Hal-Hal Pokok Terkait Perizinan di Papua

Pada dasarnya pembagian kekuasaan di Indonesia dibagi menjadi 2 (dua) yaitu pembagian kekuasaan secara horizontal dan pembagian kekuasaan secara vertikal. Pembagian kekuasaan secara horizontal yaitu pembagian kekuasaan menurut fungsi lembaga-lembaga tertentu (legislatif, eksekutif dan yudikatif), sedangkan pembagian kekuasaan secara vertikal merupakan pembagian kekuasaan menurut tingkatnya, yaitu pembagian kekuasaan antara beberapa tingkatan pemerintahan.[1] Pembahasan dalam artikel ini yaitu berkaitan dengan pembagian kekuasan secara vertikal yaitu pembagian kekuasaan pada tingkat pusat dan pada tingkat daerah. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD NRI 1945) menyatakan bahwa :
“Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.”
Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat sebagaimana ketentuan dalam Pasal 18 ayat (5) UUD NRI 1945. Selain itu, dalam Pasal 18A ayat (1) UUD NRI 1945 juga menjelaskan bahwa :
“Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota atau antara provinsi dan kabupaten dan kota diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.”
Provinsi Papua merupakan Provinsi yang memiliki otonomi daerah khusus sebagaimana ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua yang telah mengalami perubahan dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua Menjadi Undang-Undang dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua (selanjutnya disebut UU Otonomi Khusus Papua). Berdasarkan hal tersebut, maka dalam artikel ini akan dibahas mengenai perizinan pada Provinsi Papua.
Dalam Pasal 38 UU Otonomi Khusus Papua dinyatakan bahwa :
- Perekonomian Provinsi Papua yang merupakan bagian dari perekonomian nasional dan global, diarahkan dan diupayakan untuk menciptakan sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan seluruh rakyat Papua, dengan menjunjung tinggi prinsip-prinsip keadilan dan pemerataan;
- Usaha-usaha perekonomian di Provinsi Papua yang memanfaatkan sumber daya alam dilakukan dengan tetap menghormati hak-hak masyarakat adat, memberikan jaminan kepastian hukum bagi pengusaha, serta prinsip-prinsip pelestarian lingkungan, dan pembangunan yang berkelanjutan yang pengaturannya ditetapkan dengan Perdasus.
Pengolahan lanjutan dalam rangka pemanfaatan sumber daya alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dilaksanakan di Provinsi Papua dengan tetap berpegang pada prinsip-prinsip ekonomi yang sehat, efisien, dan kompetitif sebagaimana ketentuan dalam Pasal 39 UU Otonomi Khusus Papua. Kemudian Pasal 40 ayat (1) UU Otonomi Khusus Papua menyatakan bahwa perizinan dan perjanjian kerjasama yang telah dilakukan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Provinsi dengan pihak lain tetap berlaku dan dihormati. Perizinan dan perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) UU Otonomi Khusus Papua yang oleh putusan pengadilan telah mempunyai kekuatan hukum tetap dinyatakan cacat hukum, merugikan hak hidup masyarakat atau bertentangan dengan ketentuan UU Otonomi Khusus Papua, wajib ditinjau kembali, dengan tidak mengurangi kewajiban hukum yang dibebankan pada pemegang izin atau perjanjian yang bersangkutan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 40 ayat (2) UU Otonomi Khusus Papua. Lebih lanjut, dalam UU Otonomi Khusus Papua diatur pula mengenai perlindungan hak-hak masyarakat adat sebagaimana ketentuan dalam Pasal 43 UU Otonomi Khusus Papua, salah satunya yaitu penyediaan tanah ulayat dan tanah perorangan warga masyarakat hukum adat. Pasal 43 ayat (4) UU Otonomi Khusus Papua menyatakan bahwa:
“Penyediaan tanah ulayat dan tanah perorangan warga masyarakat hukum adat untuk keperluan apapun, dilakukan melalui musyawarah dengan masyarakat hukum adat dan warga yang bersangkutan untuk memperoleh kesepakatan mengenai penyerahan tanah yang diperlukan maupun imbalannya.”
