Apa itu Hak Tanggungan dan Prosedur Mengajukan Hak Tanggungan

Hak atas tanah dapat dijaminkan, sehingga pemilik hak atas tanah dapat menjadikannya sebagai jaminan untuk mendapatkan pinjaman hingga pinjaman dikembalikan. Sebelum terbitnya Undang-Undang Nomro 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA), jaminan atas tanah menggunakan lembaga hipotek. Setelah berlakunya UUPA, hipotek atas tanah dihapus dan hipotek hanya digunakan untuk benda-benda tidak bergerak lainnya, sedangkan jaminan atas tanah menggunakan lembaga hak tanggungan.

Dasar hukum yang mengatur mengenai hak tanggungan yaitu UU 5/1960 dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan (UU 4/1996). Hak tanggungan memiliki sifat tidak dapat dibagi-bagi, kecuali jika diperjanjikan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT), seperti ditetapkan dalam pasal 2 UU4/1996. Dengan sifatnya yang tidak dapat dibagi-bagi, maka Hak Tanggungan akan membebani secara utuh obyek Hak Tanggungan. Obyek yang dapat dibebankan hak tanggungan yaitu :

  1. Hak milik
  2. Hak guna usaha
  3. Hak guna bangunan

Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan dalam Pasal 4 UU 4/1996 yang menyatakan:

“Hak Tanggungan dapat juga dibebankan pada hak atas tanah berikut bangunan, tanaman, dan hasil karya yang telah ada atau akan ada yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut, dan yang merupakan milik pemegang hak atas tanah yang pembebanannya dengan tegas dinyatakan di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan”.

Cara atau prosedur mengajukan hak tanggungan yaitu :

  1. Mendatangi PPAT/notaris untuk membuat Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT);
  2. Sesudah APHT selesai, permohonan pendaftaran dapat diajukan ke badan pertanahan dengan mengisi formulir yang telah disediakan;
  3. Membayar biaya pendaftaran Hak Tanggungan dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sesuai Surat Perintah Setor (SPS) di kantor pertanahan.

Persyaratan yang harus disiapkan untuk mengajukan pendaftaran Hak Tanggungan adalah:

  1. Sertifikat objek (asli);
  2. APHT (asli);
  3. Identitas kreditur (KTP);
  4. Identitas KTP penerima kuasa;
  5. Surat pengantar pemasangan hak tanggungan dari PPAT;
  6. KTP & KK debitur (bagi debitur perorangan);
  7. Akta pendirian perseroan dan perubahannya (bagi debitur badan hukum);
  8. SK Pengesahan badan hukum perseroan;

Setelah APHT selesai ditandangani, pihak kreditur akan memberi pinjaman kepada debitur yang kemudian akan mencicicil pinjaman tersebut dengan memakai jaminan rumah yang dibelinya. Sementara pihak notaris akan menerbitkan surat yang menerangkan bahwa antara bank dan debitur telah terjadi kesepakatan bersama dan pencairan kredit bisa dilakukan.

Pada dasarnya Hak Tanggungan hanya memberikan hak kepada penerima hak tanggungan untuk menjadikan benda tersebut sebagai jaminan hutang hingga hutang terlunasi. Apabila hutang tidak terlunasi, maka penerima hak tanggungan memiliki hak untuk melakukan penjualan/eksekusi atas hak tanggungan tersebut dengan menjualnya melalui lelang atau dengan dibawah tangan jika memang pemberi hak tanggungan menyepakatinya. Perjanjian hak tanggungan yang memuat hak kepada penerima hak tanggungan untuk memiliki benda jaminan apabila pemberi hak tanggungan tidak melunasi hutang, adalah perjanjian yang batal demi hukum. Hal tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 12 UU 4/1996.

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.