Hukum Acara Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disebut UU KPKPU) menyatakan bahwa kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana ketentuan dalam UU KPKPU. Ketentuan mengenai kepailitan diatur dalam ketentuan Pasal 2 sampai dengan Pasal 221 UU KPKPU, sedangkan mengenai PKPU diatur dalam ketentuan Pasal 222 sampai dengan Pasal 294 UU KPKPU.

A. Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)

PKPU diajukan oleh Debitor yang memiliki Kreditor lebih dari 1 (satu) orang atau oleh Kreditor. Debitor dapat mengajukan PKPU apabila tidak dapat atau memperkirakan tidak akan dapat membayar utang-utangnya yang sudah jatuh tempo, begitupula dengan Kreditor yang memperkirakan bahwa Debitor tidak dapat melanjutkan membayar utangnya yang sudah jatuh tempo. Pasal 223 UU KPKPU menyatakan bahwa dalam hal Debitor adalah Bank, Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun, dan Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik maka yang dapat mengajukan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang adalah lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) UU KPKPU diantaranya:

(3) Dalam hal Debitor adalah bank, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia.

(4) Dalam hal Debitor adalah Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal.

(5) Dalam hal Debitor adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan.

Pasal 224 ayat (1) UU KPKPU menyatakan bahwa permohonan PKPU harus diajukan kepada Pengadilan Niaga dengan ditandatangani oleh Pemohon dan oleh advokatnya. Dalam hal pemohon adalah Debitor, permohonan PKPU harus disertai daftar yang memuat sifat, jumlah piutang, dan utang Debitor beserta surat bukti secukupnya. Dalam hal pemohon adalah Kreditor, Pengadilan wajib memanggil Debitor melalui juru sita dengan surat kilat tercatat paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum sidang dan Debitor mengajukan daftar yang memuat sifat, jumlah piutang, dan utang Debitor beserta surat bukti secukupnya dan, bila ada, rencana perdamaian. Apabila permohonan diajukan oleh Debitor, Pengadilan Niaga dalam waktu paling lambat 3 (tiga) hari sejak tanggal didaftarkannya surat permohonan harus memberikan putusan atas PKPU sementara dan harus menunjuk seorang Hakim Pengawas dari hakim pengadilan serta mengangkat 1 (satu) atau lebih pengurus yang bersama dengan Debitor mengurus harta Debitor sebagaimana ketentuan dalam Pasal 225 ayat (2) UU KPKPU. Sedangkan apabila permohonan diajukan oleh Kreditor, Pengadilan Niaga dalam waktu paling lambat 20 (dua puluh) hari sejak tanggal didaftarkannya surat permohonan, harus memberikan putusan atas permohonan PKPU sementara dan harus menunjuk Hakim Pengawas dari hakim pengadilan serta mengangkat 1 (satu) atau lebih pengurus yang bersama dengan Debitor mengurus harta Debitor.

Pasal 225 ayat (4) UU KPKPU menyatakan bahwa segera setelah putusan PKPU sementara diucapkan, pengadilan melalui pengurus wajib memanggil Debitor dan Kreditor yang dikenal dengan surat tercatat atau melalui kurir, untuk menghadap dalam sidang yang diselenggarakan paling lama pada hari ke-45 (empat puluh lima) terhitung sejak putusan PKPU sementara diucapkan. Pengurus wajib segera mengumumkan PKPU Sementara dalam Berita Negara Republik Indonesia dan paling sedikit dalam 2 (dua) surat kabar harian yang ditunjuk oleh Hakim Pengawas dan pengumuman tersebut juga harus memuat undangan untuk hadir pada persidangan yang merupakan rapat permusyawaratan hakim berikut tanggal, tempat, dan waktu sidang tersebut, nama Hakim Pengawas dan nama serta alamat pengurus. Pasal 228 ayat (2) UU KPKPU menyatakan bahwa setiap Kreditor berhak untuk hadir walaupun yang bersangkutan tidak menerima panggilan untuk itu. Apabila rencana perdamaian telah dilampirkan pada saat permohonan PKPU Sementara atau telah disampaikan oleh Debitor sebelum sidang maka pemungutan suara tentang rencana perdamaian dapat dilakukan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 228 ayat (3) UU KPKPU. PKPU Sementara berlaku sejak tanggal putusan PKPU diucapkan dan berlangsung sampai dengan tanggal sidang yang ditentukan, setelah itu maka status Debitor yaitu PKPU tetap. Pada dasarnya dalam UU KPKPU tidak ditentukan mengenai batasan pemanggilan sidang, namun Pasal 225 ayat (4) UU KPKPU menyatakan bahwa:

“Segera setelah putusan penundaan kewajiban pembayaran utang sementara diucapkan, Pengadilan melalui pengurus wajib memanggil Debitor dan Kreditor yang dikenal dengan surat tercatat atau melalui kurir, untuk menghadap dalam sidang yang diselenggarakan paling lama pada hari ke-45 (empat puluh lima) terhitung sejak putusan penundaan kewajiban pembayaran utang sementara diucapkan.”

Apabila Debitor tidak hadir dalam pemanggilan sidang, maka PKPU Sementara berakhir dan Pengadilan Niaga wajib menyatakan Debitor Pailit dalam sidang yang sama sebagaimana ketentuan dalam Pasal 225 ayat (5) UU KPKPU.

Pasal 229 UU KPKPU menyatakan bahwa pemberian PKPU tetap perpanjangannya ditetapkan oleh Pengadilan berdasarkan:

    1. persetujuan lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah kreditor konkuren yang haknya diakui atau sementara diakui yang hadir dan mewakili paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari seluruh tagihan yang diakui atau yang sementara diakui dari kreditor konkuren atau kuasanya yang hadir dalam sidang tersebut; dan
    2. persetujuan lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah Kreditor yang piutangnya dijamin dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotik, atau hak agunan atas kebendaan lainnya yang hadir dan mewakili paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari seluruh tagihan Kreditor atau kuasanya yang hadir dalam sidang tersebut.

Panitera Pengadilan wajib mengadakan daftar umum perkara PKPU dengan mencantumkan untuk setiap PKPU sebagaimana ketentuan dalam Pasal 232 ayat (1) UU KPKPU, diantaranya:

    1. tanggal putusan penundaan kewajiban pembayaran utang sementara dan tanggal putusan penundaan kewajiban pembayaran utang tetap berikut perpanjangannya;
    2. kutipan putusan Pengadilan yang menetapkan penundaan kewajiban pembayaran utang sementara maupun yang tetap dan perpanjangannya;
    3. nama Hakim Pengawas dan Pengurus yang diangkat;
    4. ringkasan isi perdamaian dan pengesahan perdamaian tersebut oleh Pengadilan; dan
    5. pengakhiran perdamaian.

Pasal 239 ayat (1) UU KPKPU menyatakan bahwa setiap 3 (tiga) bulan sejak putusan PKPU diucapkan pengurus wajib melaporkan keadaan harta Debitor, dan laporan tersebut harus disediakan pula di Kepaniteraan Pengadilan. Kemudian disebutkan dalam Pasal 255 ayat (1) UU KPKPU bahwa PKPU dapat diakhiri, atas permintaan Hakim Pengawas, satu atau lebih Kreditor, atau atas prakarsa Pengadilan dalam hal:

    1. Debitor, selama waktu penundaan kewajiban pembayaran utang, bertindak dengan itikad buruk dalam melakukan pengurusan terhadap hartanya;
    2. Debitor telah merugikan atau telah mencoba merugikan kreditornya;
    3. Debitor melakukan pelanggaran ketentuan Pasal 240 ayat (1);
    4. Debitor lalai melaksanakan tindakan-tindakan yang diwajibkan kepadanya oleh Pengadilan pada saat atau setelah penundaan kewajiban pembayaran utang diberikan, atau lalai melaksanakan tindakan-tindakan yang disyaratkan oleh pengurus demi kepentingan harta Debitor;
    5. selama waktu penundaan kewajiban pembayaran utang, keadaan harta Debitor ternyata tidak lagi memungkinkan dilanjutkannya penundaan kewajiban pembayaran utang; atau
    6. keadaan Debitor tidak dapat diharapkan untuk memenuhi kewajibannya terhadap Kreditor pada waktunya.