Oleh karena itu, perizinan dalam hal penggunaan hak ulayat harus mendapatkan izin dari masyarakat adat maupun instansi yang berwenang sebagaimana ketentuan dalam penjelasan Pasal 43 ayat (4) UU Otonomi Khusus Papua yang menyatakan sebagai berikut:
“Musyawarah antara para pihak yang memerlukan tanah ulayat dari masyarakat hukum adat yang bersangkutan mendahului penerbitan surat izin perolehan dan pemberian hak oleh instansi yang berwenang. Kesepakatan hasil musyawarah tersebut merupakan syarat bagi penerbitan surat izin dan keputusan pemberian hak yang bersangkutan. Hal yang sama berlaku juga terhadap perolehan tanah hak perorangan para warga masyarakat hukum adat, tidak cukup dengan persetujuan penguasa adatnya. Pemanfaatan hak-hak adat untuk kepentingan pemerintah dan/atau swasta dilakukan melalui musyawarah antara masyarakat adat dengan pihak yang memerlukan, harus disertai dengan pemberian ganti rugi dalam bentuk uang tunai, tanah pengganti, pemukiman kembali, sebagai pemegang saham, atau bentuk lain yang disepakati bersama.”
Kemudian, berkaitan dengan perizinan dalam bidang lain di Provinsi Papua sama halnya dengan perizinan pada pemerintah daerah lain. Pada dasarnya dalam hal pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (selanjutnya disebut UU Pemda). Pasal 9 UU Pemda mengklasifikasikan urusan pemerintahan terdiri atas urusan pemerintahan absolut, urusan pemerintahan konkuren dan urusan pemerintahan umum.
- Urusan pemerintahan absolut merupakan urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah pusat yang disebutkan dalam Pasal 10 ayat (1) UU Pemda diantaranya, meliputi:
- Politik luar negeri;
- Pertahanan;
- Keamanan;
- Yustisi;
- Moneter dan fiskal nasional; dan
- Agama
Dalam hal ini pemerintah pusat dapat menyelenggarakan urusannya sendiri atau dengan melimpahkan wewenang kepada Instansi Vertikal yang ada di Daerah atau gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat berdasarkan asas Dekonsentrasi sebagaimana ketentuan dalam Pasal 10 ayat (2) UU Pemda.
- Urusan pemerintahan konkuren adalah Urusan Pemerintahan yang dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota. Urusan pemerintahan konkuren yang diserahkan ke Daerah menjadi dasar pelaksanaan Otonomi Daerah sebagaimana ketentuan dalam Pasal 9 ayat (4) UU Pemda. Urusan pemerintahan konkuren dibagi menjadi 2 (dua), yaitu urusan pemerintahan wajib dan urusan pemerintahan pilihan. Urusan pemerintahan wajib juga dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu urusan pemerintahan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar dan urusan pemerintahan wajib yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar sebagaimana ketentuan dalam Pasal 11 ayat (2) UU Pemda. Urusan pemerintahan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar meliputi hal-hal sebagaimana ketentuan dalam Pasal 12 ayat (1) UU Pemda, meliputi:
- pendidikan;
- kesehatan;
- pekerjaan umum dan penataan ruang;
- perumahan rakyat dan kawasan permukiman;
- ketenteraman, ketertiban umum, dan pelindungan masyarakat; dan
Kemudian, urusan pemerintahan wajib yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar meliputi hal-hal sebagaimana ketentuan dalam Pasal 12 ayat (2) UU Pemda, meliputi:
- tenaga kerja;
- pemberdayaan perempuan dan pelindungan anak;
- pangan;
- pertanahan;
- lingkungan hidup;
- administrasi kependudukan dan pencatatan sipil;
- pemberdayaan masyarakat dan Desa;
- pengendalian penduduk dan keluarga berencana;
- perhubungan;
- komunikasi dan informatika;
- koperasi, usaha kecil, dan menengah;
- penanaman modal;
- kepemudaan dan olah raga;
- statistik;
- persandian;
- kebudayaan;
- perpustakaan; dan
- kearsipan
Sedangkan urusan pemerintahan pilihan dalam urusan pemerintahan konkuren, meliputi hal-hal sebagaimana ketentuan dalam Pasal 12 ayat (3) UU Pemda, yaitu:
- kelautan dan perikanan;
- pariwisata;
- pertanian;
- kehutanan;
- energi dan sumber daya mineral;
- perdagangan;
- perindustrian; dan
- transmigrasi
Pembagian kewenangan berkaitan dengan urusan pemerintahan konkuren dinyatakan dalam ketentuan Pasal 13 UU Pemda yang menyatakan sebagai berikut :
- Pembagian urusan pemerintahan konkuren antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi serta Daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) didasarkan pada prinsip akuntabilitas, efisiensi, dan eksternalitas, serta kepentingan strategis nasional.
