaga perllindungan konsumen swadaya masyarakat atau pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, atau huruf d diajukan kepada peradilan umum.

Kemudian penyelesaian sengketa konsumen melalui pengadilan mengacu pada ketentuan tentang peradilan umum yang berlaku dengan memperhatikan ketentuan dalam Pasal 45 UU Perlindungan Konsumen sebagaimana ketentuan dalam Pasal 48 UU Perlindungan Konsumen. Sedangkam penyelesaian sengketa melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen diatur dalam ketentuan Pasal 49 sampai dengan Pasal 58 UU Perlindungan Konsumen. Pasal 49 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa pemerintah membentuk Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen di Daerah Tingkat II untuk penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan.

Pada dasarnya dalam peraturan perundang-undangan tidak ditemukan bagaimana ketentuan kompetensi relatif dalam mengajukan permohonan gugatan terhadap Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Namun, Pasal 2 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 350/MPP/Kep/12/2001 tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (selanjutnya disebut Kepmen 350/2001) menyatakan bahwa Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen berkedudukan di Ibu kota daerah kabupaten atau daerah kota yang berfungsi untuk menangani dan menyelesaikan sengketa konsumen di luar pengadilan. Setiap konsumen yang dirugikan dapat mengajukan permohonan penyelesaian sengketa konsumen kepada BPSK baik secara tertulis maupun lisan melalui Sekretariat Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Permohonan penyelesaian sengketa konsumen secara tertulis harus memuat secara benar dan lengkap mengenai hal-hal sebagaimana ketentuan dalam Pasal 16 Kepmen 350/2001 :

    1. nama dan alamat lengkap konsumen, ahli waris atau kuasanya disertai bukti diri;
    2. nama dan alamat lengkap pelaku usaha;
    3. barang atau jasa yang diadukan;
    4. bukti perolehan (bon, faktur, wkitansi dan dokumen bukti lain);
    5. keterangan tempat, waktu dan tanggal diperoleh barang atau jasa tersebut;
    6. saksi yang mengetahui barang atau jasa tersebut diperoleh;
    7. foto-foto barang dan kegiatan pelaksanaan jasa, bila ada.

Dalam menangani dan menyelesaikan sengketa konsumen, Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen membentuk majelis sebagaimana ketentuan dalam Pasal 54 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen. Jumlah anggota majelis harus ganjil dan sedikit-sedikitnya 3 (tiga) orang serta dibantu oleh seorang panitera yang terdiri atas unsur pemerintah, unsur konsumen, dan unsur pelaku usaha. Badan penyelesaian sengketa konsumen wajib mengeluarkan putusan paling lambat dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari kerja setelah gugatan diterima sebagaimana ketentuan dalam Pasal 55 UU Perlindungan Konsumen. Dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak menerima putusan badan penyelesaian sengketa konsumen pelaku usaha wajib melaksanakan putusan tersebut. Putusan majelis bersifat final dan mengikat sebagaimana ketentuan dalam Pasal 54 ayat (3) UU Perlindungan Konsumen.

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.