Dalam hal keadaan sebagaimana huruf a dan huruf e, maka pengurus wajib mengajukan permohonan pengakhiran PKPU. Permohonan pengakhiran PKPU harus selesai diperiksa dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari setelah pengajuan permohonan tersebut dan putusan Pengadilan harus diucapkan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari sejak selesainya pemeriksaan.  Jika PKPU diakhiri berdasarkan ketentuan dalam Pasal 255 ayat (1), maka Debitor harus dinyatakan pailit dalam putusan yang sama sebagaimana ketentuan dalam Pasal 255 ayat (5) UU KPKPU.

Pasal 257 UU KPKPU menyatakan bahwa putusan pernyataan pailit sebagai akibat putusan pengakhiran PKPU harus diumumkan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 15 ayat (4) UU KPKPU yang menyatakan bahwa:

“Dalam jangka waktu paling lambat 5 (lima) hari setelah tanggal putusan pernyataan pailit diterima oleh Kurator dan Hakim Pengawas, Kurator mengumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia dan paling sedikit 2 (dua) surat kabar harian yang ditetapkan oleh Hakim Pengawas, mengenai ikhtisar putusan pernyataan pailit yang memuat hal-hal sebagai berikut:

    1. nama, alamat, dan pekerjaan Debitor;
    2. nama Hakim Pengawas;
    3. nama, alamat, dan pekerjaan Kurator;
    4. nama, alamat, dan pekerjaan anggota panitia Kreditor sementara, apabila telah ditunjuk; dan
    5. tempat dan waktu penyelenggaraan rapat pertama Kreditor.”

 B. Kepailitan

Permohonan pernyataan pailit diajukan kepada Ketua Pengadilan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 6 ayat (1) UU KPKPU. Kemudian, apabila memenuhi persyaratan panitera mendaftarkan permohonan pernyataan pailit pada tanggal permohonan yang bersangkutan diajukan, dan kepada pemohon diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dengan tanggal yang sama dengan tanggal pendaftaran. Panitera menyampaikan permohonan pernyataan pailit kepada Ketua Pengadilan paling lambat 2 (dua) hari setelah tanggal permohonan didaftarkan. Dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) hari setelah tanggal permohonan pernyataan pailit didaftarkan, pengadilan niaga mempelajari permohonan dan menetapkan hari sidang. Sidang pemeriksaan atas permohonan pernyataan pailit diselenggarakan dalam jangka waktu paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah tanggal permohonan didaftarkan. Namun, hal tersebut dapat dilakukan penundaan penyelenggaran sidang sampai dengan paling lambat 25 (dua puluh lima) hari setelah tanggal permohonan didaftarkan berdasarkan atas permohonan Debitor.

Lebih lanjut dalam Pasal 8 ayat (1) UU KPKPU menyatakan bahwa pengadilan niaga memiliki kewajiban sebagai berikut:

  1. Wajib memanggil Debitor, dalam hal permohonan pernyataan pailit diajukan oleh Kreditor, kejaksaan, Bank Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal, atau Menteri Keuangan;
  2. dapat memanggil Kreditor, dalam hal permohonan pernyataan pailit diajukan oleh Debitor dan terdapat keraguan bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) telah terpenuhi.

Pemanggilan dilakukan oleh juru sita dengan surat kilat tercatat paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum sidang pemeriksaan pertama diselenggarakan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 8 ayat (2) UU KPKPU. Permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) telah dipenuhi. Pasal 2 ayat (1) UU KPKPU menyatakan bahwa :

“Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya.”

Putusan pengadilan niaga atas permohonan pernyataan pailit harus diucapkan paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah tanggal permohonan pernyataan pailit didaftarkan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 8 ayat (5) UU KPKPU. Putusan pengadilan niaga wajib memuat pula pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan dan/atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili dan pertimbangan hukum dan pendapat yang berbeda dari hakim anggota atau ketua majelis. Putusan atas permohonan pernyataan pailit yang memuat secara lengkap pertimbangan hukum yang mendasari putusan tersebut harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum dan dapat dilaksanakan terlebih dahulu, meskipun terhadap putusan tersebut diajukan suatu upaya hukum sebagaimana ketentuan dalam Pasal 8 ayat (7) UU KPKPU.

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.