- Berdasarkan prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kriteria Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat adalah:
- Urusan Pemerintahan yang lokasinya lintas Daerah provinsi atau lintas negara;
- Urusan Pemerintahan yang penggunanya lintas Daerah provinsi atau lintas negara;
- Urusan Pemerintahan yang manfaat atau dampak negatifnya lintas Daerah provinsi atau lintas negara;
- Urusan Pemerintahan yang penggunaan sumber dayanya lebih efisien apabila dilakukan oleh Pemerintah Pusat; dan/atau
- Urusan Pemerintahan yang peranannya strategis bagi kepentingan nasional.
3. Berdasarkan prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kriteria Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah provinsi adalah:
- Urusan Pemerintahan yang lokasinya lintas Daerah kabupaten/kota;
- Urusan Pemerintahan yang penggunanya lintas Daerah kabupaten/kota;
- Urusan Pemerintahan yang manfaat atau dampak negatifnya lintas Daerah kabupaten/kota; dan/atau
- Urusan Pemerintahan yang penggunaan sumber dayanya lebih efisien apabila dilakukan oleh Daerah Provinsi.
4. Berdasarkan prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kriteria Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah kabupaten/kota adalah:
- Urusan Pemerintahan yang lokasinya dalam Daerah kabupaten/kota;
- Urusan Pemerintahan yang penggunanya dalam Daerah kabupaten/kota;
- Urusan Pemerintahan yang manfaat atau dampak negatifnya hanya dalam Daerah kabupaten/kota; dan/atau
- Urusan Pemerintahan yang penggunaan sumber dayanya lebih efisien apabila dilakukan oleh Daerah kabupaten/kota.
3. Urusan pemerintahan umum adalah Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Presiden sebagai kepala pemerintahan yang meliputi hal-hal sebagaimana disebutkan dalam Pasal 25 ayat (1) UU Pemda, diantaranya :
- pembinaan wawasan kebangsaan dan ketahanan nasional dalam rangka memantapkan pengamalan Pancasila, pelaksanaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pelestarian Bhinneka Tunggal Ika serta pemertahanan dan pemeliharaan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
- pembinaan persatuan dan kesatuan bangsa;
- pembinaan kerukunan antarsuku dan intrasuku, umat beragama, ras, dan golongan lainnya guna mewujudkan stabilitas kemanan lokal, regional, dan nasional;
- penanganan konflik sosial sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
- koordinasi pelaksanaan tugas antarinstansi pemerintahan yang ada di wilayah Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota untuk menyelesaikan permasalahan yang timbul dengan memperhatikan prinsip demokrasi, hak asasi manusia, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan, potensi serta keanekaragaman Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
- pengembangan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila; dan
- pelaksanaan semua Urusan Pemerintahan yang bukan merupakan kewenangan Daerah dan tidak dilaksanakan oleh Instansi Vertikal.
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka perizinan pada Provinsi Papua juga patuh dan taat sebagaimana ketentuan dalam UU Pemda, kecuali yang ditentukan oleh UU Otonomi Khusus Papua. Dalam prakteknya masalah perizinan di Papua masih terjadi pelanggaran, contohnya yaitu pelanggaran perizinan dalam praktik deforestasi hutan alam dan lahan gambut yang menjadi perkebunan sawit serta pembukaan lahan dengan cara dibakar[2] yang dilakukan oleh PMA maupun PMDN[3] sebagaimana disebutkan oleh Greenpeace dan Pelanggaran penerbitan izin Menara Group yang tidak memperhatikan masyarakat adat.[4]
[1] Rika Marlina, Pembagian Kekuasaan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan di Indonesia, Jurnal Daulat Hukum, Vol. 1, No. 1, Semarang : Universitas Islam Sultan Agung, Maret 2018, hal. 173
[2] https://nasional.kompas.com/read/2021/02/22/14193871/kpk-temukan-pelanggaran-izin-industri-sawit-hingga-deforestasi-di-papua?page=all
[3] https://www.mongabay.co.id/2021/04/13/greenpeace-beberkan-izin-izin-keluar-di-hutan-alam-papua/
[4] https://pusaka.or.id/2021/05/skandal-berulang-proyek-tanah-merah/
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim Pertanyaan
hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.